Read More >>"> BLACK HEARTED PRINCE AND HIS CYBORGS (The Back Hug) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - BLACK HEARTED PRINCE AND HIS CYBORGS
MENU
About Us  

Sepanjang jalan pulang setelah bertemu Mettasha tadi Rayyan masih terus kepikiran tindakan yang akan dilakukan. “Kenalan dengan anak kecil? Emang aku bisa ya??”

 

“Ya bisa lah! Main sama anak kecil gak susah kok.”

Sambil ngambil jus mangga di kulkas Yara menjawab keluh-kesah Rayyan di pagi-pagi buta begini. Selesai menuangkan jus ke dalam gelas yang tergeletak di meja dapur kotor yang melintang tak jauh dari kulkas Yara kembali memasukan handy cool ke dalam kulkas hingga tiba-tiba menghentikan gerakannya lalu bergegas nengok ke arah Rayyan, sementara Yara menggoyang-goyangkan handy cool ke udara.

“Yank, mau?”

“Eh! Rayyan mana?? Tadi duduk di si...”

Pandangan Yara masih sibuk mencari sosok Rayyan yang rupanya udah gak duduk di kursinya tadi, tiba-tiba...

“Enggak.”

Rayyan udah berdiri aja di belakang Yara. Tangan kiri Rayyan dengan mudahnya mendekap bahu Yara dari kiri melingkar hingga ke bahu kanannya. Refleks Yara kembali menghadap kulkas yang terbuka dengan wajah canggung. Rayyan mengambil handy cool yang dipegang Yara, memasukkan ke dalam kulkas, lalu mengambil roti dan selai.

“Tutup, Ra.”

“Ehh??” Yara mendadak tersadar dari lamunannya sekian detiknya lalu bergegas menutup kulkas, sementara Rayyan kembali duduk di tempatnya tadi.

“Kayaknya hari ini aku harus mulai ketemu anak Mettasha...”

“blablabla... Rayyan ngomong apa sih?? Tumben aku gak paham sama yang diobrolin Rayyan.”

Yara tau banget kalo otaknya sedikit kacau gara-gara perlakuan Rayyan yang mendekapnya dari belakang kayak tadi. Yara masih deg-degan. Walaupun mereka dari kecil serumah tapi untuk hal-hal skinship yang menurut Yara romantis kayak tadi adalah hal yang jarang banget terjadi.

“Ra, dengerin aku ngomong gak sih?”

Rayyan menghentikan ucapannya yang panjang lebar. Sambil mengerucutkan bibir dan mata sebalnya Rayyan langsung tak melanjutkan obrolannya.

“Didengerin kok. Sok aja ngomong lagi.”

Rayyan hanya mengangkat bibir ke sudut atas kirinya. Sebal.

“Yaelah... lu ngambek Ray? Cieee... Eray ngambek. Masih pagi buta udah cerewet trus ngambek. Kesambet nenek-nenek kalikali lu.”

Ucapan Yara sama sekali gak banyak merubah suasana hati Rayyan.

“Iya deh.. iya... gue temenin entar kalo lu mau kenalan sama anak Mettasha. Sore nanti?"

“DEAL!” jawab Rayyan dengan suara lantang sambil mengacungkan pisau selai langsung ke arah Yara yang duduk di depannya.

“Masya Alloh...! Ehh! Erayyy! B aja kenapa! Pisaunya bikin kaget!"

Dengan enaknya Rayyan tertawa melihat reaksi Yara yang emang beneran kaget.

“Untung gue gak jatoh!”

“HAHAHA...”

Suara tawa Rayyan tambah kencang, sementara lubang hidung Yara makin lebar gara-gara sebel ke Rayyan.

 

Selesai sarapan Rayyan kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke kantor. Sementara Yara bergegas mengambil handphone di atas meja sambil melihat ke arah kamar Rayyan. Memastikan kalo dia gak akan keluar selagi Yara menelfon Desi.

“Ngapain lu pagi-pagi udah nelfon gue?”

“Sttt... Gak mau tauhh, pokoknya lu harus jemput guehh ke rumah siang inihh. Kita berangkat ke cafe bareng yahh!”

“Apaan sih Ra pake mendesah-desah gitu suaranya.”

“Anjay! Gue takut kedengeran Rayyan! Dan ini berbisik, bukan mendesah!”

“Okehh... back to the point: Tumben banget sihh Ra, minta bareng. Kayak mau berangkat sekolah aja samper-samperan”

Di ujung telfon sana Desi garuk-garuk kepala sendiri. “Kenapa gue ngomongnya jadi ikutan bisik-bisik gini sih??”

“Gak usahhh bilang back hug kenapa sihhh!”

“Whatt?! Korslet nih anak!”

“EH! BUDEG.” Desi ngegas, tapi malah lanjut balik bisik-bisik lagi “Siapa lagihh yang bilang back hug! “Back to the point” orang gue ngomong jugak! “back! To! The! Po-Int!” Camkan!”

Desi merasa ada yang aneh dengan Yara nih! Pasti sekarang Yara lagi mirip orang bego alias susah mikir. “Kena korslet di gardu mana nih anak!”, batin Desi.

“Ok... Ok! Gue mencium bau-bau berita penting nih! Awas aja kalo lu bikin kecewa gue.”

“Gue jamin, gak bakalan.”

Setelah mematikan handphone Yara kembali melihat ke arah pintu kamar Rayyan dari lantai satu tempatnya kini berdiri. Merasa aman Yara cepat-cepat mengambil sapu dan kemoceng mulai beres-beres rumah dengan berusaha sewajar mungkin di depan Rayyan.

 

Beberapa jam kemudian terdengar seseorang memarkir mobil di depan garasi rumah. Yara bergegas membuka pintu, telinganya hafal betul dengan bunyi yang dihasilkan dari mobil Desi.

‘Pagi bu boss! Gak usah sampe jemput gue di depan pintu rumah gitu napa.”

Sambil melangkah ke arah Yara senyum cerah Desi menambah indah tampilannya yang udah fashionable. Kacamata hitamnya bertengger di atas kepala, sementara rambut sebahunya berguncang-guncang dengan lembut.

Tanpa babibu Yara langsung mencengkeram pergelangan tangan kanan Desi, menyeretnya ke dalam rumah lalu mendudukkannya di sofa ruang baca. Setelah mematikan tv Yara menuju kulkas. Mengambil handy cool dan dua mug. Sementara Desi sambil terdiam matanya tak lepas mengekor pergerakan Yara.

“Gue harus prepare sebelum lu terkejut.” Kata Yara sambil meletakkan bawaannya dari kulkas dan dapur.

Desi beringsut dari duduk santainya, berusaha menyesuaikan dengan atmosfer Yara.

“Ceritanya tadi malam lu tau kan gue pulang bareng Wildan, dia tadi malam bawa mobil karena hujan dan mau jemput gue. Di mobil kami banyak cerita. Salah satunya ajakan dia buat liburan bareng ke Bali satu minggu bulan depan. Lu tau gue gak bisa langsung mengiyakan. Gimanapun gue butuh ijn dari Rayyan. Dan selama ini gue gak pernah pergi lama sampai seminggu dengan orang lain selain Rayyan.”

“Bentar’, kata Desi menginterupsi. “Bulan depan?? Besok kan udah masuk tanggal satu?”

“Iya, tanggal dua puluh satu kata Wildan, tapi kalo gue ikut harus ada keputusan satu minggu ini. Balik ke cerita awal, selesai nganterin gue Wildan langsung pamit pulang. Gue yang udah capek trus lagian di luar hujan ya enak banget buat tidurtidur-tiduran si sofa. Eh! Guw ketiduran beneran. Jam sebelasan Rayyan baru pulang karena ketemu Mettasha dadakan. Gue tau dia pulang tapi gue mager, udah enak tidur gue. Yang gue rasain Rayyan ngerapihin rambut gue yang nutupin muka gue. Tiba-tiba dia gendong gue sampai kamar. Nyelimutin, trus dia keluar kamar gue. Gue yang setengah sadar setengah tidur kembali tertidur.”

Desi mendengarkan sambil mengerutkan kening, “Teruss??”

“Tadi Rayyan cerewet sepagian. Berisik banget galau mau kenalan sama anaknya Mettasha. Ya udah aja gue tawarin bantu, kasihan juga dianya ya kan?! Pas gue ngambil sarapan di kulkas tiba-tiba dia udah ada di belakang gue. Trus back hug gue sambil dia ngambil sarapan. Begonya gue tiap skinship apalagi yang romantis gitu bikin gue asli deg-degannya. Des, lu haus?”

Desi langsung menghentikan minumnya. Entah sejak kapan Desi membuka handy cool, bahkan jus di gelasnya udah hampir habis. Desi menenggak isi mug terakhirnya.

“Gue haus lu cerita hal yang mengejutkan gitu tapi nada bicara lu biasa banget!”

Desi 100% serius. “Ini asli makin seru!”

“Ra, kalo boleh jujur yang selama ini gue lihat masih sama kayak kalian dulu. Lu sama Rayyan emang saling suka. Cuma kaliannya aja yang pada gak peduli sama perasaan masing-masing.”

“Gue tau hal itu. Karena gue sendiripun masih tetap gak tau perasaan apa sebenarnya gue ke Rayyan. Selalu dekat sejak kecil bikin susah buat nyari tau perasaan apa sebenarnya yang lu punyai buat dia.”

“Perasaan lu gimana setelah Rayyan cerita mau kenalan sama putrinya Mettasha?”

“Gue biasa aja. Gue lebih excited sama anaknya Mettasha yang sepertinya imut dan lucu.”

“Lu serius?”

Desi berlahan kembali menyender ke sofa, sambil menatap Yara merasa gak yakin.

“Tapi Des, yang bikin asli gue bimbang. Tadi sebelum berangkat ke kantor...”

 

Flash back...

Sambil menenteng sepatu ke kursi balai depan rumah Rayyan langsung duduk untuk memakai sepatu. Yara ngedeketin buat ngingetin Rayyan bikin list belanjaan karena kebutuhan bulanan udah pada habis. Tiba-tiba Rayyan berdiri, terus megang bahu Yara.

Flash back end...

 

“Des, tumben-tumbenan dia cium kening gue trus meluk gue, tapi yang bikin sedetik kemudian kok gak enak banget pas gue denger kalimat Rayyan...”

 

Flash back...
Setelah mencium kening Yara tanpa menunggu detak waktu jadi menit Rayyan memeluk Yara, lalu Rayyan dengan gumaman yang masih mampu didengar jelas Yara: “Aku harus gimana? Syarat Mettasha kalo aku benar-benar mau sama dia aku harus ngelepasin kamu, Ra."

Setelah bercerita begitu Yara... Tanpa dikomando Desi langsung beranjak dari duduknya memeluk Yara yang duduk di sofa seberang. Yara nangis, sementara Desi hanya bisa menenangkan Yara sembari bingung harus gimana.

 

 

BERSAMBUNG...

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Aniek_Rizka

    @mugi.wahyudi Wuhuuu,,, Makasih buat pujiannya. Lanjutin nih menyebalkannya. :D

    Comment on chapter Ide Gila
  • mugi.wahyudi

    Amat sangat perlu dilanjutkan. Anti-mainstream emang seringnya menyebalkan

    Comment on chapter Ide Gila
  • Aniek_Rizka

    @Dewiagita26 makasih... :)

    Comment on chapter Rayyan Pratama
  • Dewiagita26

    NEXT NEXT NEXT!!!

    Comment on chapter Rayyan Pratama
Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
Letter hopes
888      496     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
in Silence
408      283     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Rinai Hati
488      258     1     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
I have a dream
270      221     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
School, Love, and Friends
16505      2601     6     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
Hati Yang Terpatahkan
1843      836     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Meja Makan dan Piring Kaca
48380      6940     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Kisah yang Kita Tahu
5107      1446     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...