What We’ve Been Avoiding
Malam itu, rumah terasa sunyi setelah Reagan tertidur. Zac berdiri di dekat jendela, menatap keluar tanpa suara. Nafa masuk ke ruang tamu, membawa secangkir teh untuknya.
> “Thanks,” kata Zac singkat. Tangannya menerima cangkir, tapi matanya tetap tidak beralih dari jendela.
> “You’re quiet,” ucap Nafa, mencoba mencairkan suasana.
Zac menghela napas, lalu berbalik menatapnya
"Kamu gak kasih tau aku, kalau itu dia"
> “aku pikir itu gak penting,,” jawab Nafa, pelan.
> “jelas-jelas. Kamu langsung membeku saat melihatnya. Dan sekarang, Reagan terus menyebut-nyebut dia… seolah dia bagian hilang dari teka-teki yang selama ini tak terpecahkan.”
> “Karena dia telah menyelamatkan nyawa Reagan.”
> “Bukan cuma itu, Nafa. Wajahmu waktu itu… bukan sekadar terkejut. Kamu terlihat... seolah seluruh duniamu runtuh.”
Nafa menunduk. Suaranya pelan, bergetar.
> “Aku tak pernah berniat begini. Aku bahkan tidak tahu kalau dia masih hidup.”
Nada suara Zac meninggi, getir. Untuk pertama kalinya dia cemburu pada Christian lelaki yang mereka kira sudah tiada itu telah kembali
> “Tapi kamu balas pesannya, kan?”
> “Aku hanya... butuh akhir yang pasti. Kupikir dia sudah mati. Aku menjalani hidup dengan luka itu selama bertahun-tahun.”
> “Lalu aku ini siapa, Nafa? Pengganti? Pilihan yang paling aman untukmu?”
> “Jangan begitu...” Nafa menatapnya, matanya basah oleh air mata. “Kamu yang membantuku bertahan. Kamu yang memilih tetap tinggal. Aku mencintaimu karena itu.”
> “Tapi bagian dari hatimu… masih milik dia. Aku tahu, karena kamu sendiri yang pernah bilang, berulang kali.”
Hening.
Zac meletakkan cangkirnya dan berjalan pergi ke kamar kerja, meninggalkan Nafa yang berdiri sendiri di ruang tamu, menangis dalam diam.
---
Curious Heart
Beberapa hari kemudian...
Reagan duduk dengan tablet di pangkuannya. Saat Nafa dan Zac sedang bicara di dapur, ia mengetik diam-diam:
"Beach man Los Angeles child rescue"
Tapi hasilnya nihil.
Lalu dia mengingat satu hal. "Mom opened her social media after a long time.'
Ia mencoba membuka akun ibunya. Terkunci. Tapi ada satu notifikasi pesan terbuka di layar saat ibunya tadi pergi ke dapur.
Nama akun itu: Kendrick Christian.
Dengan jari kecilnya, ia mengeja pelan.
> “K-e-n-d-r-i-c-k...”
Tak butuh waktu lama baginya untuk mengingat nama itu. Ia buka aplikasi gambar dan menulis besar-besar:
“I want to see Kendrick again.”
Lalu ia tinggalkan catatan itu di meja makan sebelum tidur.
That Moment by the Sea (Christian’s POV)
Angin laut masih terasa asin di kulitnya. Celana jeans-nya basah hingga lutut karena tadi ia berlari ke dalam air tanpa pikir panjang.
Christian duduk di kap mobilnya, handuk tergantung di leher, menatap ombak yang terus datang dan pergi—mirip pikirannya saat ini.
Tangan gemetaran saat ia menyalakan rokok, tapi akhirnya malah membuangnya sebelum menyentuh bibir.
> “Nafa…”
Nama itu berdengung lagi di kepalanya. Ia tak bisa menghilangkan bayangan perempuan itu berdiri di bibir pantai, dengan mata yang tak berubah sedikit pun sejak terakhir kali mereka bertemu—penuh cahaya, sekaligus luka yang belum sembuh.
Lalu anak kecil itu.
Anak laki-laki yang tadi ia selamatkan.
Anak yang memanggil "Mom" pada Nafa, dan "Dad" pada pria yang datang menghampiri mereka.
Zac.
Christian tak butuh banyak waktu untuk menebak.
> “Kau benar-benar memilih orang itu, ya, Naf?”
Namun bukan kemarahan yang terasa—lebih kepada kehampaan.
Ia memukul setir mobilnya dengan pelan, lalu menunduk.
> “Bodoh… kenapa baru sekarang aku muncul…”
Ia menarik napas panjang, lalu membuka ponsel. Ada DM terakhir yang dibalas Nafa. Jawaban yang sederhana, tapi menyimpan banyak hal:
> “I’m okay. Hope you're well too.”
Christian mendongak ke langit yang mulai gelap. Hatinya sesak, tapi tidak putus asa.
> “Kalau tak bisa jadi bagian masa lalu, mungkin aku bisa jadi bagian masa depanmu. Bahkan jika cuma dari kejauhan.”
> “Aku akan menunggumu, Nafa. Tapi kalau bukan aku, pastikan dia mencintaimu sepenuh aku mencintaimu.”
---
The Secret Meet-Up (Reagan & Christian)
Sudah dua minggu sejak kejadian di pantai.
Tapi Reagan belum bisa berhenti membicarakannya.
Paman misterius yang menyelamatkannya.
“Mom, can I draw at the park today?”
Nafa mengangguk sambil tersenyum. “Just stay close to the benches, okay? Don’t wander off.”
Di taman yang sama—tempat biasa Reagan bermain—ia duduk di dekat danau buatan.
Di pangkuannya, buku gambar yang mulai usang.
Hari ini, ia membawa gambar spesial: the man at the beach.
Gambarnya ia letakkan di sampingnya, berharap seseorang melihat.
Dan… seolah keajaiban kecil datang, Christian lewat, sedang jogging ringan.
Langkahnya melambat saat melihat bocah kecil itu.
> “You again?” katanya pelan, terkejut tapi senang.
“Uncle! You’re here!” seru Reagan, berdiri dan langsung menghampirinya.
Christian tertawa lirih, “I’m not an uncle, I’m—uh… just a guy.”
> “I drew you.”
Reagan menunjuk gambar yang memperlihatkan seorang pria dengan rambut berantakan dan senyum hangat, sedang mengangkat anak kecil di laut.
Christian terdiam, terharu.
Dia jongkok di hadapan Reagan.
> “That’s me?”
“Yes. You saved me. You’re my hero.”
Christian menghela napas dan mengacak rambut Reagan.
> “What’s your name, little man?”
“Reagan. What’s yours?”
“You can call me Chris.”
---
Stay Close to the Light (Christian’s Hidden Plan)
Malam harinya, Christian duduk di dalam apartemennya yang sempit.
Ia menatap ponsel, membuka job vacancy dan online forms.
> “Kalau aku ingin tetap dekat, aku harus punya alasan untuk tinggal.”
Ia mengajukan lamaran untuk pekerjaan paruh waktu di toko buku, sekolah, taman kanak-kanak, sebuah café, bahkan kursus menyelam di California Selatan.
Sambil mengetik CV, ia membuka folder khusus berisi foto-foto lama bersama Nafa—yang tak pernah ia hapus.
> “Aku nggak akan ganggu kamu, Naf. Tapi aku pengin liat kamu bahagia, meski bukan sama aku.”
Lalu, ponselnya berbunyi.
Notifikasi dari akun IG lama miliknya.
> DM: “Chris, can we meet again at the park tomorrow?” – Reagan
Christian tak bisa menahan senyum.
Shadows Behind the Smile
Nafa menatap Reagan yang duduk di lantai ruang tamu, sibuk menggambar sesuatu.
> “Reg, what are you drawing?”
“Just… someone I met at the park, Mom.”
Ia meraih kertas itu dan melihat sosok pria dewasa dengan senyum lebar dan tulisan di bawahnya:
Chris – my beach hero
Nafa membeku.
Matanya menyapu gambar itu lagi. Rambutnya, senyumnya… terlalu familiar.
Serasa membuka pintu ke masa lalu.
> “Reagan… have you seen this man again?”
“A few times… I texted him.”
> “What?! You… texted?”
Reagan buru-buru menunjuk ponselnya, “From Instagram! He saved me, Mom. He’s nice.”
Nafa berdiri. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Ia mengecek akun Instagram Reagan—dan di sana, bukti itu nyata.
Percakapan dengan akun bernama Kendrick Christian.
---
Zac’s Calm Before the Storm
Zac baru pulang kerja ketika Nafa menghampirinya sambil membawa ponsel.
> “Zac… we need to talk.”
Zac memeriksa isi pesan dan langsung mengenali nama itu. Ia diam sejenak, sebelum akhirnya menatap Nafa.
> “It’s him, isn’t it? The man from the beach?”
> "Christian "
Zac menahan napas, lalu meletakkan tas kerja. Ia duduk di sofa, mengusap wajahnya.
> “You know what’s the worst part? I knew this day might come.”
“Zac…”
“And I’ve been preparing to be okay if he ever showed up. But Reagan? He’s our son, Naf. I’m not letting a stranger come close to him without us knowing everything.”
---
Nafa dan Zac akhirnya sepakat: mereka akan mengajak Reagan ke taman seperti biasa…
Namun kali ini, mereka ikut mengawasi dari jauh.
Dari kejauhan, mereka melihat Reagan duduk di bangku biasa—dan benar saja, Christian datang.
Ia membawa dua cup es krim.
> “You came!” seru Reagan senang.
“Of course. For my buddy.”
Nafa menggenggam tangan Zac erat-erat.
Air matanya menetes, antara lega dan ketakutan.
Zac, dengan rahangnya mengeras, bersiap menyapa pria yang pernah hadir dalam cerita lama Nafa.
> "kamu mau bertemu lagi dengannya? Aku akan menemani" Tanya Zac pelan
Nafa hanya menggeleng "nanti ada waktunya"