Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Sore itu, kami pulang agak larut dari studio podcast. Langit sudah berganti warna menjadi kelabu tembaga, dan udara Jakarta mulai dingin, menusuk tengkuk. Aditya tidak banyak bicara di jalan. Langkahnya berat, seperti orang yang tahu apa yang menunggunya di rumah.

Aku terguncang sedikit saat ia mempercepat langkah naik ke teras rumah. Di dalam, suara televisi menyala keras. Tapi ada suara lain yang lebih menusuk: suara Pakde.

"Nilai Matematika kamu yang kemarin ini beneran, Dit? Dua koma lima?"

Hening sejenak.

Aditya menaruhku di dekat kursi kayu. Ia berdiri di depan Pakde, tak menjawab. Aku bisa melihat kakinya bergerak gelisah, satu tangan menggenggam ujung kaus.

"Belajar buat apa sih kamu kalau gini terus? Malah bikin podcast, main komputer tiap malam, sibuk ngurusin anak-anak galau!"

Suara Pakde naik.

Aku mendengar suara sendok jatuh dari dapur. Mungkin Nenek ada di sana, tapi tak ikut campur.

Aditya masih diam. Tapi aku bisa merasakan dadanya naik turun lebih cepat.

"Denger, minggu depan Pakde udah daftarin kamu ke Bimbel Inten. Intensif. Dari Senin sampai Sabtu. Pulangnya jam sembilan malam. Nggak ada waktu buat main-main podcast-podcastan itu."

Dan pada situasi itu, sudah pecah.

“Pakde gak ngerti!” suara Aditya akhirnya keluar. Serak. Patah. "Podcast itu bukan main-main! Aku nemu diri aku justru dari situ. Dari dengerin orang lain. Dari cerita."

Pakde bangkit berdiri. "Nemu diri kamu? Nilai kamu jeblok, Dit! Kamu kira dunia peduli sama 'nemu diri'? Dunia itu nilai, rangking, IPK, kerja bagus, gaji tetap!”

Suara keras itu seperti menampar dinding rumah.

Aku membayangkannya. Dan Aditya juga. Tapi bukan karena takut. Melainkan karena kalimat itu terlalu familiar. Terlalu sering dia dengar. Dan terlalu sering ia telan mentah-mentah, sampai ia percaya bahwa hidupnya hanya bisa diukur dari angka.

Pakde berjalan ke kamar, akhirnya terjadi. Sisa rumah jadi sunyi. Hanya suara iklan dari televisi dan detak jam tua di dinding.

Malam itu, Aditya duduk lama di teras. Dia tidak berkata apa-apa. Ia menaruh laptop di pangkuannya, tapi tidak membukanya. Jurnal kecilnya juga hanya diam di genggaman.

Lalu, Nenek keluar dengan selimut dan secangkir susu hangat.

“Minum dulu, Dit.Biar hangat.”

Aditya tersenyum kecil, lalu menatap langit.

"Nek... Dulu aku kira cita-cita itu soal profesi. Kayak, jadi dokter, insinyur, arsitek. Tapi sekarang aku bingung. Yang aku suka malah nggak bisa dijelasin pakai nilai. Podcast, nulis, dengerin orang."

Nenek duduk di sampingnya. “Dulu, cita-cita Nenek cuma satu. Bikin anak-anak Nenek bisa tidur dengan tenang. Tapi zaman berubah, cita-cita juga ikut berubah. Dan itu nggak apa-apa.”

Ia mengusap punggung Aditya perlahan.

“Yang penting kamu tidak kehilangan dirimu dalam proses.”

Keesokan harinya di sekolah, wajah Aditya tampak lebih letih dari biasanya. Ia tidak langsung bergabung dengan Teman Pagi saat istirahat. Ia duduk sendiri di tangga belakang mushola, tempat ia dulu sering menyendiri.

Aku merasakan ada yang sedang dipertaruhkan.

Kemudian Raka datang—dengan rambut yang setengah acak dan hoodie lusuh seperti biasa. Ia duduk tanpa berkata-kata. Lalu mengeluarkan dua kotak susu coklat dari tasnya.

“Satu buat lo. Satu buat gue. Nggak usah ngomong, gue juga capek.”

Aditya mengambil kotak itu. Hening beberapa saat.

“Ada berapa orang yang percaya sama kita, Ka?” tanya Aditya tiba-tiba.

“Sedikit,” jawab Raka sambil menyedot susu. “Tapi cukup.”

Aditya tertawa kecil. Bukan karena lucu. Tapi karena lega.

Hari itu, Aditya menulis sesuatu di jurnalnya sebelum pulang.

"Mereka bisa mengambil nilai gue, waktu gue, bahkan channel gue kalau perlu. Tapi jangan minta gue buang hal-hal yang bikin gue inget siapa diri gue."

Ia menaruh jurnal itu ke tugasku, seperti biasa. Tapi kali ini, dengan tambahan kecil: selembar kertas dari Nenek, berbunyi:

“Boleh gagal, tapi jangan sampai hilang.”

Dan aku tahu—perjuangan Aditya belum selesai. Tapi ia mulai tahu medan perang yang sebenarnya: bukan soal mengalahkan dunia, tapi soal tidak menyerah untuk mengenali dirinya di tengah dunia yang tak selalu mau mendengarnya.

*** 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My First love Is Dad Dead
94      85     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
I Found Myself
83      76     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
DARI NOL KE SERAGAM
118      8     2     
Romance
Aku selalu percaya, jika kita menemani seseorang sejak awal, sejak dia belum punya apa-apa, maka saat dia berhasil kita akan menjadi orang pertama yang ia peluk. Nyatanya, aku salah. Aku bersamanya sejak masih memakai seragam abu-abu putih. Menjadi telinga untuk semua keluhannya, menjadi tangan yang mendorongnya bangkit saat dia hampir menyerah, menjadi bahu yang ia sandari saat dunia teras...
Fragmen Tanpa Titik
69      63     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Can You Hear My Heart?
871      504     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
Menanti Kepulangan
79      73     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Switch Career, Switch Life
689      548     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Winter Elegy
930      608     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Let Me be a Star for You During the Day
1397      774     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Sebab Pria Tidak Berduka
197      161     1     
Inspirational
Semua orang mengatakan jika seorang pria tidak boleh menunjukkan air mata. Sebab itu adalah simbol dari sebuah kelemahan. Kakinya harus tetap menapak ke tanah yang dipijak walau seluruh dunianya runtuh. Bahunya harus tetap kokoh walau badai kehidupan menamparnya dengan keras. Hanya karena dia seorang pria. Mungkin semuanya lupa jika pria juga manusia. Mereka bisa berduka manakala seluruh isi s...