Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bunga Hortensia
MENU
About Us  

Itu adalah awal kepanikanku dan alasan kenapa aku akan melakukan semua ini.

Hari ini, pukul empat sore selepas pulang sekolah, di depan gerbang sekolah, Hortensia Mei, temanku satu-satunya tumbang di hadapanku.

Aku datang membawakan ranselnya yang tertinggal dalam kelas saat dia sedang berjongkok menungguku. Mencurahkan imajinasinya ke dunia nyata dengan menggambar sesuatu tak kasat mata menggunakan ujung rating di permukaan beton yang keras. Dia sedikit lebih dekat dari bayangan gerbang Akademi Riverwood yang jatuh dari atas kepalanya. Wajahnya tampak pucat, tak merona, dan matanya tampak tak fokus sama sekali.

“Kau tidak apa-apa?” tanyaku, mengulurkan ranselnya. Dia agak sempoyongan saat berdiri. Karena itu ranselnya urung kuberikan dan masih kutahan.

“Aku baik,” sahutnya, tapi aku tahu caranya mengatakan adalah kebohongan

“Jangan terlalu memaksa dirimu. Kalau kau tidak sanggup berjalan, aku akan panggilkan taksi.”

“Tidak perlu.” Dia meraih ranselnya, lalu menyampirkannya di pundak. “Aku tidak mau melewatkan ini. Hari ini, temanku yang biasanya tidak pernah mau peduli, akan mengantarku pulang.” Ada semburat warna merah di pipinya saat dia mengatakan itu, lalu mengambil langkah lebih dulu.

Itu memang janjiku. Setelah setengah hari berbaring di ranjang ruang medis sekolah, aku membawakan sepotong roti kesukaannya dan berbincang sebentar, lalu dia menawarkan dirinya untuk kuantar pulang. Memang seperti itu yang terjadi. Sifat gadis itu memang sedikit aneh.

Aku masih di sampingnya saat kami sepuluh meter memunggungi gerbang sekolah dan derap langkahnya tiba-tiba melambat. Dia memegang keningnya dan sempoyongan lagi. Aku bisa melihat jejak keringat yang membasahi dahi dan lehernya, mengilap oleh cahaya matahari petang yang rendah. Aku bahkan belum sempat bertanya keadaannya tapi gadis itu sudah menjatuhkan diri ke arahku. Aku sigap menangkap, memanggil namanya seraya mengguncangkan bahunya berkali-kali, tapi dia tidak memberiku jawaban satu kata pun.

Aku menghubungi ibuku. Dia seorang dokter sebuah klinik di kota. Dengan menahan segala kepanikanku di atas ambulans, akhirnya gadis itu terbaring dengan seragam sekolahnya di ruang rawat inap.

Aku tahu apa yang kau pikirkan. Aku remaja enam belas tahun dengan hormon yang meledak-ledak. Aku bukan siapa-siapa gadis itu, bukan pula saudara. Jadi sudah seharusnya aku bersikap seperti teman sekelas yang mengunjungi temannya yang opname. Mengatakan, “Semoga lekas sembuh,” dengan tampang acuh tak acuh saat melihat selang infus tersambung ke lengan gadis itu. Ataupun, bersikap biasa saja seolah sedang memandangi cuaca, karena bibir gadis itu sekarang sepucat kapur. Akan tetapi, tombol pemicu itu ditekan saat suster yang memeriksa tubuh gadis itu berkata, “Ada luka lebam membiru di bahu dan punggungnya.”

Aku dan ibuku, yang duduk di sofa, bersamaan menoleh ke arah tempat tidur. Ibuku berdiri dan memeriksa. Suster itu bergumam, “Dokter Eliza, luka-luka ini mirip dengan luka-luka dua gadis yang diculik dan diperkosa itu.”

Aku tidak tahu bagaimana dengan berani dia menyimpulkan seperti itu. Padahal tiap hari dia selalu bergelut dalam dunia ilmiah. Tidak bersandar pada opini dan tebak-tebakan semata. Namun akibatnya, seluruh tubuhku terasa disedot dan pijak di bawah kakiku seakan menjeram.

Aku keluar ruangan dan duduk di kursi besi lorong karena mereka akan membuka pakaian gadis itu, memeriksa sekujur badannya. Tak lama, Ibu datang saat pikiranku melayang-layang. Ibu menelungkupkan telapak tangannya di atas punggung tanganku, dan terasa hangat karena jemariku sudah terlalu dingin oleh ketakutan pikiranku sendiri.

“Itu tidak benar,” katanya. “Ibu telah periksa, memang luka dipunggungnya cukup serius, tapi untuk sekarang tidak ada tanda-tanda—“

Ibu menelan kata-katanya dan aku tahu apa lanjutannya. Ibu tidak tahu fakta kalau gadis itu tidak sekolah selama seminggu kemarin dan menghilang di hari yang sama dengan kasus pemerkosaan itu terjadi.

“Ya, semoga,” sahutku. Suaraku lemas, masih bercampur cemas.

“Lebih jelasnya, kita tanya langsung pada Mei setelah siuman nanti.”

Aku tahu Ibu bermaksud menenangkanku, tapi aku tak bisa. Karena itu sekarang, aku berdiri di depan cermin toilet. Menatap separuh bayangan tubuhku yang terpantul. Ditemani oleh suara tetes air yang jatuh dari ujung keran, yang mengalun pelan seperti musik dan membuatku nyaman. Aku bicara padamu, pada pikiranku sendiri seperti orang depresi. 

Aku berniat menelusuri ingatku lagi.

Iya. Menurutku juga ini adalah pekerjaan yang sia-sia, sama seperti yang dilakukan gadis itu setiap hari; yang menjaring angin di padang rumput. Benar-benar pekerjaan yang tak berguna. Sudah seperti menunggu bintang jatuh dari langit nun jauh di malam yang kelam. Meski sudah tahu begitu, kurasa ini lebih baik bila dibandingkan menunggu sebongkah kemungkinan palsu jatuh di depan jempol kaki yang ternyata  dipenuhi lubang.

Aku tidak ingin berpasrah diri dengan kemungkinan yang dikatakan Ibu. 

Aku merasa kalau selama ini ada sesuatu yang telah disembunyikannya, dan itulah penyebab luka-luka di punggung gadis malang itu.

Kata-katanya, caranya tertawa, selama ini, pasti mengandung petunjuk.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Seharusnya Aku Yang Menyerah
136      115     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Anikala
1371      599     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Behind The Spotlight
3436      1682     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Aku Ibu Bipolar
51      44     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
The Boy Between the Pages
1544      929     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Switch Career, Switch Life
406      342     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Only One
1098      751     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Can You Be My D?
97      87     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
Cinderella And The Bad Prince
1468      996     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
Happy Death Day
594      334     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...