Resmi Tapi Rahasia
Tidak ada pengumuman. Tidak ada status di Instagram. Tidak ada update story pakai emoji hati.
Tapi mulai hari itu, setiap kali Cindy datang ke kampus, ada satu hal yang berubah.
Binder-nya tidak pernah jatuh lagi.
Soalnya... ada Christian yang sigap menahan sebelum jatuh.
Dan setiap kali dia berjalan keluar kelas, ada bayangan seseorang yang jalan lebih dulu untuk memastikan jalanan bebas dari genangan air (karena Cindy pernah kepleset dan menabrak papan pengumuman).
Popi (menguping dari belakang):
"Fix. Kalian udah jadian. Tapi kayak lagi main Mission Impossible."
Cindy (sambil menoleh ke Christian yang duduk agak jauh):
"Dia bilang... pengin ini jadi rahasia dulu. Biar kita nikmati perlahan."
Popi:
"Nikmati apanya sih, Cin? Ini rahasia banget sampai aku aja nyaris gak tahu."
Cindy (senyum-senyum sendiri):
"Tapi rasanya kayak punya dunia sendiri."
---
Cewek Bernama Kayla
Hari itu, Christian terlihat berbeda.
Dia tampak lebih pendiam, bahkan tidak menyenggol binder Cindy sekalipun. Aneh.
Dan saat keluar dari kelas, Cindy melihat seorang perempuan tinggi, rambut lurus panjang warna burgundy, pakai kacamata hitam walau langit mendung.
Cewek itu berdiri di samping Christian, menepuk bahunya pelan.
Kayla (dengan suara datar tapi tajam):
"Kita perlu bicara. Sekarang."
Christian:
"..."
Cindy (dari kejauhan):
Siapa itu...?
Popi, seperti biasa, muncul tiba-tiba.
Popi:
"Cin. Itu... mantan dia."
Cindy (terdiam):
"...hah?"
Popi (nada cepat):
"Mantan kak Christian dari kampus lamanya. Dulu dia yang mutusin, tapi cewek itu gak pernah nerima. Katanya masih nganggep mereka cuma ‘jeda sementara’. Alias... pause, bukan stop."
Pikiran Cindy Kacau
Cindy tidak marah. Tapi juga tidak tenang. Christian tidak menjelaskan apapun. Dan ketika dia melihat Christian ngobrol di bawah pohon dengan cewek itu... Cindy merasa seperti layar laptop yang tiba-tiba freeze.
Popi:
"Cin, kamu masih hidup?"
Cindy (suara pelan):
"Barusan... aku mau nulis namanya pakai glitter lagi. Tapi... kok rasanya kayak patah ujung pulpen, ya?"
---
Konfrontasi Tak Resmi
Di taman, sore hari, Christian akhirnya muncul.
Christian:
"Kamu ngilang seharian."
Cindy:
"Kamu juga."
Christian:
"Kamu ngambek?"
Cindy (berusaha cuek):
"Nggak. Aku... realistis aja. Kamu kan punya masa lalu. Dan aku nggak pengen jadi pengganggu."
Christian (mendekat pelan):
"Cindy."
Cindy (menunduk):
"Iya?"
Christian:
"Aku nggak suka gangguan. Tapi aku suka tantangan."
Cindy:
"Jadi aku... tantangan?"
Christian (senyum miring):
"Dan kamu menang. Gak ada yang bisa bikin aku lupa mantan... sampai kamu muncul."
Cindy:
"Yakin bukan karena aku ceroboh dan penuh kekacauan?"
Christian:
"Justru itu. Kamu bikin hidupku... hidup
Cewek Itu Datang ke Cindy
Kayla berdiri menyilangkan tangan, rambutnya berkibar dramatis. Cindy baru pulang dari koperasi bawa kardus berisi makanan ringan.
Kayla pura-pura ramah, menyodorkan tangan.
Kayla:
"Kamu Cindy, ya? Kamu manis, ya."
Cindy:
"..."
Kayla (senyum dingin):
"Semoga kamu bisa tahan ya... sama semua sisi Christian. Termasuk sisi yang paling kamu gak kenal."
Cindy yang kaget tapi tetap kalem—karena dia tahu... pertarungan belum selesai.
Polos Itu Strategi, Bukan Kepribadian
Kayla (senyum sinis):
"Kayaknya kamu belum tahu banyak soal Christian, ya?"
Cindy (menyipitkan mata, menaruh kardus):
"Contohnya?"
Kayla:
"Dia tuh nggak sesempurna yang kamu kira. Kadang dia impulsif, susah dipahami, dan... suka nutup-nutupin masalah."
Cindy (angkat bahu):
"Trus? Itu kekurangan? Aku kira itu manusia."
Kayla (sedikit kehilangan arah):
"Kamu nggak takut? Dia bisa tiba-tiba berubah lho. Dulu dia ninggalin aku tanpa penjelasan."
Cindy (sambil mengeluarkan satu bungkus ciki):
"Kalau kamu ditinggal tanpa penjelasan, kemungkinan besar kamu yang gak ngerti tanda-tanda."
Kayla:
"Kamu ngerasa cukup... layak buat dia?"
Cindy (mengunyah pelan):
"Enggak. Tapi dia yang milih aku, jadi... itu masalah dia sih, bukan aku."
Kayla:
"Dia bisa aja balik ke aku kapan aja."
Cindy (senyum manis, mata tajam):
"Kalau dia balik, aku gak bakal tahan. Soalnya aku gak pernah tahan lihat orang nyari tempat yang dia sendiri udah tahu bukan rumah."
Kayla (kaget, tersenyum masam):
"Kamu bukan cewek polos, ya?"
Cindy (angkat alis):
"Polos itu strategi. Biar aku gak capek jelasin ke orang-orang kayak kamu, kenapa aku tetap bisa berdiri bahkan pas diserang."
---
Malam Hari – Kamar Kos
Cindy duduk di depan laptop, wajahnya datar. Popi muncul sambil bawa teh hangat.
Rani:
"Cin, kamu oke?"
Cindy:
"Aku ketemu mantan kak Christian tadi. Dia pikir aku akan takut."
Popi (panik):
"Hah? Trus kamu ngapain?! Nangis? Lari? Ceramahin dia?"
Cindy (sambil ketik tugas):
"Nggak. Aku kasih dia pelajaran."
Popi:
"Hah? Yang kayak gimana?"
Cindy:
"Bahwa cewek kayak aku gak main di level yang sama sama dia. Karena aku mainnya di papan catur. Dan dia masih sibuk cari pion."
---
Chat dari Christian
π± Christian:
Dengar-dengar kamu ketemu Kayla.
π± Cindy:
Iya. Dia bawa drama, aku bawa strategi.
π± Christian:
Kamu takut?
π± Cindy:
Lah.. aku justru nunggu kapan dia datang. Aku penasaran, seberapa besar kekacauan yang bisa aku peluk dari kamu.
π± Christian:
Kamu yakin? Aku gak sebersih kelihatannya.
π± Cindy:
Kamu bukan putih bersih. Tapi kamu nyata. Dan aku pilih nyata.
Kenyataan yang Kupilih
Scene: Senja di taman belakang fakultas.
Christian duduk di bangku panjang, satu tangan memainkan gantungan kunci di jemarinya. Cindy muncul dengan dua gelas minuman plastik, satu ia sodorkan padanya.
> “Es coklat buat Kakak yang selalu kelihatan kayak karakter utama drama gelap.”
Christian menoleh, tersenyum miring.
> “Aku lebih kayak karakter figuran yang muncul buat ngacak-ngacak hidup tokoh utama.”
> “Sayangnya, aku penulis cerita ini,” Cindy duduk di sampingnya, “dan aku udah pilih kamu buat tetap di dalamnya.”
Christian diam sesaat.
> “Aku nggak pernah cerita ke siapa-siapa soal Kayla. Karena aku pikir masa lalu itu harus dikubur.”
> “Tapi kalau lukanya belum sembuh, kuburannya bisa bocor, Kak.”
Ia tertawa pelan, getir.
> “Aku pernah sayang. Tapi aku juga pernah egois. Aku ninggalin dia pas dia butuh jawaban. Aku takut. Bukan karena dia—karena diriku sendiri.”
> “Dan sekarang?” Cindy menatapnya lurus.
> “Sekarang aku masih takut. Tapi kalau kamu yang berdiri di depanku, aku gak pengin lari.”
Cindy mengangguk, lalu menyesap minumannya.
> “Aku ketemu Kayla lagi tadi siang.”
Christian langsung menegang.
> “Dia ngomong apa?”
> “Banyak. Tapi intinya dia kira aku bakal mundur.”
> “Dan kamu?”
Cindy menoleh dengan tenang.
> “Aku bilang ke dia... kamu bukan rumah yang nyaman, tapi kamu nyata. Dan kadang, kita cuma butuh tempat berteduh sebentar—asal nggak bohongin diri sendiri.”
Christian terdiam, menatap Cindy lama, seolah menghafal bentuk wajahnya.
> “Kamu gak takut aku berubah pikiran?”
> “Kamu boleh berubah pikiran. Tapi aku juga boleh bertahan, Cinta itu bukan soal siapa yang paling bersih, tapi siapa yang paling berani kotor bareng.”
---
Kosan Malam Hari
Popi mengguling ke tempat tidur Cindy.
> “GILA. Aku kira kamu bakal nangis atau monolog di kamar mandi kayak biasanya.”
> “Ran... aku udah bukan Cindy semester satu yang suka nulis nama orang di binder.”
> “Tapi kamu masih nulis di note HP, kan?”
> “Itu... bagian dari riset.” Cindy nyengir.
> “Jadi, kamu masih yakin sama Christian?”
Cindy menatap langit-langit.
> “Aku yakin aku gak akan nyerah cuma karena masa lalu orang.”
> “Kayla udah nyerah?”
> “Dia nggak pernah ikut permainan, dia cuma pengin ngacak-ngacak papan.”
> “Terus kamu?”
> “Aku pemain utama, Pi... Dan sekarang, aku tahu cara mainnya.”
---
Esok Hari, Koridor Kampus
Kayla berdiri di sisi koridor, ragu-ragu. Ia melihat Christian berjalan menghampiri Cindy yang sedang duduk membaca.
Cindy menoleh dan tersenyum santai saat Christian datang, lalu berdiri menyambut.
Christian menggenggam tangannya.
> “Kita bareng, ya?”
Cindy mengangguk.
> “Kita bareng. Tapi jangan berharap aku manis setiap hari.”
Christian terkekeh.
> “Aku nggak minta manis. Aku cuma minta kamu tetap di sini.”
Dari kejauhan, Kayla menatap. Tapi kali ini, tak ada sinis, tak ada ancaman. Hanya tatapan kalah yang perlahan mundur.
Sampai akhirnya ia berbalik, meninggalkan kisah yang memang tak pernah miliknya.