Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Pagi-pagi buta, sebelum alarm berbunyi, aku sudah duduk di meja kecil di pojok ruang kerja. Lampu meja menyala remang, laptop menyala, dan aroma kopi instan menguar dari mug yang hampir kosong.

Jari-jariku menari pelan di keyboard. Satu paragraf. Dua. Lalu revisi. Lalu hapus. Lalu nulis lagi. Sesekali aku menoleh ke kamar, memastikan Ray masih lelap tidur di peluk Radit.

Inilah waktu paling sunyi sekaligus paling hidup buatku. Sebelum dunia sibuk memanggilku jadi ibu, jadi pekerja, jadi istri—aku adalah aku yang menulis.

***

Hari-hariku mulai terasa seperti puzzle yang harus pas semua.

Pagi: menyiapkan sarapan, mandiin Ray, antar ke daycare.

Siang sampai sore: kerja di kantor, rapat, deadline laporan.

Malam: masak makan malam, main sebentar dengan Ray, temani dia tidur, baru bisa buka laptop lagi.

Dan ya, aku capek.

Tapi juga… senang.

Ada rasa letih yang anehnya nggak pahit. Mungkin karena lelah ini bukan cuma karena rutinitas. Tapi juga karena aku sedang mengejar sesuatu yang membuat hatiku senang.

Kadang aku nulis di notes ponsel saat istirahat kantor. Kadang curi waktu sepuluh menit buat ngedit puisi. Pernah juga bangun jam tiga pagi karena ide cerita muncul di mimpi. Rasanya absurd, tapi menyenangkan.

***

Suatu malam, aku sedang duduk mengetik di meja makan. Radit lewat sambil menggendong Ray yang sudah mulai mengantuk.

"Masih nulis?" tanyanya sambil tersenyum.

Aku mengangguk. "Dikit lagi. Lagi seru."

“Hebat banget sih kamu. Udah kerja seharian, masih semangat nulis,” ucapnya, lalu memberi isyarat pelan agar aku melanjutkan.

Setelah Ray tertidur dan rumah kembali sunyi, aku duduk lagi, kali ini sambil membuka kalender.

Aku belajar membagi waktu.

Belajar menolak meeting tambahan yang tak perlu.

Belajar bilang “nanti dulu” ke pekerjaan rumah yang bisa ditunda, dan “ya, sekarang” ke deadline menulis yang menunggu.

Bukan berarti aku selalu berhasil. Ada hari di mana Ray sakit, kantor chaos, dan aku bahkan tak sempat buka laptop. Tapi aku belajar satu hal:

Konsistensi bukan soal setiap hari harus produktif,

tapi soal tetap kembali, meski sempat berhenti.

***

Aku mulai rajin memposting karya di platform online. Cerpen-cerpen kecil, puisi-puisi dari hati.

Aku bukan lagi menulis demi validasi. Tapi saat tulisan itu sampai ke orang lain dan membuat mereka merasa tidak sendiri… rasanya seperti hadiah tambahan dari semesta.

Kadang aku heran sendiri, bagaimana semesta bisa menyelipkan energi baru di sela-sela kelelahan. Satu malam, setelah Ray tidur lebih cepat dari biasanya, aku bisa menyelesaikan dua halaman cerpen yang tertunda sejak minggu lalu. Lain waktu, aku hanya sempat menulis satu bait puisi di notes ponsel, tapi bait itu terasa seperti pelukan kecil untuk diriku sendiri.

Tulisan-tulisan itu belum tentu langsung kukirim ke mana-mana. Ada yang masih kusimpan rapi di folder laptop, ada yang hanya kubaca ulang sendiri saat butuh pengingat kenapa aku mulai semua ini. Tapi satu hal yang pasti: aku merasa hidup setiap kali menulis.

Menulis bukan lagi tentang "mau dipublikasikan di mana", tapi tentang "apa yang ingin benar-benar kusampaikan hari ini". Dan kadang, itu cukup. Bahkan saat tak ada yang membaca, aku tahu aku sedang menyelamatkan diriku sendiri.

Radit sering bilang, “Tulisanmu tuh kayak kamu banget, Na. Nggak usah muluk-muluk. Yang penting jujur.”

Dan aku mulai percaya, mungkin itu memang cukup: menulis dengan jujur.

Dan malam itu, sebelum tidur, aku mencatat sesuatu di jurnal kecilku:

Menulis membuatku merasa utuh.

Capek? Iya. Tapi juga bahagia.

Karena akhirnya… aku tidak sekadar menjalani hidup.

Aku juga sedang menghidupkan kembali mimpi.

Aku menutup jurnal, merebahkan tubuh, dan tersenyum.

Besok pagi, hidup akan sibuk lagi. Tapi malam ini, hatiku penuh.

Dan untuk pertama kalinya, aku tak ingin mengubah apa pun.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Andai Kita Bicara
573      458     3     
Romance
Revan selalu terlihat tenang, padahal ia tak pernah benar-benar tahu siapa dirinya. Alea selalu terlihat ceria, padahal ia terus melawan luka yang tak kasat mata. Dua jiwa yang sama-sama hilang arah, bertemu dalam keheningan yang tak banyak bicaratetapi cukup untuk saling menyentuh. Ketika luka mulai terbuka dan kenyataan tak bisa lagi disembunyikan, mereka dihadapkan pada satu pilihan: tetap ...
SABTU
2450      1009     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Fragmen Tanpa Titik
42      38     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
JUST RIGHT
104      89     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
1853      758     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Ruang Suara
186      130     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Yang Tertinggal dari Rika
1564      903     10     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...
Sebelah Hati
847      596     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
Matahari untuk Kita
694      402     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
YANG PERNAH HILANG
1372      558     24     
Romance
Naru. Panggilan seorang pangeran yang hidup di jaman modern dengan kehidupannya bak kerajaan yang penuh dengan dilema orang-orang kayak. Bosan dengan hidupnya yang monoton, tentu saja dia ingin ada petualangan. Dia pun diam-diam bersekolah di sekolah untuk orang-orang biasa. Disana dia membentuk geng yang langsung terkenal. Disaat itulah cerita menjadi menarik baginya karena bertemu dengan cewek ...