3
.
.
.
Hari kedua MPLS kegiatannya setelah upacara penyematan tanda peserta PLS adalah pengenalan lingkungan sekolah dan sepertinya kami akan diajak berkeliling menyusuri setiap sudut sekolah dipandu oleh kakak-kakak OSIS yang baik hati. Yang jadi masalah, aku merasa sendirian karena satu-satunya teman sekelompok yang kukenal - Fafa - hari ini tidak masuk. Ah, aku merutuki diriku sendiri yang sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Aku jadi seperti orang hilang disini meski memakai seragam yang sama dengan mereka. Sementara yang lain berbincang-bincang satu sama lain dengan riuhnya aku justru memperhatikan Pak Leo - salah satu guru yang belum kuketahui mengampu mata pelajaran apa namun beberapa kali bolak-balik masuk ruangan kelompokku kemarin - yang tengah memberikan arahan kepada kakak OSIS pembimbing kelompok kami. Kalau diperhatikan, Kak Mimin cantik juga ya...
"Thia!"
"Ha?!" Aku kaget, lagi asyik-asyiknya mengamati Kak Mimin tiba-tiba orang di belakangku berbisik, dekat sekali.
"Ehehe, kaget ya? Ngalamun sih?"
Aku memajukan tubuhku beberapa senti menjauh darinya, tar dikira mau mesum lagi deket-deket.
"Thia, tau nggak Kak Mimin?" tanyanya berbisik, barangkali takut terdengar oleh obyek yang dibicarakan.
"Tau lah, kan pembimbing kelompok kita."
"Maksudnya, kamu kenal Kak Mimin?"
"Ya kenal, kan pembimbing kelompok kita."
"Bukan." Ia menggelengkan kepalanya frustasi membuatku bingung.
"Maksudnya gimana?"
"Kenal pribadi diluar kelompok?"
Aku menggeleng.
"Mau kenalan?"
"Emang kamu kenal?"
Ia mengangguk yakin. "Ntar deh aku kenalin."
"Emang pentingnya apa ya kenalan sama Kak Mimin?"
"Ya nggak apa-apa sih, ahahaha... Biar kamu ada temen."
Oh peka dia kalau aku nggak punya temen.
"Ayo, adik-adik berbaris yang rapi, kita akan segera memulai perjalan tur keliling sekolah. Ingat, tetap seperti barisan yang sudah ditentukan dilarang saling mendahului!"
Sontak kami kembali berbaris dengan rapi dan mengekor di belakang Kak Mimin yang juga mengikuti kelompok di depan kami.
Kami memulai perjalanan tur dari depan kelas sementara kelompok dan pertama-tama memutar mengitari ruang-ruang kelas sepuluh dan sebelas, belum menarik karena kemarin kami sudah berkali-kali melewati tempat ini. Eh, ruang kelas yang sebentar lagi kami lewati mungkin saja menarik karena itu adalah ruang kelas XI IPS 1, tempat Elios belajar hingga satu tahun kedepan.
Kebetulan yang baik kereta berhenti entah karena apa ketika aku berada tepat di depan pintu ruang kelasnya dengan pintu yang terbuka lebar dan demigod-ku menempati bangku di tengah depan. Melihatku ia melambaikan tangannya setengah tiang dan mengedip-ngedipkan matanya genit. Aku malu sendiri melihatnya.
"Lios! Mana cerminku? Balikin!" teriak salah seorang yang duduk di bangku barisan belakang.
"Eh, ketinggalan di rumah, tar sore gua anter ke rumah sekalian ngapel dah," sahutnya dengan lantang hingga terdengar jelas oleh kami yang berada di koridor.
"Misi, misi, misi bentar." Seseorang bertubuh mungil lucu berlari tergesa-gesa menuju ke kelas di depanku. "Elios mana Elios!" teriak orang itu, matanya menyapu ke sekeliling ruangan kelas, padahal yang dicari sudah ada di hadapannya.
"Hadir, Bu!" Demigod-ku mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti saat diabsen oleh wali kelas di pagi hari.
"Lah, lu kan OSIS, kok disini? Lu dicariin dari tadi," omel kakel yang belum kuketahui namanya itu sambil berkacak pinggang.
"Ciee nyariin, kangen ya?" goda Elios sembari menaikturunkan alisnya.
"Udah ayo cepetan ikut ke ruang OSIS sekarang juga!" perintahnya dan mendahului demigod-ku keluar dari ruangan kelas menuju ke ruang OSIS yang entah berada dimana letaknya.
"Waduh pake ngajak ke ruang OSIS segala, jangan-jangan mau confess nih," ia mengucapkannya dengan santai, tak ingatkah dia ada aku disini? Ya, walaupun bercanda, tapi aku tak suka dan seharusnya ia tahu itu karena aku mengatakannya saat di perjalan pulang dari mengantar kunci ke rumah Kak Laras kemarin sore. Lebih lagi, ia mengekor kakel tadi tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Sudah, sudah, berpikir positif saja, mungkin dia benar-benar tidak melihatku. Eh, tapi, tadi bukannya dia sempat melambaikan tangan padaku?
.
Perjalanan tur keliling sekolah berakhir di kantin yang terletak di bagian belakang gedung sekolah tepat pada jam istirahat, jadi kami dipersilakan untuk sekalian istirahat dan mengisi perut setelah cukup banyak energi terbuang selama berjalan kaki naik turun tangga.
"Mau makan, Thi?" tanya orang yang dari tadi berjalan di belakangnku, ternyata namanya Kenand.
"Makan? Hmmm boleh."
"Ayo makan sama-sama, sama kak Mimin juga."
Aku menurut saja, kebetulan juga aku masih penasaran sama soto ayam yang belum sempat kuicipi bersama Elios kemarin.
Setelah berdesak-desakan demi mendapat semangkuk soto ayam panas aku dan Kenand masih harus menahan panasnya mangkuk di tangan kami sembari mencari meja yang kosong dan berakhirlah kami di salah satu meja di ujung dekat wastafel.
"Nah, itu Kenand!" seru Kak Mimin yang juga sudah membawa mangkuk di tangannya. Ia kemudian segera menyusul bergabung dengan kami.
"Nah, baru aja mau aku chat udah muncul," ujar Kenand.
"Chat juga percuma, lagi bawa mangkuk panas mana bisa cek hape."
Kulihat sepertinya mereka berdua sudah kenal baik sejak lama. Hebatnya, saat di kelompok mereka benar-benar dapat memposisikan diri sebagai kakak pembina dan peserta MPLS dengan baik.
"Eh, Athia," sapa Kak Mimin yang sepertinya baru menyadari keberadaanku setelah beberapa suapan.
"Iya, Kak."
"Sendirian aja?"
"Kan sama Kenand..."
Kenand tertawa kepada Kak Mimin. "Lah, ga sadar dari tadi?"
"Oh kalia berdua?"
"Iyalah, kenalan ayo kenalan."
"Lah kan sudah kenal, ya nggak?" Kak Mimin memandang ke arahku meminta persetujuan.
"Iya, udah kenal kok."
Kenand tersenyum aneh. "Kan kenalnya baru sebagai kakak OSIS, belum kenal dia sebagai pacarku."
Eh?
Mereka pacaran?
"Oh... Iya belum kalau itu..."
"Nah sekarang perkenalkan ini Kak Mimin yang diluar jam MPLS adalah pacar saya, Kenand."
Kami menghabiskan makanan kami sambil membicarakan banyak hal bertiga meski pada awalnya aku merasa sedikit tak nyaman disini, rasanya seperti jadi orang ketiga, namun lama kelamaan aku mulai oke apalagi setelah Kak Mimin mengatakan kalau lebih baik bertiga daripada kelihatan berdua di pojokan nanti jadi fitnah. Selama itu juga pandangan mataku menyapu ke segala sudut mencari sosok demigod-ku namun tak kunjung menemukannya. Apa ia melewatkan jam istirahatnya?
"Tukeran sosmed kuy," ajak Kak Mimin.
"Sosmed apa?"
"Apa aja, Line aja dulu deh, aku habis uninstall Insta, belum install lagi. ID-nya apa?" Kak Mimin sudah terlebih dahulu mengeluarkan ponselnya dan memintaku untuk menuliskan ID-ku.
Aku menuliskannya dan mengembalikannya pada Kak Mimin yang dengan segera menambahkanku sebagai temannya di sosmed tersebut.
"Loh? Kamu sama Elios?!" kagetnya.
Aku mengangguk malu-malu. Ah iya, namanya masih terpampang dengan jelas di pesan status profilku beserta dengan tanggal kami dan sebuah emoticon gembok berwarna merah. Aduh!
"Lah, ngga nyangka loh dia punya pasangan, setau kami dia itu jones akut yang hobi ngerdusin anak orang," ujar Kak Mimin.
"Haha... Emang suka ngerdus ya?"
"Iya, siapa aja dikerdusin dia mah, ckckck..."
Aku terdiam. Ini adalah sesuatu yang baru untukku.
"Jagain baik-baik, soalnya banyak yang baper sama dia, bahaya," bisik Kak Mimin kemudian.
***