Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Katanya perempuan kuat itu multitasking. Tapi kenapa rasanya aku seperti terus berlari sambil menahan napas? Berpura-pura senyum saat tubuhku gemetar. Berusaha ramah saat pikiranku penuh suara jerit dalam hati. Aku bisa apa selain terus melangkah?

Aku datang lebih pagi dari biasanya. Gedung kantor cabang yang baru ini masih terasa asing. Bau tembok yang baru dicat, lantai yang mengilap, dan deretan meja kerja yang belum bernyawa. Tapi justru di sinilah aku merasa bisa bernapas sedikit lebih lega. Setidaknya belum banyak yang tahu betapa seringnya aku pura-pura kuat.

Sebagai sekretaris direktur, pekerjaanku tidak jauh dari urusan yang terlihat kecil tapi bisa bikin kacau satu perusahaan kalau luput. Jadwal meeting yang tabrakan, dokumen yang harus ditandatangani sebelum deadline, hingga memilih katering rapat dengan budget yang “tolong disesuaikan, ya.” Semuanya harus aku pegang, hafal, dan selesaikan—tanpa drama, tanpa salah, dan tentu saja: dengan senyum.

Aku bukan orang yang menyukai sorotan. Tapi jadi sekretaris direktur otomatis menjadikanku titik tanya semua orang. Kalau Pak Dirut belum datang, aku yang dikejar. Kalau beliau marah, aku yang jadi tempat pelampiasan yang paling mudah dicolek.

Hari ini, salah satu divisi salah kirim dokumen presentasi. Aku sudah mengingatkan sejak kemarin, tapi tetap saja, mereka buru-buru mengirim draft lama. Dan tentu saja, saat Pak Dirut murka, aku yang dipanggil duluan.

“Kenapa kamu nggak cek dulu sebelum saya buka ini di depan klien?”

Aku diam. Menjelaskan artinya menyalahkan tim lain, dan itu bukan pilihan yang cerdas. Jadi aku hanya menunduk dan berkata, “Saya minta maaf, Pak. Akan segera diganti.”

Senyum. Selalu senyum. Itu bagian dari jobdesc tidak tertulis.

Setelah keluar ruangan, aku mampir ke pantry. Menuang kopi sachet favoritku, duduk sebentar di bangku kecil sambil membuka catatan digital di ponsel. Aku tak menulis panjang. Hanya satu kalimat.

Hari ini aku capek jadi topeng yang harus terus tersenyum.

Aku mengunci layar. Menarik napas. Lalu kembali ke mejaku seolah tidak terjadi apa-apa.

Beberapa staf lewat dan menyapaku, “Pagi, Mbak Nara! Udah cantik aja dari pagi.”

Aku membalas dengan tawa kecil, “Namanya juga sekretaris direktur, harus selalu siap difoto kapan aja.” Candaku, meski aku sendiri tahu tidak ada yang akan memotretku. Bukan karena tak penting, tapi karena aku memang tidak pernah terlihat di frame manapun.

Kadang aku bertanya-tanya, apakah aku hanya pelengkap. Seperti bingkai tanpa gambar. Selalu rapi, tapi kosong.

***

Malamnya, di rumah…

Aku mendapati Radit sedang membantu anak kami memakai piyama. Ada noda sabun di kausnya, dan rambutnya sedikit acak-acakan. Di meja dapur, ada piring kotor yang belum sempat dibereskan. Tapi ada kehangatan yang tak bisa aku jelaskan dengan kata-kata.

“Hei,” sapanya lembut, begitu aku membuka pintu. “Makan malam udah aku siapkan. Nggak banyak sih, cuma tumis kangkung dan ayam goreng. Kamu pasti capek banget, ya?”

Aku mengangguk pelan, menaruh tasku di kursi, dan meraih tangan Radit sejenak. Genggaman yang sederhana, tapi cukup untuk meredakan riuh hari.

“Nggak tahu kenapa, hari ini berat banget,” gumamku sambil melepas sepatu.

“Kalau kamu mau cerita, aku dengerin. Kalau kamu nggak mau cerita, aku tetap di sini,” jawabnya singkat, sambil mengelus punggungku.

Sejak beberapa bulan terakhir, terutama setelah aku mulai sering terlihat lelah dan kehilangan gairah, dia pelan-pelan belajar. Dari mulai bangun lebih pagi untuk bikin bekal anak, cuci piring habis makan malam, sampai bantu bersih-bersih rumah tanpa harus diminta.

Dia tidak sempurna, tapi dia terus berusaha hadir. Dan itu—buatku—cukup untuk membuatku bertahan.

Aku memeluk Ray yang sudah menguap di pelukannya. Lalu mencium pipi suamiku. “Makasih ya,” bisikku.

“Untuk apa?”

“Untuk jadi rumah yang nggak banyak tanya,” kataku pelan.

Radit tersenyum. “Kadang aku bingung, harusnya aku tanya lebih banyak atau diem aja.”

Aku tertawa kecil. “Diem, tapi masakin nasi hangat. Itu cukup.”

Dan malam itu, aku menulis lagi di jurnal kecilku sebelum tidur.

Hari ini aku hampir patah. Tapi rumahku tidak membiarkanku hancur sendirian.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Private Driver Is My Ex
380      249     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...
Metanoia
46      39     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Love Yourself for A2
26      24     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Deep Sequence
584      468     1     
Fantasy
Nurani, biasa dipanggil Nura, seorang editor buku yang iseng memulai debut tulisannya di salah satu laman kepenulisan daring. Berkat bantuan para penulis yang pernah bekerja sama dengannya, karya perdana Nura cepat mengisi deretan novel terpopuler di sana. Bisa jadi karena terlalu penat menghadapi kehidupan nyata, bisa juga lelah atas tetek bengek tuntutan target di usia hampir kepala tiga. N...
Premonition
547      344     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
1975      1174     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
40 Hari Terakhir
577      446     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Aku Ibu Bipolar
47      40     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
116      99     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
418      282     0     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...