Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

Enam siswa berharap-harap cemas menanti keputusan Pak Bambang sementara semua siswa sudah terlebih dulu memasuki hutan untuk mencari jejak. Termasuk Galih yang menjadi peserta pertama yang memasuki hutan bersama Luna.

Gisel, Andre, Doni, Ratna, Danu dan Sabina termasuk di dalamnya. Semua merapal doa di dalam hatinya agar mendapat pasangan sesuai keinginan. Gisel tentu saja berharap bisa bersama Danu sementara Andre dan Doni mengharap bisa bersama Gisel. Ratna pasrah karena ia yakin tidak ada yang menginginkan untuk bersamanya padahal Sabina berdoa agar dia bisa bersama Ratna. Semalam sudah cukup membuktikan jika satu tenda bersama Ratna tidaklah buruk. Ratna tidak banyak bicara. Sementara Danu tentu saja dia tidak ingin bersama Gisel dan juga Sabina, sejak kemarin mereka tidak bertemu. Sekalipun berpapasan mereka sama-sama membuang muka.

Pak Bambang mengamati jam di tangannya memastikan jika waktunya sesuai yaitu 15 menit setiap kelompok. "Selanjutnya, Doni dan ... Ratna."

Batin Doni mendesis tidak terima, sementara Sabina hanya pasrah, ia hanya bisa menunggu keputusan jika tidak bersama Andre pasti sama Danu atau Gisel

Ck neraka.

"Pak nggak boleh ganti pasangan?" Doni mengusulkan keberatannya.

"Ayo cepat jalan!" Pak Bambang tidak menggubris protes yang dilakukan Doni. Dengan terpaksa ia berjalan memasuki hutan disusul Ratna yang berlari kecil di belakangnya.

Menyusuri hutan sejauh 5 km sambil mencari bendera yang diletakkan di tempat tertentu.

"Selanjutnya Andre dan ... Gisel."

"Yah Bapak," keluh Gisel namun Pak Bambang memberi kode agar mereka cepat jalan. Tidak usah ditanya bagaimana Andre. Dia seperti baru saja memenangkan lomba makan es buah pak Larso. Terlihat semringah.

Udah seger dapet hadiah lagi. Rejeki nomplok.

Danu dan Sabina saling diam. Namun, dalam hati saling bersumpah serapah menyalahkan nasib.

"Nggak usah kesel gitu Sel, bedanya apa sih gue sama Danu?" Andre membuka percakapan dengan cewek yang terus saja menggerutu tidak jelas sejak memasuki hutan.

"Jelas beda lah, elo nggak punya kaca di rumah?" Cewek itu bersedekap angkuh.

"Elo nggak nyadar kalo Danu nggak ngerespon lu? Udah deh nyerah aja kenapa. Gue mau kok sama elo Sel."

Gisel memutar mata tanpa menanggapi Andre dengan perkataan ia mempercepat langkahnya menuju pertigaan di depannya, di sana ada anak panah tanda penunjuk jalan ke arah kiri.

"Sel gue serius!" Andre menarik tangan Gisel membuatnya berhenti tepat di dekat tanda itu. Andre mengubah posisinya menjadi di sampingnya.

"Apaan sih Ndre, gue nggak suka sama elo!" Gisel mendorong Andre kasar hingga membuatnya menabrak tanda yang terbuat dari papan kayu di belakangnya dan menyebabkannya tumbang. Raut wajah kecewa cowok itu tak terelakkan. Ia mengejar Gisel yang sudah meninggalkannya.

"Sel, kurangnya gue apa sih?"

"Banyak, gue cuma suka sama Danu. Titik."

"Ayo giliran kalian." Pak Bambang menginterupsi keduanya hingga akhirnya mereka memasuki hutan. Pak Bambang berbicara melalui handie talkie di tangannya memberitahu para pembimbing yang lain jika semua siswa sudah masuk hutan. Di setiap pos ada guru pembimbing yang berjaga memastikan semua siswa sudah melewatinya.

Tidak ada yang berbicara, hanya suara sepatu yang bergesekan dengan dedaunan kering yang terdengar saling bersahutan dari keduanya. Sabina memperbaiki tas gendongnya ia membawa keperluan yang mungkin saja akan berguna nanti. Termasuk roti sandwich dan susu kotaknya yang masih tersisa dua. Ia melihat Danu yang berjalan di depannya, cowok itu tidak membawa apapun.

"Belok mana, nih?" Danu berhenti di pertigaan ia tidak melihat tanda apapun. Hingga Sabi memutuskan mensejajarkan dirinya dengan Danu lalu melihat sekitar mencari-cari tanda.

"Kanan?" kata Sabina dengan nada bertanya ketika melihat tanda panah yang ambruk karena ulah Gisel dan Andre tadi. Mau tak mau ia harus bicara karena dalam kegiatan seperti ini memang dibutuhkan komunikasi juga kerja sama.

"Lo yakin?"

Sabina mengangkat kedua bahunya tak acuh membuat cowok itu menghela napas lelah.

"Itu kan tanda panahnya menghadap ke kanan."

"Ya udah kita ke kanan." Danu kembali memimpin di depan, menyusuri jalan setapak dengan tanaman belukar yang rimbun di samping kanan kirinya. Beruntung mereka berdua memakai celana panjang hingga tidak perlu khawatir kaki mereka tergores ranting atau daun yang mereka lewati. Mereka terus berjalan dalam diam sama sekali tidak curiga jika sebenarnya mereka sudah tersesat, jalan setapak sudah tidak terlihat sejak tadi. Hingga ketika Danu melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul 11 siang.

"Kayaknya kita salah jalan deh masak udah satu jam jalan nggak ada tanda apapun."

Sabina memutar tubuhnya, menjelajah sekitar dengan matanya, hanya ada pohon-pohon yang berdiri kokoh. Tidak ada tanda-tanda keberadaan pos penjagaan.

"Iya kayaknya."

"Balik lagi aja deh," ajak Danu.

Mereka kembali memutar jalan, namun tak kunjung menemukan jalan setapak yang mereka lalui tadi. Pohon-pohon tampak sama hingga membuat keduanya bingung. Mereka memutuskan beristirahat. Jamnya kini sudah menunjukkan pukul 12.

Danu menjambak rambutnya gemas, "Seharusnya tadi itu ke kiri!"

Sabina yang merasa disalahkan tidak terima. "Tadi tandanya mengarah ke kanan. Kamu kan lihat sendiri!"

Danu duduk di batang kayu yang tumbang ia mengambil ponsel di saku jaketnya.

"Nggak ada sinyal lagi. Coba liat HP lo ada sinyalnya nggak?"

Sabina yang masih berdiri menggelengkan kepalanya, "Nggak punya HP."

"Astaga Bi, hari gini elo nggak punya HP," ejek Danu kesal. Pertama dia kesal karena bersama Sabina, kedua ia kesal karena tersesat dan ketiga Sabin tidak bisa diandalkan.

Boro-boro buat beli hape, ada buat makan sama beli baju aja udah syukur.

Danu masih berusaha menangkap sinyal di ponselnya. Hingga berakhir pasrah kerena tidak ada hasil.

Cowok itu menghela napas, "Sekarang gimana?" Ia berusaha menurunkan egonya. Marah tidak akan menyelesaikan masalah.

Sabina duduk di atas tanah yang tertutupi dedaunan kering.

"Yang jelas nggak mungkin kita diem aja di sini, kan? Istirahat dulu nanti kita lanjut jalan."

Kalimat terpanjang yang pernah Danu dengar dari mulut Sabina.

"Jalan ke arah mana?"

Sabina mendongak ke atas melihat matahari yang tepat berada di atas kepala mereka, meskipun tertutup pohon-pohon yang menjulang tinggi. "Menurutku ke barat sih, kita kan bisa ngikutin arah matahari jadinya. Tapi belum kelihatan arah barat sebelah mana."

Danu mengangguk setuju, ia juga tidak begitu mengerti bagaimana cara bertahan hidup di hutan liar sepertinya ini. "Tunggu bentar lagi sampai matahari ke barat."

Hening, Danu masih mengecek ponselnya. Ia benar-benar menyerah dengan gadget itu dan memilih memasukkannya ke dalam saku jaketnya. Ia duduk di tanah bersandar batang kayu yang ia duduki tadi. Geriak perut Danu terdengar hingga membuat Sabina yang duduk di depannya menoleh ke belakang.

"Gue laper," ucap Danu ketika menyadari Sabina mendengar suara perutnya.

Cowok itu memejamkan matanya membayangkan aroma soto ayam pak Larso di kantin sekolahnya membuat air liurnya mengalir deras.

"Buat kamu." Sabina mengulurkan roti sandwich serta sekotak susu yang merupakan harta karunnya saat ini pada Danu.

"Elo nggak laper?" tanya Danu ketika menerima pemberian Sabina.

"Laper, tapi masih bisa tahan. Tinggal satu di tas buat nanti, habis itu nggak ada lagi." Sabina mengambil air mineral di tasnya yang ia bawa dari camp tadi dan meminumnya sedikit.

Ia harus berhemat air dan makanan.

"Bagi dua, ya?" tawar Danu, ia membuka kemasannya dan memotongnya menjadi dua bagian.

"Nggak buat kamu aja."

"Daripada elo pingsan nanti gue yang repot."

Sudut bibir Sabina berkedut ia ingin tersenyum tapi gengsi berkuasa atas segalanya jadi ia memutuskan untuk menerima sebagian roti itu. Danu sedikit merasa bersalah karena berpikir jika Sabina tidak bisa diandalkan, nyatanya ia bisa memperpanjang nyawanya meskipun hanya sebentar.

Sabina nggak sedingin yang gue bayangin, gue pikir dia bakalan sembunyiin bekalnya buat dia makan sendiri nyatanya dia rela menahan lapar buat gue.

"Sebenernya gue nggak suka rasa coklat, tapi lumayanlah daripada nggak ada." Danu berbicara sendiri hanya agar membuat suasana menjadi sedikit lebih cair. Sabina tidak menanggapinya ia memunggungi Danu dan asyik memakan roti kesukaannya.

Cowok itu memasukkan pipet ke dalam kotak susu kemudian meminumnya sedikit, ia benar-benar tidak begitu menyukai cokelat tapi mengingat susu bisa membuat kenyang maka ia memutuskan meminum setengahnya.

"Elo juga mau susunya?"

Sabina menoleh ke belakang, "Kamu aja yang habisin aku minum air putih aja."

"Gue nggak suka coklat Bi dan ini sisa setengah, nggak mungkin gue buang, kan?"

Sabina melirik susu kotak di tangan Danu ia menimbang-nimbang.

Dibuang sayang, tapi itu bekasnya Danu.

Akhirnya Sabina meraih susu itu, ia mencabut pipet dari sana dan membaliknya lalu memasukkannya lagi. Dengan santai ia meminumnya. Danu yang melihat Sabina hanya terkekeh dalam hati.

"Gue nggak penyakitan kok Bi."

Sabina mengangkat kedua bahunya sebagai respon, ia hanya tidak terbiasa meminum bekas orang lain. Apalagi bekas cowok, makhluk yang paling ia benci.

"Bi...-"

Sabina menoleh lagi ke belakang.

"Makasi, ya."

Cewek itu hanya mengangguk singkat.

.
.

Di sisi lain para guru dan panitia kemah tengah sibuk mencari keberadaan mereka berdua. Semuanya sudah kembali ke camp dan ketika diabsen mereka berdua tidak ada. Galih ikut masuk ke hutan mencari mereka sementara para siswa lainnya khawatir.

"Jangan-jangan dimakan singa," celetuk seorang siswi dengan wajah seperti ingin menangis.

"Jangan ngaco lo!" Gisel tidak terima seseorang berpikir buruk tentang cowok pujaannya. Andre dan Doni berusaha menelpon nomor Danu namun tidak aktif.

Sabi biarin dah ilang, asal bukan Danu.
.

.

"Kayaknya barat ke sana deh, ayo jalan keburu sore." Danu bangkit membersihkan menepuk-nepuk celananya yang kotor.

Danu berjalan lebih dulu dan Sabina menyusulnya. Tidak ada yang bicara hingga waktu yang cukup lama membuat Danu merasa sepi dan tidak nyaman.

"Bi, kok lo bisa beda gitu sih di sekolah sama di kedai?" Akhirnya coeok itu membuka suara.

Danu meraih sebatang kayu kering yang akan ia gunakan sebagai tongkat. Ia sedikit membersihkan ranting di sekitar kayu itu.

Sabina yang di belakangnya hanya diam, dia tidak mau berbagi urusan pribadinya dengan orang lain.

"Bi...,"

"Bukan urusanmu!"

"Yaelah Bi, kalo elo Sabi yang kayak di kedai kan lu bisa punya banyak temen nggak serem kayak biasanya."

"Kayak Gisel?" Sabina tergelak ringan "nggak makasih!"

"Ya nggak kayak Gisel juga, gue nggak suka sama dia. Minimal jadi yang normal-normal aja gitu. Lo nggak capek mainin dua peran?"

Capek kadang-kadang tapi kalo inget prinsip aku biasa aja.

Tidak ada tanggapan hingga waktu yang cukup lama, sesuatu yang mereka harapkan belum juga terlihat.

Berbagai pikiran buruk menghantui pikiran Danu.

Gimana kalo nggak bisa keluar dari hutan sampe malem?

Gimana kalo nggak bisa pulang?

Gimana kalo dimakan hantu?

Danu meraih kulit kayu yang tergeletak di atas tanah, seukuran dua jengkal telapak tangannya.

"Bi, lo nggak takut?"

"Takut apa?"

"Nggak bisa pulang trus hilang di sini."

"Takut ... aku takut ninggalin mamaku."

Sabina memejamkan matanya. Menyesal telah menjawab pertanyaan cowok di depannya. Ia merutuki dirinya sendiri.

"Mamamu di rumah itu juga? Gue nggak pernah lihat. Oh ya, gue tinggal di depan rumah kosong itu. Lo tinggal di situ?" Danu menoleh ke belakang sementara tangannya sibuk melobangi kulit kayu yang ia dapat tadi menggunakan batang kayu yang ia dapat sebelumnya.

"Nggak, di tempat lain!" jawab Sabina datar tanpa ingin memberitahu jika itu adalah rumahnya.

Jangan nanya lagi Nu, please. Sabina merapal doa.

"Di mana?"

Sialan!

"Bukan urusanmu!"

Danu mengangguk karena ia paham Sabina tidak ingin berbagi. Hening kembali membentang dan Danu tidak tahan akan hal itu. Ia meraih ponselnya lalu memutar lagu di playlist-nya kemudian memasukkan lagi kedalam sakunya. Sesekali ia ikut bersenandung sementara kedua tangannya kembali berkutat dengan ranting kayu.

Telah habis sudah, cinta ini tak lagi tersisa untuk dunia...

Sabina mendengkus remeh mendengar lirik yang Danu nyanyikan.

"Kenapa?" tanya Danu sambil mengeryit.

"Cinta itu cuma omong kosong. Awalnya doang manis ujung-ujungnya nyakitin," ujar Sabina sedikit menggebu, amarah terpencar di matanya.

"Pernah disakitin?"

Sabina diam. Tidak seharusnya ia membahas ini.

"Oke, kalo nggak mau jawab. Gue juga pernah disakiti. Gue pernah disakitin Clara, dia selingkuh sama sahabat gue, tapi gue yakin cinta itu bukan sekadar omong kosong belaka. Ada saatnya kita saling membutuhkan, tertawa bersama menangis bersama, saling mendukung,"

Sabina tergelak, "Ya, mungkin di awal emang manis gitu, tapi gimana kalo lama-lama berubah ujung-ujungnya nyakitin? Main fisik dan bikin cacat pasangannya? Apa itu namanya cinta? Semua cowok tu sama aja. Bullshit!"

"Kalem Bi, cepet tua ntar. Jangan dipukul rata gitu dong, gue lain kok nggak main fisik. Kalo gue udah cinta sama cewek gue bakal lindungi cewek itu, gue nggak bakal nyakitin dia kecuali dia yang memulai. Emang elo pernah dikasarin?"

"Udah nggak usah dibahas!"

Rasa penasaran yang sangat besar kembali mengusik hati Danu. Mengapa cewek itu seolah membenci laki-laki.

Akhirnya yang dibuat Danu selesai juga.

"Bi."

Danu memasang kulit kayu itu di wajahnya sembari menghadap ke arah Sabina secara tiba-tiba dan berteriak.

"I'm Groot!"

Ia mengacungkan ranting kayu di tangan kanannya ke atas. Sabina hanya menatapnya dengan tatapan cringe. Cukup lama hingga hanya suara daun yang saling bergesekan karena terkena embusan angin yang terdengar. Danu terlihat kikuk.

"Apaan sih?!" Sabina akhirnya mengeluarkan suara. Ia sama sekali tidak mengerti.

"Elo nggak tau?"

Gadis itu menggeleng.

"Astaga Sabi lo kemana aja? Lo nggak pernah nonton Guardian of the Galaxy?"

"Nggak!"

"Avengers?"

"Nggak!" Sabina melangkah mendahului Danu. "Cepetan keburu malem." Ia melihat matahari yang mulai condong ke barat.

Cowok itu membuang topengnya ke tanah, menatap hasil kerja kerasnya sejak tadi yang berakhir sia-sia. Ia berpikir jika mampu membuat Sabina tertawa nyatanya ia malah membuat dirinya sendiri terlihat konyol.

Danu melihat jam di ponselnya ketika ia mematika lagu yang sejak tadi berputar, sudah jam 4 gumamnya hampir tak bersuara. Sementara yang ia lihat di sekelilingnya hanya pemandangan yang sama sejauh mata memandang. Ia semakin gusar, kegusarannya bertambah ketika mendengar suara ribut di belakangnya hingga secara otomatis keduanya menoleh ke belakang dan terkesiap bersamaan.

"Sabina LARI!!"

Mereka berdua lari dengan kencang karena dikejar segerombolan babi hutan, seekor besar dan beberapa masih kecil. Suara guikan dari babi-babi tersebut terdengar semakin lama semakin dekat.

"Cepet, Bi!" seru Danu seraya sesekali melihat kebelakang.

Sabina melajukan kakinya sekencang mungkin.

"Naik pohon Bi!"

"Nggak bisa manjat!" Sabina terengah.

"Pokoknya harus bisa, lihat pohon di depan? Gue kanan lo kiri."

Dengan sigap Danu memanjat pohon sementara otak dan kaki Sabina tidak berjalan dengan sinkron ia tetap berlari dan para babi terus mengejarnya.

"Sabi, manjat pohon cepet!" teriak Danu kencang. Ia khawatir. Hingga tepat di depan Sabina jurang yang cukup curam, ada pohon besar yang condong ke arah jurang –hampir roboh. Tidak ada pilihan lain ia harus memanjat pohon itu. Namun, ketika ia menaiki batang pohon itu ia terpeleset dan terjerembab ke dalam jurang.

Gadis itu berteriak.

Danu yang masih berdiri di atas pohon terkejut jantungnya berdentum keras.

"SABI...!"

Jangan lupa vomment ????

Jangan lupa vomment ????

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
A Poem For Blue Day
205      154     5     
Romance
Pada hari pertama MOS, Klaudia dan Ren kembali bertemu di satu sekolah yang sama setelah berpisah bertahun-tahun. Mulai hari itu juga, rivalitas mereka yang sudah terputus lama terjalin lagi - kali ini jauh lebih ambisius - karena mereka ditakdirkan menjadi teman satu kelas. Hubungan mencolok mereka membuat hampir seantero sekolah tahu siapa mereka; sama-sama juara kelas, sang ketua klub, kebang...
Arion
1144      651     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
Harapan Gadis Lavender
2671      1212     6     
Romance
Lita Bora Winfield, gadis cantik dan ceria, penyuka aroma lavender jatuh cinta pada pandangan pertama ke Reno Mahameru, seorang pemuda berwibawa dan memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Lita mencoba mengungkapkan perasaannya pada Reno, namun dia dihantui oleh rasa takut ditolak. Rasa takut itu membuat Lita terus-menerus menunda untuk mengungkapkan perasaa...
Je te Vois
655      412     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Who Is My Husband?
14696      2775     6     
Romance
Mempunyai 4 kepribadian berbeda setelah kecelakaan?? Bagaimana jadinya tuh?! Namaku.....aku tidak yakin siapa diriku. Tapi, bisakah kamu menebak siapa suamiku dari ke empat sahabatku??
Wannable's Dream
40232      5952     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Sekotor itukah Aku
402      304     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Navia and Magical Planet
567      391     2     
Fantasy
Navia terbangun di tempat asing tak berpenghuni. Pikirnya sebelum dia dikejar oleh sekelompok orang bersenjata dan kemudian diselamatkan oleh pemuda kapal terbang tak terlihat bernama Wilton. Ah, jangan lupa juga burung kecil penuh warna yang mengikutinya dan amat berisik. Navia kaget ketika katanya dia adalah orang terpilih. Pasalnya Navia harus berurusan dengan raja kejam dan licik negeri ters...
Comfort
1288      566     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
Help Me to Run Away
2629      1178     12     
Romance
Tisya lelah dengan kehidupan ini. Dia merasa sangat tertekan. Usianya masih muda, tapi dia sudah dihadapi dengan caci maki yang menggelitik psikologisnya. Bila saat ini ditanya, siapakah orang yang sangat dibencinya? Tisya pasti akan menjawab dengan lantang, Mama. Kalau ditanya lagi, profesi apa yang paling tidak ingin dilakukannya? Tisya akan berteriak dengan keras, Jadi artis. Dan bila diberi k...