Loading...
Logo TinLit
Read Story - A Tale of a Girl and Three Monkeys
MENU
About Us  

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Agni benci tanggal merah. 

Karena hari libur itu, Agni tidak bisa lari ke sekolah ketika Bude Ratmi ada di rumah.

Dan sejak itu neraka akhir pekannya dimulai. 

Ibunya Agni masih bekerja di klinik selama tanggal merah. Bahkan hari ini saja dia harus membantu dua ibu hamil untuk melahirkan. Sementara ayah Agni, Arjuna… Dia juga tidak pernah nyaman kalau ada Bude Ratmi di rumah. Masalahnya, Bude Ratmi sangat… touchy

Entah karena memang begitu gayanya, atau karena dia memang ingin mendapat perhatian dari Arjuna. Yang jelas Agni bisa melihat itu membuat ayahnya tidak nyaman. 

Pagi itu, Indira sudah pergi ke klinik. Arjuna terlihat menyiram tanaman di depan rumah. Dan dengan telaten membersihkan tanaman dari gulma yang mulai muncul. Bude Ratmi muncul di teras melihat-lihat tanaman. 

“Wuah… enak ya Mas terasnya. Rajin banget lo Mas ini ngerawat tanamannya,” kata Bude Ratmi dengan suara mendayu.

Arjuna hanya tersenyum canggung dan menoleh, masih sibuk berjongkok mencabuti gulma di salah satu pot. 

Agni yang sedang menyapu teras, alisnya terangkat sedikit. Ganjen, gerutunya. 

Tanpa peringatan, Bude Ratmi meremas bahu Arjuna. Arjuna tersentak kecil, lalu tubuhnya menegang dan detik kemudian rahangnya mengeras. 

“Udah ngopi belum Mas? Biar saya buatin,” kata Bude Ratmi manis. 

Tanpa sadar Agni mengernyit jijik. Rasanya ia ingin melempar sapu di tangannya ke muka perempuan itu. 

Arjuna lalu menggeleng pelan. “Enggak Mbak. Makasih. Habis ini mau keluar juga.” Arjuna lalu bangkit berdiri, dengan tenang membereskan selang, lalu pergi keluar melewati pagar. 

Agni bersumpah yakin melihat gurat kecewa di wajah Bude Ratmi dan itu membuatnya semakin ingin menaboknya dengan sapu. Tahan… tahan…inget orang tua, pikir Agni berusaha bersabar. Meskipun ia tidak yakin apakah orang tua semacam ini masih pantas dihormati atau tidak. 

Dan bukan hanya Arjuna yang merasa tidak nyaman. Sagara juga berusaha menjaga jarak dari Bude Ratmi dan anak ceweknya, Dena. Sagara sudah berkali-kali mengatakan dia sudah punya pacar. Tapi Bude Ratmi seperti masih saja berusaha menjodohkan mereka berdua. Ketika Sagara duduk di meja makan pagi itu, membaca bukunya dan menyesap teh. Dena mendadak duduk di sebelahnya, berusaha mengajaknya bicara. 

Agni bisa lihat Sagara merasa sangat terganggu. Ia hanya menjawab singkat, menutup bukunya pelan, lalu kembali ke kamar. 

Masalahnya, itu artinya satu hal—Agni sekarang sendirian di luar kamar. Dan itu membuat Dicky—anak laki-laki Bude Ratmi—merasa bebas mengamatinya dengan cara yang sangat salah.

Indira masih di klinik. Arjuna belum kembali. Bumi belum pulang. Dirga dan Sagara mengurung diri di kamar. Dan Agni harus menghadapi semuanya sendiri.

Setelah selesai membersihkan rumah, Agni pergi ke teras samping untuk menjemur pakaian. Ia membuka pintu mesin cuci, menarik baju-baju basah satu per satu, dan menjemurnya sambil mengelap peluh dari lehernya.

Lalu, ia merasakan sesuatu.

Pandangan.

Ia menoleh pelan. Dicky duduk berselonjor di dipan kayu di bawah pohon, menatapnya.

“Lagi nyuci, Ni?” tanyanya, nada suaranya dibuat seramah mungkin.

Agni hanya mengangguk kecil. Tidak ingin membalas tatapan matanya.

“Mau dibantuin enggak?”

Agni menggeleng, tetap fokus menjemur pakaian. Tapi saat ia menggantung branya di tali jemuran, telinganya menangkap gumaman yang sangat jelas.

“Ohh… segitu ukurannya.”

Tubuh Agni langsung menegang.

Tangannya mengepal. Jantungnya berdetak cepat, adrenalin menyapu seluruh tubuh.

Tanpa pikir panjang, Agni buru-buru menjemur semua pakaian tersisa dengan gerakan tergesa dan kasar. Ia bahkan tak sempat membereskan ember dan keranjang cuci. Setelah selesai, ia berbalik, masuk ke rumah dengan langkah cepat.

Menjauh sejauh mungkin dari cowok aneh itu.

 

***

Karena tatapan Dicky yang membuatnya terus-menerus merasa tidak aman, hari Jumat itu Agni akhirnya berusaha lebih banyak mengurung diri di kamar. Lagi-lagi, rencananya untuk membuat macaron harus tertunda.

Lagipula, ia nyaris tak punya waktu untuk bereksperimen di dapur. Bude Ratmi tak henti-hentinya memberikan perintah.

Setiap kali Agni hendak masuk ke kamarnya, suara nyaring itu selalu memanggil lebih dulu.

“Agni, rumah enggak disapu lagi? Nyapu tuh dua kali, pagi sama sore, biar bersih!”

Atau,

“Agni, ini kamar mandi kotor banget! Kamu enggak pernah bersihin, ya? Masa ada anak gadis, kamar mandi rumah jorok begini?”

Sore itu, Agni berjongkok di kamar mandi. Entah untuk keberapa kalinya hari itu, ia menyikat lantai yang sama. Menurut Bude Ratmi, lantai itu masih belum bersih. Peluh mengalir di pelipisnya, punggungnya mulai terasa nyeri karena terus-menerus menunduk dan menggosok tanpa henti.

Ketika akhirnya selesai, Agni menjatuhkan diri duduk bersandar di depan kamar mandi. Napasnya masih memburu, dan tulang pinggangnya terasa pegal luar biasa.

Bude Ratmi muncul, mengambil handuk dari rak, dan bersiap mandi. Saat melihat Agni duduk kelelahan, ia berdecak pelan.

“Kok malah males-malesan, Ni... Udah sore begini kamu enggak masak? Kasihan Mama kamu nanti pulang enggak ada makanan.”

Nada suaranya santai seolah tak menyadari atau tak peduli pada keringat yang masih membasahi dahi Agni. Ia melenggang masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya begitu saja.

Sementara itu, Agni hanya bisa menggenggam sikat di tangannya erat-erat. Berusaha sekuat mungkin menahan keinginan mendesak untuk melemparkannya ke pintu kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, setelah duduk cukup lama untuk menenangkan diri, Agni perlahan berdiri. Saat ia berjalan melewati dapur, suara pintu depan terbuka. Arjuna masuk sambil membawa sebungkus besar makanan. Aroma ayam panggang rempah langsung memenuhi udara.

“Ayo, Ni. Makan. Papah beli nasi kebuli,” katanya sambil mengangkat tempat makan berisi ayam panggang dan nasi hangat.

Wajah Agni seketika tampak lebih cerah.

“Oke, Agni mandi dulu,” jawabnya.

Ia menyajikan makanan itu ke meja makan, lalu masuk ke kamar untuk mengambil baju ganti. Saat kembali ke kamar mandi, Bude Ratmi sudah keluar. Handuknya ditaruh sembarangan di rak jemuran. Ia berjalan begitu saja ke meja makan, seolah tak terjadi apa-apa.

Agni membuka pintu kamar mandi.

Lantai yang tadi sudah ia gosok hingga bersih kini kembali kotor. Rambut basah menggumpal di tutup saringan. Ada lendir ludah menempel di lantai. Shower tidak dikembalikan ke tempatnya.

Agni menutup mata, menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan semua yang menggelegak di dada. Namun tanpa bisa ia tahan, akhirnya ia membenamkan kepalanya ke dalam bak mandi, dan berteriak sekuat tenaga ke dalam air, “ANJING!!”

 

***

Agni membersihkan kamar mandi lagi karena jejak-jejak menjijikkan yang ditinggalkan Bude Ratmi. Baru setelahnya, ia bisa mandi.

Begitu keluar dari kamar mandi, ia mendengar suara obrolan dari arah meja makan.

Sepertinya Mamanya sudah pulang.

Agni menjemur handuk, lalu berjalan ke arah meja makan.

“Agni, tolong panggil Gara. Nanti dia lupa makan,” kata Indira ketika Agni baru saja menarik kursi dan duduk.

Agni menghela napas keras. Dengan enggan, ia berdiri kembali dan berjalan ke kamar Sagara. Ia mengetuk pintu dengan tidak sabar.

Pintu terbuka. Sagara muncul dengan rambut berantakan dan mata masih sayu—jelas baru bangun tidur.

“Disuruh makan sama Mama,” kata Agni ketus, lalu berbalik pergi tanpa menunggu jawaban.

Dia tidur. Enak banget. Udah kayak tuan muda. Gue seharian kerja kayak babu, enggak ditawarin makan tuh sama si Nyonya.

Saat kembali ke meja makan, Agni melihat Dirga baru datang. Ia duduk sambil menunduk ke ponselnya, jari-jarinya sibuk mengetuk layar game.

Indira tengah memberikan piring berisi nasi kebuli dan potongan dada ayam kepada Arjuna. Lalu, dengan hati-hati, ia menyendok nasi kebuli ke piring lain dan menaruh sepotong paha ayam besar di atasnya. Piring itu diletakkan di tempat duduk yang biasa ditempati Sagara.

Indira menoleh ke Dirga. “Dirga, makan. Jangan main terus. Taruh dulu itu HP-nya.”

“Iyaa...” Dirga mengeluh malas. Tapi ia akhirnya menaruh ponsel itu di meja. Indira menyodorkan piring berisi nasi kebuli, dan Dirga langsung merobek paha ayam satunya dari ayam utuh yang tersisa.

Agni baru hendak menyendok nasi kebuli ketika ia menyadari—yang tersisa hanya segenggam.

Ia menatap nasi itu dengan mata kosong.

“Yah... nasi kebulinya tinggal dikit ya?” kata Indira tanpa nada bersalah. “Kamu tambahin pakai nasi putih aja, Ni. Tadi masak nasi kan? Mama juga makan nasi putih aja kok. Tolong ambilin ya.”

Agni tak berkata apa-apa. Ia berdiri dan mengambil nasi putih—satu piring untuk Mamanya, satu untuk dirinya.

Saat ia kembali ke meja, satu-satunya bagian ayam yang tersisa di atas piring saji hanyalah... sayap.

Semua orang dewasa sibuk mengobrol, tertawa, dan larut dalam percakapan masing-masing. Tak ada yang peduli.

Tenggorokannya tercekat. Matanya terasa panas. Punggungnya masih nyeri karena seharian bekerja, namun yang paling menyakitkan adalah sesak yang menghimpit dadanya.

Agni mengelap air yang mengambang di pelupuk mata.

Ia menarik napas panjang, mengambil potongan sayap ayam itu, menggigitnya, dan mulai menyendok nasi putih hambar ke mulutnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tembak, Jangan?
254      213     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
Slash of Life
8335      1760     2     
Action
Ken si preman insyaf, Dio si skeptis, dan Nadia "princess" terpaksa bergabung dalam satu kelompok karena program keakraban dari wali kelas mereka. Situasi tiba-tiba jadi runyam saat Ken diserang geng sepulang sekolah, kakak Dio pulang ke tanah air walau bukan musim liburan, dan nenek Nadia terjebak dalam insiden percobaan pembunuhan. Kebetulan? Sepertinya tidak.
MANITO
985      723     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Pacarku Arwah Gentayangan
5772      1734     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Dunia Alen
5644      1664     2     
Romance
Alena Marissa baru berusia 17 belas tahun, tapi otaknya mampu memproduksi cerita-cerita menarik yang sering membuatnya tenggelam dan berbicara sendiri. Semua orang yakin Alen gila, tapi gadis itu merasa sangat sehat secara mental. Suatu hari ia bertemu dengan Galen, pemuda misterius yang sedikit demi sedikit mengubah hidupnya. Banyak hal yang menjadi lebih baik bersama Galen, namun perlahan ba...
Perahu Waktu
421      287     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
From Ace Heart Soul
586      353     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
Lingkaran Ilusi
10025      2156     7     
Romance
Clarissa tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Firza Juniandar akan membawanya pada jalinan kisah yang cukup rumit. Pemuda bermata gelap tersebut berhasil membuatnya tertarik hanya dalam hitungan detik. Tetapi saat ia mulai jatuh cinta, pemuda bernama Brama Juniandar hadir dan menghancurkan semuanya. Brama hadir dengan sikapnya yang kasar dan menyebalkan. Awalnya Clarissa begitu memben...
Drifting Away In Simple Conversation
435      302     0     
Romance
Rendra adalah seorang pria kaya yang memiliki segalanya, kecuali kebahagiaan. Dia merasa bosan dan kesepian dengan hidupnya yang monoton dan penuh tekanan. Aira adalah seorang wanita miskin yang berjuang untuk membayar hutang pinjaman online yang menjeratnya. Dia harus bekerja keras di berbagai pekerjaan sambil menanggung beban keluarganya. Mereka adalah dua orang asing yang tidak pernah berpi...
Isi Hati
496      351     4     
Short Story
Berawal dari sebuah mimpi, hingga proses berubahnya dua orang yang ingin menjadi lebih baik. Akankah mereka bertemu?