Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Hari itu langit mendung, tapi tidak hujan. Aditya melangkah ke sekolah dengan langkah biasa—tidak tergesa, tapi juga tak terlalu santai. Aku digendong seperti biasa di punggungnya, tali bagian kananku sedikit melonggar karena pengaitnya mulai aus. Tapi hari ini, aku merasa lebih berat dari biasanya. Bukan karena isinya, tapi karena sesuatu di dalam Aditya yang terasa... mengendap.

Pagi itu, ruang kelas sudah ramai saat kami tiba. Suara tawa, kursi bergeser, dan bunyi sepatu beradu di lantai. Tapi ada yang aneh. Beberapa kepala langsung menoleh ke arah kami, lalu saling berbisik. Bukan seperti biasanya. Bukan yang hangat dan bersahabat.

“Eh, itu dia,” suara seseorang lirih, tapi cukup dekat.

Aku bisa merasakan punggung Aditya menegang sedikit. Tapi ia tetap berjalan ke bangkunya, menyapa Intan dan Bayu dengan anggukan kecil. Mereka sedang membuka catatan untuk ulangan Matematika.

“Lu ngerasa nggak, suasananya kayak... berubah?” bisik Bayu pelan ke Aditya.

Aditya hanya mengangguk, lalu menatap ke arah pojok ruangan. Di sana, Doni dan dua temannya tertawa kecil sambil menunjuk ke arah ponsel. Layar ponsel itu sempat menghadap ke arah kami—sekilas, aku melihat thumbnail YouTube Aditya di sana, video terakhirnya yang berjudul "Ketika Kita Nggak Tahu Mau Jadi Apa".

“Teman Pagi apaan sih? Club mellow?” bisik salah satu dari mereka—cukup keras untuk didengar, cukup lirih untuk pura-pura tidak sengaja.

Dada Aditya naik-turun. Ia tidak menanggapi. Tapi aku tahu, ada satu bagian dari dirinya yang ingin menjawab, ingin membela. Namun seperti biasa, ia memilih diam. Memilih mencatat rasa itu dalam diamnya.

Saat istirahat, mereka duduk di bangku panjang bawah pohon ketapang. Bayu membuka bekalnya: roti sobek isi srikaya, yang ia bagi dua dengan Intan. Tapi tidak ada yang makan dengan benar-benar lahap. Pembicaraan pagi itu menggantung seperti awan tebal.

“Mereka ngerasa kita cari perhatian,” ucap Intan pelan. “Ada yang bilang kegiatan kita cuma buat konten, bukan karena peduli beneran.”

“Kayak... ngetrend doang,” lanjut Bayu.

Aku mendengar semuanya dari balik meja taman. Isinya makin berat hari ini—selain buku dan laptop, ada stiker-stiker buatan tangan yang mereka rencanakan untuk dibagikan saat pertemuan Teman Pagi minggu depan. Stiker bertuliskan:

“Lo cukup, bahkan di hari terburukmu.”
“Nggak semua luka harus disembuhkan hari ini.”
“Kalau belum bisa ngomong, nggak apa-apa. Kami tungguin.”

Aditya meraba-raba tepi salah satu stiker, lalu berkata, “Gue nggak nyangka... kita dianggap lebay.”

“Padahal kita cuma pengin jadi ruang buat orang yang nggak punya tempat,” gumam Intan.

Bayu menunduk. “Mungkin... kita perlu pikirin ulang cara kita nampilin Teman Pagi. Jangan sampai maksud baik kita malah bikin orang risih.”

Aditya terdiam cukup lama. Jemarinya menggenggam taliku. Aku bisa merasakan getaran dari telapak tangannya. Lalu perlahan, ia berkata, “Atau mungkin... kita perlu siap kalau niat baik nggak selalu dipahami. Tapi bukan berarti kita berhenti.”

Kalimat itu tidak diucapkan dengan marah. Tapi dengan keyakinan yang perlahan-lahan tumbuh, meski sempat goyah.

Sepulang sekolah, Aditya memilih duduk di bangku halte lebih lama dari biasanya. Ia membuka ponselnya, membaca komentar di videonya.

Ada yang menyemangati. Tapi juga ada komentar baru:

“Anak ini sok bijak. Baru juga remahan yutub.”
“Wkwkwk konten mellow demi views.”

Aku bisa merasakan dadanya kembali sesak. Ia tidak membalas komentar itu. Tapi wajahnya sedikit muram. Matanya menatap ke kejauhan. Aku tahu, ada yang sedang ia pertanyakan lagi tentang dirinya. Tentang apa yang sedang ia bangun.

Saat tiba di rumah, ia langsung masuk ke kamar dan menyalakan laptop. Tapi bukannya membuka folder edit video, ia membuka dokumen baru dan mulai mengetik. Kata demi kata muncul, seperti pengakuan rahasia yang akhirnya dilepaskan:

“Gue capek dibilang lebay. Padahal gue nulis karena itu satu-satunya cara biar kepala gue nggak meledak. Gue bikin video karena gue tahu rasanya jadi orang yang nyari suara di tengah sunyi. Tapi sekarang, gue takut. Takut jadi alasan orang ngetawain perjuangan orang lain.”

Layar laptop tetap menyala. Tapi Aditya berhenti mengetik. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap langit-langit kamar.

Aku diam di pojok ruangan, menyaksikannya dari atas meja. Tas yang tak bisa bicara, tapi mengerti. Karena aku tahu, semakin ia mencoba jujur pada diri sendiri, semakin besar juga kemungkinan disalahpahami.

Dan itu menyakitkan.

Malamnya, ia membuka grup Teman Pagi di ponselnya. Beberapa anak cerita tentang hari buruk mereka. Tentang guru yang marah-marah. Tentang teman sebangku yang mengejek. Tapi semua saling menanggapi dengan hangat. Tak satu pun merasa lebih tahu. Tak satu pun menertawakan.

Dan di situlah Aditya sadar: mungkin memang dunia luar belum siap mendengar semua kisah. Tapi itu bukan alasan untuk berhenti mendengar satu sama lain.

Sebelum tidur, ia menulis di jurnalnya:

“Hari ini gue ngerasa sakit hati. Tapi itu juga bukti kalau gue masih peduli.”

Ia menyelipkan jurnal itu ke dalamku. Pelan, seperti biasa. Tapi kali ini, aku merasa kertas-kertas itu lebih berat dari sebelumnya. Karena isinya bukan hanya tulisan. Tapi luka. Dan keberanian untuk terus memeluk luka itu tanpa membenci diri sendiri.

Di luar kamar, hujan mulai turun. Pelan. Seolah tahu, ada hati yang butuh diredakan.

Aku hanya sebuah tas. Tapi malam ini, aku menggendong beban yang tak kasat mata. Dan aku akan terus berada di punggungnya, selama ia masih berani melangkah.

*** 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Time and Tears
203      168     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Solita Residen
1308      767     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
40 Hari Terakhir
445      365     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Fusion Taste
125      116     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Kacamata Monita
666      301     0     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
A Missing Piece of Harmony
219      173     3     
Inspirational
Namaku Takasaki Ruriko, seorang gadis yang sangat menyukai musik. Seorang piano yang mempunyai mimpi besar ingin menjadi pianis dari grup orkestera Jepang. Namun mimpiku pupus ketika duniaku berubah tiba-tiba kehilangan suara dan tak lagi memiliki warna. Aku... kehilangan hampir semua indraku... Satu sore yang cerah selepas pulang sekolah, aku tak sengaja bertemu seorang gadis yang hampir terbunu...
Perahu Jumpa
231      195     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Warisan Tak Ternilai
309      87     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Aku Ibu Bipolar
45      38     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Fragmen Tanpa Titik
42      38     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...