Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Beberapa bulan setelahnya, aku dimutasi ke kantor cabang. Aku sempat bingung, sempat takut. Bagaimana dengan anak kami? Bagaimana dengan proses ini semua?

Tapi aku sudah di titik... ya udahlah. Mau ditempatkan di mana pun, aku tetap berusaha sebaik mungkin. Hidupku udah terlalu banyak "penempatan tak terduga".

Ternyata, kantor baru lebih hangat dari yang kuduga. Orang-orangnya ramah, suportif. Aku justru merasa lebih dihargai. Bahkan, direktur menempatkanku sebagai sekretarisnya. Tantangan baru. Tanggung jawab baru. Tapi aku menyambutnya.

"Mbak Nara, kalau nggak ada Mbak, bagian ini kayaknya ambyar deh," celetuk salah satu staf sambil menyerahkan berkas.

Aku tersenyum seadanya, lalu kembali menatap layar.

Aku nggak merasa hebat. Bahkan nggak tahu aku mau apa, atau akan jadi siapa. Aku cuma tahu: ini tugasku, dan aku harus selesaikan.

Mungkin belum ada rasa bangga. Tapi setidaknya... aku masih berjalan.

***

Anak kami juga menunjukkan perkembangan pesat. Terapi berjalan konsisten. Kami hadir bergantian, atau kadang bersama. Ia mulai bicara. Sedikit-sedikit, lalu makin sering. Ia mulai memeluk, mulai menggambar.

Suatu hari, ia pulang membawa gambar dari tempat terapi. Gambar tiga orang bergandengan tangan.

"Ini siapa?" tanyaku.

"Papa... Mama... Aku," jawabnya pelan.

"Kenapa kita dipegangin tangan semua?"

"Biar nggak hilang," katanya sambil tersenyum.

Kami terdiam lama. Aku menoleh pada Radit, yang tampak menunduk, menyeka sudut matanya diam-diam.

***

Di kantor baru, aku menemukan banyak wajah dan cerita baru. Rekan-rekan kerja yang ramah dan lingkungan yang lebih menghargai membuatku merasa diterima dan penting. Penempatan sebagai sekretaris direktur membawa tantangan tersendiri: jadwal yang lebih padat, tanggung jawab yang lebih besar, dan harapan yang tinggi.

Tapi di rumah, tantangan yang berbeda menunggu. Anak kami menjalani terapi rutin yang tak bisa dilewatkan, dan aku bersama Radit berusaha seimbang membagi waktu dan perhatian. Kami sudah tinggal serumah, tapi bukan berarti segalanya berjalan mulus. Kadang aku pulang terlambat, sementara Radit sudah mengurus anak di rumah. Lain waktu, Radit lembur di kantor, dan aku harus memastikan anak dapat terapi dan makan malam tepat waktu.

“Aku rapat sampai jam empat. Setelah itu, jemput anak kita, ya?” pesanku ke Radit lewat chat kantor.

Ia langsung membalas:

Oke. Si kecil hari ini terapi bicara, kan?

Aku juga udah pesen lauk favorit kamu buat makan malam. Kamu pulang bawa perut kosong aja.

Aku tersenyum kecil menatap layar. Di tengah tumpukan dokumen dan suara panggilan dari interkom, satu notifikasi dari Radit cukup membuatku merasa pulang—meski aku belum benar-benar pulang.

***

Sore itu, saat sampai di rumah, aku mendapati anak kami sudah mandi, mengenakan piyama dinosaurus kesukaannya, dan duduk anteng sambil menyusun puzzle. Radit menyambutku dengan wajah lelah, tapi tenang.

“Gimana kerjaan hari ini?” tanyanya sambil memberiku gelas teh hangat.

Aku menjatuhkan diri ke sofa, menghela napas panjang. “Direktur minta aku koordinasiin kunjungan tamu minggu depan. Semua rundown, teknis, sampai detail jam makan siang—aku yang pegang.”

Aku mengusap wajah. “Nggak ada pujian, sih. Tapi dari semua orang di tim, kenapa-kenapa selalu dilimpahin ke aku. Mungkin itu caranya ngasih kepercayaan.”

Radit tersenyum kecil sambil menyodorkan gelas teh. “Kadang orang kayak gitu bukannya nggak lihat, tapi nggak bisa nunjukin. Tapi kamu dilihat, Na. Dan dipercaya. Itu udah cukup berarti.”

***

Kami bukan pasangan yang sempurna. Tapi kami belajar saling menghargai ulang. Kadang, kami pergi berdua—bukan untuk liburan mewah, tapi untuk mengingat lagi bagaimana rasanya berjalan bersama, seiring langkah dan napas.

Di hari yang kami pilih hanya untuk kami, kami mendaki gunung yang tak terlalu tinggi. Anak kami dititipkan pada ibuku.

Di tengah heningnya hutan pinus dan suara langkah yang saling menyusul, kami bicara—bukan sekadar soal rute atau jalur menanjak, tapi tentang hidup. Tentang luka-luka lama yang kini tak lagi kami sembunyikan. Tentang harapan-harapan kecil yang tumbuh kembali seperti tunas-tunas yang menyembul dari tanah setelah hujan.

Kami juga menertawakan masa lalu dengan rasa syukur karena berhasil melewatinya.

Saat kami mencapai puncak, kami duduk berdampingan, memandangi langit yang perlahan berubah warna.

“Nafasku udah kayak mau copot,” Radit tertawa kecil.

Aku ikut tertawa. “Tapi kita nyampe juga.”

“Iya. Pelan-pelan, tapi nyampe.” Ia menoleh ke arahku. “Kayak kita.”

“Dulu kita bahkan nggak ngerti cara bertengkar yang sehat,” kataku.

Radit tertawa kecil. “Sekarang pun masih belajar. Tapi setidaknya sekarang kita nggak saling diam.”

Kami tidak butuh banyak kata setelah itu. Karena dalam diam, kami tahu: ini bukan soal naik gunung. Tapi tentang bagaimana kami memilih saling menemani, meski jalannya terjal.

***

Ada malam-malam ketika anak kami demam, dan kami bergantian menemaninya. Ada pagi-pagi ketika aku harus berangkat subuh, dan Radit yang menyiapkan sarapan.

Dan di tengah semua kesibukan, aku sadar… rumah bukan lagi sekadar tempat tinggal. Tapi ruang yang kami bangun bersama—dengan usaha yang tidak ringan, tapi penuh cinta yang pelan-pelan tumbuh kembali.

Keseimbangan ini bukan sesuatu yang statis. Kadang lebih berat di rumah, kadang di kantor, kadang di hati sendiri. Tapi kami belajar membaca ulang situasi, menyesuaikan ritme, saling menguatkan, dan meredakan yang goyah. Karena hidup bersama bukan soal membagi rata, tapi saling mengisi saat yang lain mulai lelah.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kembali ke diri kakak yang dulu
834      635     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Ikhlas Berbuah Cinta
898      688     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
Perahu Jumpa
248      207     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Matahari untuk Kita
695      403     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
HABLUR
665      344     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
Menanti Kepulangan
40      36     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Kacamata Monita
834      399     4     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Liontin Semanggi
1429      869     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
VampArtis United
970      638     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
833      481     1     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...