Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Pernikahan ternyata bukan akhir dari pencarian, tapi awal dari banyak ketidakpastian.

Dua bulan setelah hari itu, kami tinggal di rumah kontrakan kecil tak jauh dari rumah Ibu. Dindingnya tipis, dapurnya sempit, tapi kami menata semuanya dengan senyum. Radit mengecat sendiri dinding ruang tengah warna putih telur asin. Katanya, biar adem dan nggak terlalu sempit kelihatannya.

Awalnya, semuanya terasa hangat. Aku masih terbiasa bangun dengan dering alarm kos, dan harus menelan kenyataan bahwa kini yang membangunkanku adalah aroma kopi buatan Radit. Kami mulai belajar hidup bersama—mencuci berdua, belanja mingguan ke pasar pagi, mencatat pengeluaran di buku kecil yang aku hias dengan stiker lucu. Aku tetap bekerja, sesuai kesepakatan kami sejak awal: Radit tak pernah melarang aku bekerja, berkarya, atau melakukan hal-hal yang aku suka.

Sampai suatu sore, saat Radit pulang lebih awal dari biasanya. Wajahnya kosong. Tanpa senyum.

"Aku di-PHK," katanya pelan sambil duduk di ujung kasur.

Aku berdiri di ambang pintu, belum sepenuhnya memproses kalimatnya.

"Kamu bercanda?"

Dia menggeleng. “Enggak.”

Hening. Aku masih menatapnya, menunggu kalimat tambahan seperti, “Tapi aku dapat tawaran di tempat lain.” Tapi tak ada. Tangannya menggenggam tas kerjanya erat, seperti memegang sisa harga dirinya.

Rasanya seperti ditarik mundur ke kenyataan: bahkan cinta yang paling siap pun bisa kehilangan pijakan.

**

Hari-hari setelah itu berubah sunyi. Radit masih bangun pagi seperti biasa, masih membuat kopi, tapi tak tahu harus ke mana. Kadang duduk di meja makan lama sekali, memandangi lowongan kerja di laptopnya. Beberapa hari dia ikut proyek freelance, bantu teman yang buka agensi kecil. Tapi hasilnya belum cukup menutup biaya hidup bulanan kami.

“Aku masih kerja, Dit. Aku masih bisa nanggung ini,” kataku suatu malam, mencoba menenangkan.

Dia mengangguk. Tapi aku tahu—buat Radit, ini bukan cuma soal uang. Ini soal harga diri. Soal peran. Soal rasa gagal sebagai suami yang katanya seharusnya ‘melindungi dan memberi’.

Kadang dia tertawa saat aku cerita soal rekan kantor, tapi matanya kosong. Kadang dia memasak makan malam lebih dulu sebelum aku pulang, tapi cepat-cepat masuk kamar setelahnya. Aku tahu, itu caranya berusaha tetap berguna.

**

Di bulan keempat pernikahan, kami pernah bertengkar hanya karena sambal pecel lele yang terlalu asin. Tapi aku tahu, bukan itu masalahnya. Kami sedang capek. Bukan pada satu sama lain, tapi pada hidup yang menolak berjalan lurus.

“Nikah itu kok… begini ya?” aku pernah menangis diam-diam di toilet sambil menyeka wajah dengan tisu yang lembap.

Malam itu, aku tidak keluar kamar sampai larut. Lalu kudengar langkah Radit mendekat. Ia mengetuk sekali, lalu duduk di lantai, bersandar di pintu yang tak terkunci.

“Maaf,” katanya.

Aku ikut duduk bersandar dari sisi dalam. Punggung kami hanya dipisahkan daun pintu tipis.

“Maaf juga,” bisikku.

Tak lama, aku buka pintunya. Ia menatapku sebentar, lalu menarikku ke pelukannya. Kami duduk di lantai, saling merangkul seperti dua anak kecil yang takut kehilangan. Aku menangis di bahunya, dan kudengar dia juga menghela napas berat—sesekali suaranya bergetar.

“Aku takut kamu nyesel,” katanya lirih.

Aku menggenggam tangannya. “Aku takut juga. Tapi lebih takut kalau harus jalanin ini sendiri.”

Dan malam itu, untuk pertama kalinya kami benar-benar menangis bersama. Bukan karena membenci hidup, tapi karena kami sedang belajar cara bertahan. Mungkin cinta tidak selalu tentang tertawa dan bahagia, tapi tentang bertahan meski dunia rasanya terlalu gelap.

Ternyata, cinta bukan tentang siapa yang lebih kuat. Tapi tentang siapa yang tetap tinggal, meski rasanya ingin lari.

***

Malam itu, setelah Radit tertidur lebih dulu, aku duduk sendiri di ruang tengah yang hanya diterangi lampu belajar kecil. Suara kipas angin berdengung pelan, dan dari jendela dapur, samar-samar terdengar suara televisi tetangga.

Aku membuka buku jurnal yang sudah lama tak kusentuh sejak menikah. Halaman-halamannya masih penuh dengan rencana-rencana optimis: mimpi punya rumah kecil, traveling berdua, tabungan bersama untuk bisnis. Tapi malam ini, yang kutulis jauh dari kata rapi.

Mungkin hidup bukan tentang menaklukkan, tapi menerima. Menerima bahwa ada harapan yang tak kunjung jadi kenyataan, bahwa cinta juga bisa lelah.

Kadang aku bertanya-tanya, ini arahnya ke mana? Aku suka pekerjaanku, tapi aku belum yakin ini panggilanku. Hidupku sekarang bukan tentang mengejar sesuatu. Tapi bertahan.

Bertahan agar kami nggak saling menyalahkan.

Bertahan agar cinta yang kami perjuangkan ini nggak runtuh karena kenyataan.

Katanya, cinta akan menemukan jalannya. Tapi bagaimana kalau jalannya masih berkabut dan kami tak tahu harus melangkah ke arah mana?

Aku berhenti menulis sejenak. Menatap langit-langit yang retaknya makin jelas tiap malam. Tapi anehnya, aku merasa lebih tenang. Karena meski semuanya belum pasti, setidaknya aku tak sendirian.

Setidaknya, ada kami.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langkah Pulang
515      346     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Let Me be a Star for You During the Day
1104      604     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
The Boy Between the Pages
1584      947     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Senja di Balik Jendela Berembun
27      26     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
The Best Gift
42      40     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
613      268     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Help Me Help You
2097      1204     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Layar Surya
1805      1045     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
TANPA KATA
24      21     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Perjalanan Tanpa Peta
59      54     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...