Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Aku masih ingat pagi itu. Radit membangunkanku sambil membawa segelas teh manis dan kabar yang dia sembunyikan di balik senyumnya. Matanya belum sepenuhnya terbuka, rambutnya masih awut-awutan, tapi ada binar kecil yang terasa asing sejak beberapa bulan terakhir.

"Aku dipanggil buat proyek di Pemkot," katanya pelan, seolah takut kabar baik itu akan buyar kalau diucapkan terlalu keras.

Aku langsung duduk di kasur, hampir menjatuhkan selimut.

"Serius? Kamu keterima?"

Dia mengangguk, lalu mengangkat bahu.

"Masih tahap awal sih. Tapi lumayan, bisa buat nutup listrik bulan depan."

Aku tertawa kecil.

"Atau beli rice cooker baru, biar nggak masak nasi di panci lagi."

Kami tertawa bareng. Tawa yang, entah kenapa, lebih lepas. Lebih ringan. Untuk pertama kalinya setelah sekian minggu yang dipenuhi kecemasan dan kebungkaman yang menyesakkan, rumah kecil kami kembali terdengar hidup.

Dua bulan sebelumnya, kami nyaris bertengkar hanya karena sambal pecel lele yang terlalu asin. Tapi sebenarnya bukan itu masalahnya. Kami lelah. Kami takut. Kami belum siap menghadapi betapa rumitnya hidup setelah janji “sah” itu diucapkan.

Tapi kabar dari Pemkot pagi itu seperti angin baru. Tidak besar, tidak menyelesaikan semuanya, tapi cukup untuk membuat kami bergerak lagi.

Proyek freelance itu pun dimulai. Gajinya tak seberapa dibanding gaji tetap Radit dulu, tapi tidak apa-apa. Yang penting, dia terlihat hidup lagi. Ada arah. Ada langkah. Dia mulai bangun lebih pagi, menyetrika bajunya sendiri, bahkan membawa bekal dari rumah yang kami siapkan bersama malam sebelumnya. Kadang cuma telur dadar dan sambal kecap, tapi dia makan dengan lahap, seolah itu menu restoran mahal.

Aku juga mulai masuk kerja penuh waktu lagi. Aku bersyukur bisa bekerja di tempat yang memberi ruang untuk menyesuaikan diri dengan peran baruku sebagai istri. Mereka tidak menuntut banyak, dan aku bisa pulang tepat waktu, membuat makan malam sederhana, atau sekadar duduk di meja kecil sambil menemani Radit melamar pekerjaan lain secara daring.

Pelan-pelan, keuangan kami membaik. Tidak drastis. Tapi cukup untuk beli rak sepatu baru, bahkan jemuran lipat. Kami mengganti tikar di ruang tamu dengan karpet tipis. Kami juga beli lampu tidur kecil yang warnanya bisa berubah—hanya karena kami ingin ruang tengah terasa lebih hangat.

Aku mencatat setiap pembelian di buku pengeluaran yang dulu aku hias dengan stiker kartun. Sekarang isinya lebih penuh, tapi terasa lebih ringan. Karena tidak lagi mencatat dengan rasa takut.

***

Satu malam, aku duduk di sudut meja ruang tengah dan mulai menulis jurnal lagi setelah sekian lama. Di ruang yang warnanya mulai pudar karena panas sore hari, aku membuka halaman baru, lalu menulis dengan huruf kecil dan hati-hati:

"Aku belum tahu pasti ke mana arah hidupku. Karierku masih biasa saja. Tapi hari ini aku bisa makan bareng orang yang kusayang, di rumah kecil yang kami rawat sama-sama. Hidup bukan tentang menang, tapi tentang bertahan dengan hati yang masih bisa percaya."

Kadang aku masih menangis di kamar mandi. Bukan karena sedih, tapi karena masih ada sisa-sisa takut yang belum benar-benar hilang. Tapi kali ini, aku tidak menangis sendirian. Radit akan mengetuk pintu, duduk di lantai, memelukku dari belakang, dan bilang:

"Kita pelan-pelan aja. Nggak perlu buru-buru sukses. Yang penting kita masih bareng."

Malam itu kami duduk berdua di lantai ruang tengah. Lantainya dingin, tapi tidak seperti dulu. Bukan lagi dingin karena takut, tapi dingin yang menenangkan.

"Menurut kamu, kita udah bisa dibilang berhasil?" tanyaku sambil menyandarkan kepala di bahunya.

Radit nyengir.

"Kalau ukuran berhasil itu nggak masak air pakai panci lagi, mungkin iya."

Kami tertawa. Tapi kami tahu, ini lebih dari sekadar rice cooker baru. Ini tentang dua orang yang mulai menemukan irama. Bukan karena hidup jadi lebih mudah, tapi karena kami memutuskan untuk tetap menari meski musiknya kadang sumbang.

Jurnal, halaman terakhir malam itu:

“Bahagia bukan saat semua impian tercapai. Tapi saat kamu bisa bilang, ‘Aku masih di sini, meski semuanya belum sesuai rencana.’ Dan ada orang yang menjawab, ‘Aku juga.’”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
XIII-A
897      643     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
Monday vs Sunday
224      175     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Ruang Suara
207      145     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
3193      1173     26     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Time and Tears
316      243     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Let me be cruel
5733      2845     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Wabi Sabi
155      107     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Tok! Tok! Magazine!
104      92     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
Perahu Jumpa
302      245     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Segitiga Sama Kaki
807      479     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...