4
.
.
.
Sore ini kembali ia mengantarkanku pulang dan mampir untuk istirahat dan minum teh sejenak, kali ini kami ngobrol di teras sambil menikmati udara segar.
"Gimana?" tanyanya.
"Apanya yang gimana?"
"MPLS."
"Biasa aja."
Kami sama-sama terdiam selama beberapa saat hingga aku teringat akan ucapan Kak Mimin di kantin tadi. "Oh ya, Mas, aku mau nanya."
"Nanya aja."
"Kamu jadi idola ya di sekolah?"
Ia tersenyum bangga. "Woo iya dong."
"Cewe-cewe pada baper sama kamu gara-gara kamu kerdusin," lanjutku dan raut wajahnya berubah seketika.
Beberapa saat kemudian ia menggeser duduknya mendekatiku dan merangkul pundakku erat. "Kata siapa, hm? Kok kamu tiba-tiba punya pikiran begitu?"
Aku tidak menjawab, tentu aku tak akan mengatakan kalau aku dengar itu dari Kak Mimin.
Tangannya bergerak menyandarkan kepalaku di pundaknya dan aku menurut saja. "Percaya sama aku, oke? Aku sayang kamu, dan aku nggak mungkin main-main di belakangmu," bisiknya kemudian.
Kuakui, aku lemah kalau ia memperlakukanku seperti ini.
*
Aku sudah berbaring di atas tempat tidur dengan selimut menutupi hampir seluruh tubuhku dan lampu yang telah dipadamkan sejak setengah jam yang lalu namun aku belum juga berhasil menuju ke alam mimpi. Ucapan Kak Mimin dan kata-kata Elios memenuhi pikiranku. Keduanya berlawanan, jadi salah satu diantara mereka berbohong. Kurasa Elios tadi sungguh-sungguh mengatakannya, tapi Kak Mimin apa untungnya dia berbohong padaku?
Ah!
Bagaimanapun aku mencoba untuk tidur aku tak akan bisa sebelum aku menghubungi Elios dan menyampaikan apa yang mengganjal di hatiku sejak siang tadi. Sebenarnya aku hendak mengatakannya tadi sore, namun tak jadi kusampaikan karena kupikir itu tidak perlu, nyatanya hal itu kini kembali mengganggu pikiranku. Elios masih aktif di grup dan itu berarti ia belum tidur, jadi aku menelponnya, lebih baik berbicara di telepon ketimbang melalui chat menurutku.
"Halo, Sayang, tumben nelpon malam-malam, ada apa?" sapanya yang langsung menerima panggilan teleponku.
"Eum, Mas, belum tidur?" Tentu aku tidak langsung ke inti.
"Aku kan biasa ngalong, kamu kok tumben belum tidur?"
"Iya nih belum ngantuk. Hm, Mas, boleh nanya sesuatu?" tanyaku hati-hati, "eum, mungkin lebih tepatnya, minta sesuatu."
"Apa sih yang nggak buat kamu, mau apa emang? Boneka beruang? Boneka jerapah? Boneka lele? Boneka kudanil?"
"Bukan, bukan."
"Lalu?"
"Eum... Itu, bionya Mas kenapa cuma diisi gambar ikan?"
Aku bisa mendengarnya ia tertawa terbahak-bahak. "Haha... Aduh, kamu nelpon malem-malem cuma buat nanyain itu? Kan udah lama, Sayang..."
Memang sejak awal ia tak pernah mencantumkan namaku di pesan statusnya, hanya sebuah emoticon ikan yang katanya mirip denganku saja, kupikir sudah saatnya untuk diubah. "Tapi kan orang-orang jadi taunya kamu belum taken."
"Kan memang belum, baru booked, hehehe..."
"Iyadeh. Ga mau cantumin nama aku biar orang-orang tau kalau udah ada yang booking?"
"Oh, jadi pengen go public nih? Oke, tulis apa aja? Nama lengkap, tempat tanggal lahir?"
"Eih, jangan lebay ah."
"Iya, iya, aku ganti. Nah gitu kalau ada apa-apa ngomong, oke? Jangan ngambek."
"Hm..."
"Udah, sekarang tidur ya, Sayang. Gud nite, sweet dream. Muach..."
****