Loading...
Logo TinLit
Read Story - Wabi Sabi
MENU
About Us  

     Zeke memang baru 300 tahun menjadi asisten shinigami bernama Shin, tapi sekali melihat tuannya memperhatikan seorang makhluk, dia langsung tau tuannya terusik. Zeke mengintip ke arah pandangan tuannya, mungkin yang diperhatikan adalah seorang yang bercahaya diantara manusia-manusia lainnya di tengah jalanan salju. Sayap hitam tuannya mengepak ringan, Zeke menelan ludah, itu benar-benar tanda tuannya terusik!

     Meski begitu Zeke hanya diam-diam menyurutkan portal mereka, dan bertanya dengan nada hati-hati. "Ada apa, Tuan Shin?"

     Tuannya memanggilnya dengan isyarat tangan, Zeke pun mendekat dengan wajah kaku yang semakin menjadi saat melihat alis tuannya berkerut. Tangan tuannya menunjuk seorang bercahaya, "Siapa itu?"

     Bagaimana aku tau? Zeke menelan kembali kata-kata itu, "Saya tidak tau, Tuan Shin."

     Tuannya berdecak, sayapnya terkepak keras satu kali, membuat Zeke berkerut dan mengkeret saat tuannya kembali bertanya dengan nada datar, "Apa aku terasa benar-benar bertanya padamu?"

     Zeke menggeleng cepat-cepat, dia menunduk. "Akan segera saya cari tau, Tuan."

     Tuannya hanya mengibaskan tangan. “Tunggu dulu.”

Zeke hanya menurut, dia mengikuti Tuannya yang terbang santai di atas sambil melihat ke arah makhluk itu. Dilihatnya, makhluk itu hanya berjalan-jalan, memasuki kedai satu dan kedai lainnya. Sekalipun jaraknya jauh.

     Masuk sendirian, keluar minimal dengan satu gadis manusia. Tidak ada prilaku lebih, mereka berpisah dengan tangan makhluk itu yang selalu dengan makanan atau minuman. “Mungkinkah...yako?”

     “Tidak,” Tuannya menjawab tegas, “Sinar itu menunjukkan dia dari istana langit.

     Dahi Zeke mengkerut, “kalo begitu, bolehkan saya memastikan sekarang?

     Tuannya hanya bergumam.

     Zeke menunduk sekali lagi, sebelum kemudian turun ke jalan setapak dan menunjukkan wujudnya saat jalan setapak hanya ada orang bercahaya itu. 

     Pihak lain sedikit terkejut, tapi setelah mengamati Zeke, orang itu memberi salam. "Salam, Tuan. Adakah masalah sampai asisten shinigami menemui saya?"

Makhluk lain, biasanya akan gemetaran jika bertemu dengan apapun terkait kematian, terlebih dirinya dan tuannya adalah kematian itu sendiri. Hanya ada satu alasan, dia tidak merasa salah sama sekali. 

     Zeke berdeham, "Anda masuk wilayah kekuasaan shinigami, sepertinya anda belum melapor?"

     "Apa saya boleh menemui Dewa yang terhormat itu?" Makhluk itu tersenyum simpul.

    Zeke membalas dengan senyuman datar, "Saya tidak bertanggung jawab jika nyawa anda melayang saat bertemu Dewa Kematian."

     Makhluk itu terkekeh, lalu tersenyum lagi. "Suatu kehormatan jika saya bertemu langsung, dan anda tidak perlu khawatir...saya menjalani tugas resmi."

    Terserah kau saja. "Ikuti saya."

Zeke melayang, dan orang yang sudah dia duga sejak awal bukan manusia biasa...mengikutinya dengan mudah. Di atas, tuannya yang memang suram semakin suram dengan kerutan di dahi dan bibirnya yang mencebik. Zeke bahkan tidak sempat menelan ludah saking gugupnya, dia hanya bisa menstabilkan suaranya agar tidak gemetaran secara memalukan di depan makhluk yang belum dia ketahui ini. 

      Zeke menunduk, "Maaf Tuan Shin, dia bilang ingin mengenalkan diri secara langsung kepada Anda."

     Orang itu menunduk sopan ke arah tuannya.  "Salam, kepada Dewa yang terhormat. Saya Yui, asisten resmi Dewi Inari. Saat ini saya sedang menjalani tugas dari Dewi Inari, senang bertemu dengan anda."

     Senang? Zeke merasakan perutnya melilit, apa asisten ini ingin mati? Zeke saja sangat tertekan bekerja di bawah tuannya. Zeke tidak habis pikir jika dalam tugasnya dia akan mendengar seseorang ‘senang’ bertemu dengan Dewa Shinigami. Tuannya memang rupawan dibalik wajah kakunya, tapi itu bukan jenis wajah yang akan disenangi makhluk lain, kecuali makhluk itu mencari mati.

     "Apa tugas itu berkeliaran mencicipi makanan jepang memakai baju...pengantin?" Tuannya menjawab datar.

     "Oh, saya hanya melihat-lihat dan mencicipi makanan di sekitar sini sebelum menjalankan tugas." Orang bernama Yui itu mengambil perkamen emas. "Anda bisa melihatnya sendiri."

     Seperti dugaan Zeke, tuannya tidak mengambil perkamen itu. "Jangan menginvasi wilayah kami seenaknya, Yui-dono."

     "Maaf?" Alis Yui berkerut, "Saya bahkan sudah mendapat stampel Dewa Ōkuninushi...."

     Tuannya melipat tangan, "Tidakkah dirimu berpikir harus mendapat persetujuan lebih selain Dewa utama?"

     "Tidak." Nada asisten Dewi itu lembut, tapi membuat udara semakin berat. "Ini hanya tugas mengawasi Yako, dan setau saya tidak ada kaitannya dengan kematian."

     "Kau akan menanggung akibatnya jika yako itu bermain-main dengan nyawa manusia." Nada tuannya dingin. 

Tuannya membuka portal secara kasar, bunyi gesekan besi kasar membuat Zeke meringis. Satu detik setelahnya, Zeke melihat tuannya terbang melesat. Merontokkan beberapa helai sayap yang kini bersarang di wajahnya dan wajah asisten Dewi itu. Zeke menahan napas, membersihkan helai sayap itu sebelum menyusul Tuannya setelah memberi tatapan 'sebaiknya anda lebih berhati-hati' pada asisten Dewi itu. 

Zeke menyadari, harusnya dialah yang berhati-hati. Karna setiap hari setelah kejadian itu, tuannya yang bertabiat buruk semakin berprilaku buruk saja. Menarik jiwa manusia lebih kasar dari sebelumnya, marah-marah ketika mendengar Zeke tertawa saat memandu jiwa manusia. Ah, jangankan tertawa...diam saja dirinya salah. 'Jangan berdiri terlalu dekat seperti bayangan', 'Jangan menggerakkan mulut berlebih saat berbicara.' 'Jangan menghalangi pandangan.' 

Zeke manahan diri untuk tidak menjambak rambut panjangnya sendiri. Kenapa rasanya 'ada' saja kesalahan Zeke? Tuannya seperti melampiaskan amarah tidak pada tempatnya. Tunggu, memangnya amarah Dewa Kematian boleh dilampiaskan kemana?

Zeke menggelengkan kepala, dia mengikat rambut panjangnya tinggi-tinggi. Mulai berdamai dengan situasi, benar...lebih baik tuannya mengomelinya saat marah, tidak bisa terpikirkan apa yang terjadi jika itu dilampiaskan pada hal lain. Misal meruntuhkan gunung atau apa...itu mengerikan.

Dia mendatangi tuannya setelah jam istirahat berakhir. Seperti biasa, tuannya di dalam ruangan singgasanahnya, tanpa pengawal satu pun. Ruangan mewah tapi mencekam disaat yang sama ini hanya dihuni oleh tuannya dan Zeke. Tuannya masih memakai baju tugas kemarin; Setelan hitam dengan sarung pedang dipinggangnya. Yang berbeda, rambutnya dibiakan terurai.

Sebenarnya selalu dibiarkan terurai, sampai Zeke ingin bertanya-tanya, apa tuannya tidak gerah? Ditelannya ide pertanyaan konyol itu. Zeke mendekat, memperhatikan hiasan rambut tuannya yang sedikit miring. Belum sempat Zeke bersuara, dia memutuskan diam saat dihadapan tuannya.

Zeke melihat tuannya mencengkram kursi kekuasaannya sampai retak, apa badai akan terjadi. "Salam, Tuan Shin. Saya sudah siap mendampingi anda." 

Tuannya masih memejamkan mata, ekspresinya kaku. Diperburuk jubah hitam dan rambut panjangnya yang kini terurai di lantai. Didengarnya tuannya sudah berbisik-bisik. "Asisten Dewi kurang ajar...."

Zeke bergidik. Dia tau apa masalahnya sekarang. Setelah satu minggu lebih asisten Dewi itu berkeliaran mengawasi yako dan melapor pada tuannya jika tindakan yako aman, tiba-tiba ada kematian manusia yang tidak diketahui tuanku. Biasanya hanya ada dua alasan: Pertama, manusia yang bunuh diri. Kedua, manusia yang dibunuh. 

Dalam dua perkara itu, Zeke hanya perlu turun tangan mencari jiwanya, lalu selesai. Beda lagi jika pelakunya seorang makhluk supranatural. Manusia itu akan binasa sepenuhnya, tidak ada siklus renkarnasi, dan kekacauan data di dunia shinigami. 

Jika sudah seperti itu, normalnya shinigami yang berkuasa di wilayah itulah yang menghancurkan yako itu sebagai balasan. Tapi Dewi Inari memberi perhatian khusus pada seorang yako untuk diawasi asistennya, dan ketika pembunuhan itu terjadi, asisten Dewi itu masih berani mendatangi shinigami yang bertugas di daratan utara jepang—Hokkaido untuk menghilangkan aura mereka. Itu bertujuan agar yako itu merasa pengawasan lengah dan dia bisa keluar untuk ditangkap asisten Dewi ke kurungan. 

Semua shinigami yang bertugas di Hokkaido setuju, Zeke takjub tuannya turut menyepakati meski yang terkena dampak wilayah bagiannya. Tapi sekarang jelas sudah, sesuai dugaan, tuannya ini menyimpan kekesalan. 

     “Zeke, asisten Dewi inari itu tidak bisa menjalankan dua tugas sekaligus kan?” Tuannya bersuara seakan dia menemukan sebuah ide gila yang brilian.

Zeke waspada. “Anda berpikir apa, Tuan Shin?”

Untuk pertama kalinya dalam 300 tahun, Zeke melihat tuannya tersenyum miring. Tuannya tidak pernah sekalipun tersenyum, dan sekarang pun cara senyumnya begitu aneh sampai membuat Zeke menahan gidikan.

     “Ayo kita dahului memusnahkan yako itu.” Tuannya berkata datar.

     Zeke menggelengkan kepala, “Tuan tidak dapat surat resmi untuk menemui yako itu. Mana boleh turun saat tidak ada orang mati, Tuan???”

     Tuannya bangkit, mengepakkan sayapnya dengan cepat satu kali. Tangannya membuka portal, “Kau lupa aku bisa menjauh jika ada energi manusia.”

Sekedip mata, tuannya melesat lagi. Dan Zeke...mau tidak mau mengikuti.

Mereka tiba di rumah yako itu. Tuannya menyembunyikan sayapnya, dia melayang satu jengkal di atas tanah, mencegah kehadirannya dideteksi oleh pasukan Dewa Ōkuninushi.

Zeke melakukan hal yang sama. Dia mengamati seisi ruangan dengan gelisah. Sekilas dari pengamatannya pun, tidak ada energi lain. Rumah ini mirip seperti rumah manusia biasa, bahkan ketika yako itu bisa menciptakan makanan dengan mudah asal melihat bahan-bahannya, dia memilih menggunakan peralatan masak seperti manusia.

Tidak ada yang perlu dilihat. Yako itu tidak ada di rumahnya, sudah pasti kabur dan dalam pengejaran asisten Dewi Inari, mungkin juga sudah tertangkap dan mendekam di kurungan seumur hidup.

Zeke mencari tuannya, dari auranya, berada di ruang tamu. Dia melayang ke arah ruang tamu, hanya untuk terpaku pada pemandangan tidak biasa.

Di depan tuannya, ada seorang manusia—jasad tergeletak, dari aura ungu yang menguar, itu dikarenakan manusia itu ada dalam lingkup yang terlalu dekat dengan shinigami.

Zeke membungkam mulutnya. “Tu-tuan Shin, bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah anda berkata bisa merasakan aura manusia dari jarak jauh?”

Tuannya tidak menjawab, udara di sekitarnya pekat, nadanya begitu dingin saat berkata. “Petaka.”

Zeke merasa jantungnya terlepas. Seorang shinigami mengatakan petaka, bukankah itu berarti yang terjadi lebih buruk dari petaka manapun?!

     “Meow! Kalian apakan Koharu?!” Seekor kucing putih bersuara, seluruh bulunya berdiri, kucing itu memasang tubuh waspada di depan manusia itu.

Sebelumnya Zeke tidak terlalu mengamati, tapi sekarang dia benar-benar kebingungan. Harusnya kucing pun tidak akan tahan dengan kekuatan tuannya, dia akan memilih lari, tapi kenapa sekarang justru berdiri kokoh seperti itu tanpa ada pengurangan energi.

Tuannya melemparkan kekuatan, kucing itu tergeletak, membuat Zeke menahan napas. Saat dikira tuannya membunuh kucing itu, dan sebentar lagi akan ada drama gempa yang membuat alasan manusia itu serta kehadiran tuannya adalah hal wajar...dirinya malah tertampar makhluk berbulu di wajahnya.

Zeke refleks menangkap makhluk itu dengan keadaan tidak dapat mencerna situasi. Tidak ada gempa, tidak ada reruntuhan, tidak ada rekayasa. Semuanya hanya menjadi tenang.

Saat Zeke menoleh, tuannya hanya mengangkat bahu. “Apa? Bawa kucing itu, dia hanya kubuat tidur.”

Eh, bisa begitu? Zeke melihat lagi kucing dikedua tangannya, kucing itu masih hangat, napasnya naik turun dengan lancar.

Setau dia kekuatan tuannya hanya penghancur apapun itu, dia tidak menduga jika masih ada toleransi yang membuat kekuatan itu tidak terlihat gelap sepenuhnya. Zeke masih takjub, dia hanya mengikuti tuannya ketika portal antar ruang terbuka, sama sekali tidak mempertanyakan alasan kenapa dia harus membawa kucing, atau kemana mereka akan pergi.

Saat melewati portal ruang, Zeke melihat mereka masih di Hokkaido, melayang di ketinggian dua ratus meter, tepat di atas sebuah toko dessert.

     “Apa akan ada kematian di sini, Tuan Shin?” Zeke bertanya ragu, dia bahkan tidak mendapatkan perkamen.

     Tuannya berdecak, “Turun dan temui makhluk yang menyalurkan energi spiritual kuat pada kucing itu. Karna keberadaan kucing itu aku tidak bisa merasakan aura manusia tadi.”

     Zeke mengangguk, dia mengulurkan kucing itu pada tuannya.

     Anehnya, tuannya balik menatapnya dengan heran. “Kau ingin kucing itu terbunuh?”

     Bola mata Zeke membulat. Mana mungkin! “Tidak?!”

     “Lantas mengapa menyodorkannya padaku?! Kau lupa cara manusia menemui ajalnya?” Tuannya menggerutu.

     Zeke kelabapan, dia turun dengan kucing itu di tangannya. Bisa-bisanya dia lupa apapun yang disentuh tuannya akan menemui kematian.

Tepat di belakang toko itu, Zeke menunjukkan wujudnya. Dia masuk ke dalam toko dan mencari-cari. Yang mencolok diantara mereka semua ada satu. Seorang yang dikenalinya—seseorang yang kemungkinan penyalur spiritualitas pada kucing ditangannya—sekaligus yang mungkin bisa membuat tuannya naik darah.

Zeke mengulum bibir, dia berdehem menyiapkan diri. Di dalam toko dessert itu tidak ada yang diminatinya. Hanya ada terlalu banyak orang, dan Zeke mulai bertanya-tanya...kapan terakhir kali dia membaur dengan manusia bumi?

Sepertinya 80 tahun yang lalu. Zeke membatin, tangannya berkeringat saat mendorong pintu toko dan kerincing berbunyi ringan. Saat memasuki ruangan itu, beberapa pasang mata menatapnya. Zeke merasa sangat gugup, dia tidak pernah terbiasa ditatap oleh mata yang ‘hidup’.

Kali ini saja, demi tugasnya. Dia mengesampingkan tatapan-tatapan itu, dan berjalan lurus menuju meja di dekar jendela. Di sana ada seorang yang bersinar dari manusia-manusia lainnya. Bukan kiasan, tapi jelas manusia sekitarnya merasa orang itu biasa saja. Hanya makhluk-makhluk tertentu yang bisa melihatnya.

Menyebalkannya, makhluk yang membaur itu tampak santai berbincang dengan para gadis yang kegenitan. Zeke memutar bola mata. Yah, bagaimanapun penampilan itu tidak buruk.

Zeke berdiri di hadapan orang itu, kini empat gadis menatapnya, membuat punggung Zeke berkeringat. Makhluk yang membaur itu sedang sibuk menelan tart lemon suapan salah satu gadis disebelahnya.

     “Eh? Teman cosplay anda, Yui-san?” Salah satu gadis itu berceletuk, dia memperhatikan penampilan Zeke sambil tersenyum-senyum.

Zeke tidak mengerti apa itu cosplay, tapi jelas dia bukan teman makhluk ini. Dia hendak berbicara sambil menyodorkan kucing ditangannya, tapi makhluk—maksudnya asisten Dewi Inari itu menahannya. Dia menyetujui tuduhan gadis-gadis itu sambil mendorong Zeke keluar dari tempat ini.

     Zeke tentu tidak terima, tapi dia juga tidak nyaman berada di tempat ini terlalu lama. Sesampainya di samping toko, Zeke mengawasi sekitar dan berkata. “Anda berani sekali menunjukkan jadi diri...atau anda lupa menyembunyikan bentuk mata anda?"

     "Pesona saya dibagian pupil, kurang tampan jika bulat. Dan mereka menganggap saya sedang cosplay."

     Cosplay lagi. Zeke sangsi bertanya, jadi dia hanya meluruskan wajah seolah mengerti. "Anda tau kucing ini?"

     "Tidak."

     Terlalu cepat menjawab tanda berbohong. Zeke memejamkan matanya sejenak, "Tuan Shin mencarimu.”

     Ada raut gugup di wajah asisten itu, tapi ditutupinya dengan senyuman. "Tentu, Tuan. Bawa saya pada Dewa yang terhormat, lagipula saya sudah menyelesaikan tugas pertama."

Zeke tidak membalas perkataan asisten itu, dia hanya melayang dengan kucing itu, diikuti asisten Dewi yang masih terlihat gugup itu. 

Sesampainya di hadapan tuannya. Dilihatnya Yui memberi salam. 

     "Di mana pakaian istana langit anda, Yui-dono." 

     "Ah? Itu? Bukankah sejak awal tugas saya tidak menggunakannya? Dan itu bukan masalah..." Asisten Dewi itu tersenyum.

      Zeke mengulum bibir, tamat sudah. Tuannya pandai mencari kesalahan yang sebelumnya tidak dia perkarakan. 

      "Itu aturan Dewi Inari? Atau kau memang seenaknya? Menunda tugas mencari roh orang yang dibunuh yako suka-suka, memakai baju suka-suka...dan menyalurkan kekuatan spritual pada kucing secara suka-suka?"

      "Saya tidak mengerti--"

Belum selesai kalimat asisten itu, Zeke melihat Tuannya mencekik sisten Dewi itu. Seluruh badan Zeke berjengit, dia melayang mundur, kaget sekaligus bingung. Apa tindakan kontroversial seperti ini diperbolehkan? Zeke melayang ke arah tuannya, tapi tidak ada satu katapun yang bisa dia ucapkan, sebab diluar dugaan...asisten Dewi itu berani melawan balik seorang shinigami. Tuannya semakin murka, dan melempar asisten Dewi itu ke bumi, kemudian turun menyusulnya. 

      "Mati! Mati!" Zeke melayang histeris sambil memeluk kucing putih yang masih tertidur itu. Harus bagaimana dia melerai?! Dan apa yang akan terjadi jika Dewa kematian membunuh asisten penguasa lain? 

     "Kehancuran." Zeke bersuara kecil, dia menyusul Tuannya ke bawah. 

Ketika dia bersiap untuk hal mengerikan, hal yang lebih mengerikan terjadi. Tuannya dan asisten itu berlutut di tanah, dengan keempat pasukan Dewa Ōkuninushi memegangi mereka. 

Penampilan pasukan itu begitu tertutup, dengan aura yang lebih bengis dari shinigami manapun, bahkan tubuh Zeke mengigil saat salah satu mereka berbicara padanya. "Kau juga ikut kami."

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tembak, Jangan?
254      213     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
DocDetec
279      197     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Bisikan yang Hilang
63      57     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
NEET
543      395     4     
Short Story
Interview berantakan bukan pilihan. Seorang pria melampiaskan amarahnya beberapa saat lalu karena berkali-kali gagal melamar pekerjaan, tetapi tidak lagi untuk saat ini, karena dia bersama seseorang. Cerita ini dibuat untuk kontes menulis cerpen (2017) oleh tinlit. NEET (Not in Education, Employment, orTraining) : Pengangguran. Note: Cover sama sekali tidak ada hubungannya dengan cerita...
#SedikitCemasBanyakRindunya
3278      1204     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Will Gates
1244      740     7     
Short Story
Persamaan Danang dan Will Gates: Sama-sama didrop-out dari sekolah. Apa itu artinya, Danang bisa masuk ke dalam daftar salah satu dari 100 orang terkaya di dunia versi majalah Corbes?
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
576      323     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
Dream of Being a Villainess
1376      787     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Reandra
1532      1026     66     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Waiting
1726      1278     4     
Short Story
Maukah kamu menungguku? -Tobi