14. I’m Fine
14 // I’m Fine
Sosok Clara berdiri di depan sebuah air mancur, yang merupakan tempat janjian mereka. Selain Clara dan Ara, Ervin juga mengajak teman baiknya Fabian.
"Halo, kalian di mana?" Clara menelpon Ervin, menanyakan kehadirannya.
"Di sini." Ervin sudah ada di depannya, bersama Fabian yang menggunakan pakaian yang kurang cocok dipakai dalam cuaca sepanas ini.
"Kamu kenapa pakai jaket?" tanya Clara. Di saat dirinya dan Ervin menggunakan kaos dan celana pendek, Fabian malah menggunakan jaket, celana panjang, dan topi berwarna hitam.
"Tidak ada alasan sih. Aku cuma jaga-jaga. Jangan-jangan pas kita masuk ke dalam, salju turun," jawab Fabian ngawur.
"Ara di mana?" tanya Ervin.
"Belum datang. Aku hubungi dia dulu." Clara mengetikkan beberapa pesan kepada Ara. Lalu dia mengernyit. "Ara belum membaca pesan dariku. Aku juga belum memberitahu dia lewat mulut. Ada yang sudah?"
Ervin dan Fabian menggeleng berbarengan. Tiba-tiba Fabian teringat sesuatu. "Kemarin aku ketemu dia. Dia lagi mencari adik kembarnya. Lalu dia meminjam ponselku karena punyanya habis baterai."
Clara memegang kepalanya sambil menggeleng. "Aku tahu sekarang Ara di mana. Tapi dia tidak akan bisa ikut kita ke sini."
"Kenapa?"
"Dia pasti sedang dihukum."
Ervin dan Fabian menatap Clara heran.
????????????
Ara membuka matanya yang sudah lama terpejam. Dia bingung. Mengapa pandangannya masih hitam, sedangkan dia sudah membuka matanya. Dia menampar dan mencubit pipinya.
"Aw," ringisnya sambil mengelus pipi. "Jangan-jangan lampu senternya mati."
Terjadi beberapa pikiran buruk berkecamuk dalam benaknya. Apakah aku tidak bisa keluar dari tempat ini? Apakah aku akan mati di sini? Apakah aku tidak akan lagi melihat cahaya? Pikiran seperti itulah yang muncul dalam pikirannya.
????????????
Clara menatap ponselnya dengan khawatir. Memang, sekarang mereka bertiga sedang bermain di taman bermain dengan serunya. Tapi perasaan khawatir terus menimpa Clara. Ditatapnya Ervin dan Fabian yang sedang menaiki salah satu wahana yang ektrem menurutnya, Tornado. Dirinya bahkan tidak berani naik walau Ervin dan Fabian berjanji akan membayarnya.
"Ara, jangan bikin aku khawatir," pinta Clara sambil mengetikkan kalimat itu pada Ara.
Beberapa menit kemudian, tampaklah dua sosok berjenis kelamin laki-laki yang berjalan dengan anehnya seperti baru pertama kalinya menginjakkan kakinya ke bumi.
"Clara, ambilkan aku kantong plastik. Sepertinya sebentar lagi aku akan muntah," kata Ervin sambil menutup mulutnya dengan tangan. Fabian yang ada di sebelahnya hanya terkekeh. Padahal, kondisinya tidak jauh berbeda dari Ervin.
"Ini," kata Clara sambil menyerahkan sebuah kantong yang lumayan besar.
Ervin langsung memuntahkan seisi perutnya yang sudah diporak-porandakan oleh wahana yang baru saja dinaikinya. Di sebelahnya, Fabian sudah berbaring di tanah, tidak peduli betapa kotornya tempat itu.
"Kalian ini benar-benar, deh."
????????????
Sementara itu, Ara masih saja memikirkan cara keluar dari tempat gelap itu.
"Kalau aku dobrak, aku bisa keluar, nggak, ya? Tapi sayangnya pintu toilet ini terbuat dari kayu yang baru, mana kuat aku mendobraknya." Ara memutar otaknya dengan keras. "Atau aku telpon Clara dan menyuruhnya datang? Tidak, mama dan papa akan tahu, apalagi ada Bella."
Ara menatap cahaya yang sedari tadi muncul dari bawah pintu toilet. Entah berapa lama dia dikurung di dalam ruangan sempit itu.
"Mungkin aku harus mencoba. Perutku sudah tidak bisa menahan rasa lapar ini lagi."
Ara meraih gagang pintu dan mencoba mendobraknya. Alangkah terkejutnya ia, saat menyadari bahwa pintu toilet tidak lagi terkunci. Ara mengerjapkan matanya beberapa kali, untuk menyesuaikan dari kondisi gelap ke terang.
"Aku bebas!" teriaknya saat menyadari kalau papa, mama, dan Bella tidak ada di rumah. "Di mana separuh jiwaku?"
Ara mencari ponsel yang diambil mama kemarin. Dia naik ke kamarnya dan mencoloknya pada kabel. Beberapa menit kemudian, dia baru menyalakan ponselnya yang sudah mati untuk beberapa saat.
"Clara menelpon, begitu pula dengan Fabian dan orang tidak dikenal. Mereka juga mengirimkan pesan. Banyak sekali. Apa ada hal penting?" Ara membaca pesan dari ketiga orang itu, Clara, Fabian, dan tentunya Ervin. Dia tersenyum miris. Ingin sekali rasanya main di taman bermain bersama teman terdekat. Coba saja dia tidak dikurung di dalam toilet. Mungkin dia bisa ikut. Ara menelpon Clara.
"Halo," katanya.
"Kamu gapapa?" tanya Clara dengan nada khawatir. Dia sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Ara. "Tadinya Ervin mengajak kita pergi ke taman bermain. Aku tahu kamu sudah mendambakan hal ini sejak awal."
"Iya. Gapapa kok."
"Jawab pertanyaanku. Kamu baik-baik saja? Luka di mana lagi sekarang?" tanya Clara.
"Luka yang kudapat semalam lebih wajar daripada luka biasanya. Aku merasa mama lebih baik padaku sekarang," seru Ara senang.
"Apa itu termasuk baik?"
"Sure, I’m fine, Clara. I’m totally fine."
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella