Beberapa minggu yang lalu, pada saat musim hujan. Semenjak dia berinteraksi dengan Albert dan Aldi di kafe dengan menyamar sebagai wanita dewasa, Mina dengan segera memikirkan nama lain untuk mengganti namanya.
Begitu hari tiba, dia tidak lagi bertemu dengan kedua targetnya justru bertemu dengan teman mereka yang tidak ada dalam daftar target. Mina pun bingung, apakah dia akan menyebutkan nama aslinya atau tidak.
“Kalau terlalu jujur akan membuka kedoknya, maka akan aku lakukan.” Itulah yang dia pikirkan.
Pada pertemuan kedua dengan seorang pria bernama Hendrik, mereka sempat bertengkar sejenak karena beberapa hal dan salah satunya adalah karena aib Mina yang mengenakan pakaian wanita dewasa terbongkar. Terlebih pakaiannya pada saat itu sedikit longgar sehingga terlihat memalukan.
Mereka berkenalan dan pada saat itu tidak terlihat jelas bagaimana ekspresi Hendrik begitu Mina memperkenalkan nama aslinya. Mina menganggapnya biasa sebab tidak merasakan adanya keanehan.
Namun pada akhirnya karena mereka memiliki pemikiran yang sama setiap saat dan itu membuat keduanya merasa nyaman dan aman. Semakin lama mereka semakin akrab dan merasa cocok lalu jadi lebih dekat sampai menuju ke sebuah hubungan yang lebih dalam.
Tadinya Mina berpikir, dia bisa melupakan dendam sejenak dan memberi waktu bagi dirinya untuk bersenang-senang. Namun jauh di lubuk hatinya, dia merasa sesak saat mengingat kenangan buruk. Mina pun kembali berpikir dan memantapkan hati tuk memanfaatkan hubungan mereka guna membongkar sesuatu tentang kedua targetnya melalui Hendrik yang merupakan teman mereka.
Namun tidak disangka bahwa Hendrik ternyata tidak hanya sekadar berteman dengan Aldi dan Albert saja, melainkan juga terlibat secara langsung. Dia berhubungan dengan kematian kedua orang tuanya pada hari itu.
Guntur dan Nindia yang telah lama menguping pembicaraan mereka tentu tahu kalau Mina sengaja menyebut nama aslinya di depan orang asing. Mereka berdua cemas karena orang yang memiliki hubungan dengan kedua tersangka belum tentu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kasus itu.
“Jadi ini alasan kamu membiarkan dia tahu nama aslimu?” tanya Nindia dengan cemas.
Mina menganggukkan kepala lalu menjawab, “Benar. Saya ingin menguji bagaimana reaksi Hendrik saat tahu namaku.”
“Pada akhirnya dua orang itu tetap tidak muncul karena kamu mengira Hendrik benar-benar tidak berhubungan dengan kejadian itu?”
“Ya. Awalnya saya berpikir begitu, tetapi tidak lagi setelah percakapan terakhir kali. Kalian bisa menebaknya hanya dengan mendengar percakapan itu 'kan?”
“Percakapan kalian awalnya seperti teka-teki. Tapi setelah sadar, kalian baru terang-terangan dan itu mengungkapkan semuanya.”
“Lalu bagaimana dengan dia?”
“Kami sudah menangani hal itu. Tunggu saja di sini maka semuanya sudah selesai.”
***
Di panti. Ruangan Hendrik.
Aldi keluar dari ruangan sebelah menuju ke ruangannya dengan wajah tenang. Lalu menghampiri temannya itu sambil menertawakan Hendrik yang menjadi galau setelah ditinggal pergi sang kekasih.
“Haha, ke mana lelaki dewasa yang menjamin cinta pertamanya berharga?” ejek Aldi.
“Jangan mengejekku. Aku bukan orang narsis seperti dirimu. Jadi jangan samakan aku dengan seseorang yang punya banyak wanita,” balasnya dengan marah.
Hendrik membuang muka, baginya sangat menjengkelkan jika Aldi yang bicara.
“Punya banyak pacar berarti punya keuntungan. Satunya kecil, satunya besar, satunya pendek, satunya tinggi dan satunya lebih muda dariku dan satunya lagi lebih tua.”
Semakin lama Hendrik kesal dengan ocehan temannya itu, lalu dia menyumpal mulut Aldi dengan sobekan kertas yang dijadikan satu agar bisa diam. Aldi yang terkejut dan panik karena merasa jijik, segera mengeluarkan itu dari mulutnya.
“Hei, aku belum selesai bicara!” teriak Aldi.
“Bukan waktunya bercanda sekarang. Di mana Albert?”
“Oh apa ini saatnya bergerak?”
“Aku tanya di mana Albert?”
Aldi menghela napas sejenak, seraya mengambil tempat duduk di pinggiran meja dan berkata, “Dia sudah pergi meninggalkan kota ini.”
“Bagus.”
“Bagus?!” Aldi terkejut.
“Iya, itu ide bagus. Untuk sementara kita harus menghindarinya dan buat rencana di kota lain sebelum mereka tiba.”
“Kau ingin mereka menghampiri kita ke kota lain?”
“Tentu saja. Jika tidak begitu, maka sulit untuk menuntaskan semuanya sekaligus.”
Masih pada waktu yang sama, sesuai perkataan Nindia bahwa mereka telah sampai ke panti guna menangkap orang-orang itu. Namun sayangnya mereka terlambat selangkah.
Albert sudah meninggalkan kota ini lebih dulu, sementara Aldi yang menunggu Hendrik di ruangannya kini pun telah pergi melewati jalan belakang. Beberapa pengurus panti diinterogasi lebih dalam dan hanya menemukan sejengkal informasi mengenai identitas mereka bertiga.
“Aldi, Albert dan terutama Hendrik, ketiga anak ini adalah anak yang baik. Mereka ditemukan di waktu dan tempat yang sama, dalam keadaan lusuh jadi tidak mungkin mereka adalah mata-mata asing.”
Para pengurus panti yang sejak tadi sibuk di dapur jelas tidak mengetahui banyak hal tentang apa yang terjadi selama Mina berada di tempat ini, lantaran yang menemani anak-anak bermain hanyalah Hendrik seorang.
Para pengurus panti pun menyangkal bahwa mereka bertiga berniat buruk pada negeri ini. Dan mengatakan ini semua mungkin hanyalah sebuah kesalahpahaman.
“Kami yakin mereka bukan orang seperti itu. Meskipun dewasa, kami pun tetap mengijinkan mereka tinggal di sini. Saya yakin mereka anak yang baik.”
Tampaknya sudah mustahil mengorek informasi ini dari orang-orang yang pernah berhubungan dengan mereka. Semenit setelah kepergian orang itu dari panti, Nindia telah mendapatkan laporannya.
“Astaga, ternyata memang terlambat selangkah.”
Nindia dan Guntur saling menatap dengan serius lalu menganggukkan kepala.
“Mereka sudah pergi ke kota lain. Aku tahu tempatnya karena undangan langsung dari mereka.” Guntur yang mengatakannya, lantas menunjukkan sebuah pesan dari e-mail yang sudah terbaca.
“Aku akan ikut pergi,” kata Mina.
Guntur mengangguk sekali tanda memberi ijin.
“Tidak bisa!” Sementara Nindia menolak mentah-mentah karena memang ini terlalu berbahaya.
Tanpa menggunakan suara AI, Guntur menggunakan bahasa isyarat untuk menjelaskannya pada Nindia. Dia menunjuk ke arah Mina lalu dirinya sendiri dan Nindia kemudian menyatukan tangan. Setelah itu mengetuk meja dengan jari.
Guntur sejenak berhenti, dia menghela napas sejenak lantas menatap pesan e-mail itu sekali lagi, di dalam pesan itu mereka juga akan menunggu Mina dengan rentang waktu dua bulan ke depan dari sekarang.
Itu mengartikan, bahwa yang sebenarnya diundang hanyalah Mina tetapi Guntur paham bahwa mereka juga memancing semua orang yang melindungi Mina. Guntur dan Nindia sudah dijadikan sasaran mereka berikutnya.
“Pertama kalinya aku diremehkan. Bahkan pasangan Code saja tidak berdaya apalagi kita yang hanya junior,” tutur Nindia.
Guntur tertawa dan kembali menggunakan suara AI, “Terima saja undangannya. Tapi kita akan sengaja datang terlambat. Sementara orang lain akan menyelidiki tempat itu.”