Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Aku sudah terbiasa duduk diam di pojok kamar Aditya, tergantung di paku dekat meja belajarnya. Tapi malam ini, ada sesuatu yang berbeda dari suasana kamar ini. Lampu utama mati, hanya lampu meja yang menyala redup. Jendela sedikit terbuka, membiarkan angin malam masuk membawa suara jangkrik dan aroma hujan yang baru saja reda.

Aditya duduk bersila di depan laptopnya. Tangannya sibuk menyiapkan sesi podcast Teman Pagi berikutnya. Kali ini bukan tentang “rasa bingung” seperti episode perdana. Malam ini, mereka akan merekam topik baru: "Kalau Kita Pernah Punya Luka."

Di samping laptop, ada beberapa sticky notes warna-warni. Tulisannya miring, khas tulisan buru-buru Aditya:

“Raka cerita soal bokapnya, jangan lupa tanya pelan-pelan.”

“Bayu pernah ngalamin panic attack. Harus hati-hati bahasnya.”

“Intan baru mulai buka diri. Jangan potong omongannya.”

Mereka semua bagian dari Teman Pagi. Dan aku telah melihat, mendengar, bahkan membawa cerita-cerita mereka, entah lewat kertas catatan yang diselipkan, camilan sisa rapat, atau buku harian kecil yang tertinggal di dalam perutku.

Raka adalah yang paling cerewet dari semuanya. Badannya jangkung, rambutnya ikal sedikit acak-acakan, dan suaranya selalu semangat, seolah-olah hidup itu panggung stand-up comedy. Tapi aku tahu, dari caranya kadang menatap kosong ke langit-langit kelas atau memukul-mukul meja saat bosan, dia menyimpan sesuatu yang dalam. Luka soal ayahnya yang pergi tanpa pamit waktu dia masih SD.

Bayu lain lagi. Pendiam, tapi bukan dingin. Lebih seperti... takut salah. Wajahnya selalu tampak cemas, alisnya sering menyatu. Dia tipe yang ngetik panjang di grup tapi ragu untuk pencet “kirim.” Tapi saat dia bicara, semua orang mendengarkan. Kata-katanya rapi, pelan, dan terasa... tulus.

Lalu ada Intan. Gadis berambut pendek, suka bawa kipas kecil ke mana-mana. Dulu dia nyaris nggak pernah ngomong. Tapi sejak bergabung di Teman Pagi, dia mulai pelan-pelan buka suara. Bahkan pernah cerita kalau dia suka nulis puisi—tapi belum pernah berani baca di depan siapa pun.

Dan Aditya... ya, aku tahu hampir semua sisi dia. Mulai dari yang iseng nulis nama game di buku pelajaran, sampai yang duduk sendiri di kamar sambil nangis dalam diam. Tapi malam ini, dia kelihatan tenang. Bukan karena semuanya sudah selesai, tapi karena dia siap untuk mulai mendengarkan cerita orang lain.

Terdengar suara ketukan pelan di jendela. Raka muncul duluan, menyeringai sambil menunjukkan dua bungkus keripik. “Sponsor malam ini, bro.”

“Masuk, Rak. Yang lain udah jalan katanya,” sahut Aditya.

Tak lama, Bayu datang. Jaketnya masih basah sedikit karena gerimis, dan dia langsung duduk di dekat colokan sambil mengeringkan ponsel dengan tisu. Intan muncul terakhir, menggenggam termos kecil dan kipas elektrik mungil.

Mereka membentuk lingkaran. Bukan yang sempurna, tapi cukup untuk membuat siapa pun yang duduk di dalamnya merasa... ada tempat.

Aditya membuka rekaman. “Oke. Episode dua. Kalau Kita Pernah Punya Luka. Gue tahu ini tema berat. Jadi kalau di tengah jalan lo pengin berhenti, nggak apa-apa.”

Tak ada yang bicara, tapi semuanya mengangguk.

Podcast dimulai.

Raka bercerita dulu. Suaranya masih riang, tapi nadanya lebih lambat dari biasanya. Ia mengaku, dulu sering bohong ke temen-temennya bilang ayahnya lagi kerja di luar kota, padahal sebenarnya... ayahnya kabur, dan nggak pernah balik lagi. Ia bilang, setiap kali ngeliat anak-anak dijemput ayahnya, rasanya kayak ada lubang di dadanya yang makin lebar.

Bayu mengambil giliran berikutnya. Tangan gemetar sedikit saat memegang mic, tapi ia tetap berbicara. Tentang malam-malam ketika jantungnya berdegup terlalu kencang, tangannya dingin, dan pikirannya penuh suara yang saling bertabrakan. “Gue pikir gue gila,” katanya pelan. “Tapi ternyata... itu namanya serangan panik.”

Intan diam cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Gue pernah mikir semua orang bakal ninggalin gue. Jadi gue mutusin buat ninggalin duluan. Menjauh, diem, nutup diri. Tapi makin lama, malah makin sepi. Dan sepi itu... nyakitin.”

Suasana hening setelah itu. Tapi bukan hening yang canggung. Lebih seperti... ruang yang memberi napas.

Aditya menutup sesi dengan suara pelan. “Kadang, luka nggak kelihatan. Tapi rasanya nyata. Dan malam ini, gue bersyukur kita cukup berani buat bilang: kita pernah luka.”

Setelah podcast dimatikan, tak ada yang langsung pulang. Mereka duduk diam, saling berbagi camilan. Raka menggambar wajah tersenyum di plastik keripik. Bayu menyender ke dinding, matanya hampir tertutup. Intan mulai menulis sesuatu di bukunya. Aditya tersenyum kecil, memandangi mereka satu per satu.

Aku tetap diam di sudut, tapi aku tahu: aku sedang menyaksikan sesuatu yang berharga.

Sebelum pulang, Aditya memasukkan semua alat rekaman ke dalam perutku. Ia juga menyelipkan buku Intan, beberapa sticky notes dari Bayu, dan sisa keripik yang dikasih Raka.

Dalam gelap malam, saat kami berjalan pulang, aku bisa merasakan beban yang lebih ringan dari biasanya. Bukan karena barang di dalamku berkurang. Tapi karena Aditya membawa harapan baru.

Dan aku, si ransel hitam, akan terus mengingat percakapan malam ini. Karena dalam gelap, aku mendengar luka-luka yang akhirnya diberi nama. 

*** 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Epic Battle
434      335     23     
Inspirational
Navya tak terima Garin mengkambing hitamkan sepupunya--Sean hingga dikeluarkan dari sekolah. Sebagai balasannya, dia sengaja memviralkan aksi bullying yang dilakukan pacar Garin--Nanda hingga gadis itu pun dikeluarkan. Permusuhan pun dimulai! Dan parahnya saat naik ke kelas 11, mereka satu kelas. Masing-masing bertekad untuk mengeliminasi satu sama lain. Kelas bukan lagi tempat belajar tapi be...
Yu & Way
124      103     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Fusion Taste
125      116     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
SABTU
2229      900     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Manusia Air Mata
859      506     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Interaksi
332      267     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Batas Sunyi
1684      753     106     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Behind The Spotlight
3168      1523     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Unframed
429      319     4     
Inspirational
Abimanyu dan teman-temannya menggabungkan Tugas Akhir mereka ke dalam sebuah dokumenter. Namun, semakin lama, dokumenter yang mereka kerjakan justru menyorot kehidupan pribadi masing-masing, hingga mereka bertemu di satu persimpangan yang sama; tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik-baik saja. Andin: Gue percaya kalau cinta bisa nyembuhin luka lama. Tapi, gue juga menyadari kalau cinta...
Is it Your Diary?
153      121     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...