Kala menarik napas dalam. Rasa pegal menjalar dalam tubuh Kala akibat terlalu banyak tidur. Kala bersandar pada bantal sambil sesekali memainkan ponselnya.
Setelah kemarin dilarikan ke IGD akhirnya dokter memutuskan untuk sementara waktu Kala dirawat. Semalaman Aksa menjaga Kala, tidak henti-hentinya Aksa menggenggam tangan Kala. Memperhatikan raut wajah Kala serta napas Kala. Karena saat ini ketakutan terbesar Aksa adalah kehilangan Kala.
Suasana ruang rawat inap sepi. Karena hanya ada dua orang yang menempati. Kala mencoba duduk bersandar pada bantal. Karena merasa kepala pening akibat terlalu banyak tiduran. Tidak lama suster datang untuk menyuntikkan obat.
"Adek saya sakit apa ya sus?" tanya Aksa disela suster selesai menyuntikkan obat pada pergelangan tangan Kala.
"Kemungkin tipes." Aksa mengangguk paham.
"Makasih sus." Suster mengangguk kemudian pamit.
"Kal, abang tinggal dulu gak apa-apa ya?"
"Abang mau cari makan."
"Iya gak apa-apa bang," ucap Kala. Aksa mengangguk paham lantas Aksa mengusap pucuk kepala Kala kemudian pergi.
"Mbak, saya duluan pulang ya. Lekas sehat," pamit seorang pasien yang sebelumnya berada kamar sebelahnya.
"Oh iya ibu, hati-hati di jalan ibu," jawab Kala sambil memberikan senyuman.
Kala menarik napas dalam. Ekor mata Kala memperhatikan setiap sudut kamar rumah sakit. Suasana kini terasa sepi, sebab kedua pasien yang satu kamar dengannya sudah pulang semua. Kini, hanya ada dirinya sendiri dan suara jam dinding yang menemani.
Pintu kamar terbuka dan tirai tempat Kala pun diintip oleh seseorang. Kepala seseorang menyumbul dari balik tirai, Kala mengernyit bingung. Karena, wajahnya tertutup oleh masker.
Tidak lama cowok itu pun masuk, cowok itu mengenakan kemeja kain flenal dibalut kaos putih di dalamnya. Melihat raut wajah Kala yang penuh tanda tanya cowok itu pun melepaskan maskernya.
"Banu?!"
"Hei, Kal.."
"Kamu kok bisa di sini?"
"Bukannya di tempat olimpiade?"
Banu tidak menjawab cowok itu hanya tersenyum pada Kala. Ia pun menaruh bingkisan buah-buahan yang ia bawa.
Banu masih terdiam, namun detik kemudian ia membuka suara. "Tua tau lo sakit dari Bang Aksa.Jadinya gua ke sini."
"Gimana keadaan lo? Sakit apa?"
Kala mengecutkan bibirnya ekspresinya terlihat malas jika ditanya tentang alasan kenapa sakit.
"Salah makan kayaknya."
"Oh iya, duduk Nu Gua gak lagi ngehukum lho, hehe."
"Ah iya." Banu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Banu terdiam. Jujur saja, Banu tahu jika sakitnya Kala bukan karena salah makan, tetapi dikarena oleh pikirannya. Pikiran terkait seseorang yang menyebarkan foto dan memfitnah dirinya dengan Kala. Banu merasa kasihan pada Kala. Ia harus secepatnya mencari orang tersebut. Sedih rasanya jika harus melihat Kala seperti ini.
"Oh iya Kal." Kala menatap Banu setelah saling diam beberapa menit.
"Kenapa?"
Banu membuka tasnya. Mengambil sesuatu dari balik tas nya. Sebelum diberikan pada Kala, Banu meninta Kala untuk menebaknya.
"Gua punya kabar gembira buat lo!"
"Coba tebak!" Kala mengernyit alisnya sampai-sampai terangkat sebelah.
"Apa?"
"Coba tebak dong!"
"Em—"
"Lo, menang udian?" Banu menggeleng.
"Lo, punya motor baru?" Banu menggeleng kembali.
"Terus apa dong?!"
"Bukan tentang gua kabar bahagianya, tapi tentang kita." Kala semakin dibuat bingung oleh ucapan Banu.
"Oke, gini deh. Sekarang kamu tutup mata. Jangan ngintip ya!"
Banu memandangi Kala, setelah merasa Kala tidak benar-benar mengintip. Ia memberikan sebuah sertifikat olimpiade kemenangan mereka berdua.
"Coba buka mata sekarang."
Perlahan kedua kelopak mata Kala membuka. Dilihatnya sebuah kertas yang tidak tahu kertas apa sebab hanya kertas berwarna biru polos.
"Ini apa?" tanya Kala.
"Coba lo balik kertasnya."
Kala menuruti perintah Banu. Terlihat lah sebuah tulisan SERTIFIKAT JUARA 1 OLIMPIADE IPS. Kala mengedipkan mata berkali-kali memandangi tulisan tersebut barangkali ia salah membaca.
"I—ini beneran?" Banu mengangguk pasti.
Tidak lama Kala menitikkan air mata. Ia terisak haru. Banu pun juga dibuat terharu dan tidak percaya kembali sebenarnya. Banu perlahan mengusap air mata Kala yang jatuh mengalir dipipi nya dan mengusap punggung tangan Kala.
"Gua engga percaya, nu."
Banu tersenyum dan Kala juga tersenyum walaupun masih menitikkan air mata. Kala pun tanpa sadar menggenggam erat tangan Banu.
"Kita berhasil, Nu. Kita berhasil!"
"Ia Kal. Kita berhasil, nanti kita tunjukkin sama Bunda kita masing-masing ya!" Banu tersenyum bangga.
"Lho? Lo kenapa Kal?" tanya Aksa yang kebingungan melihat Kala menangis sesenggukan. Mendengar suara Aksa refleks Banu mengalihkan pandangan.
"Bukan sama gua ya, bang," jawab Banu takut. Karena melihat ekspresinya Aksa.
"Abang liat!" Kala sangat antusias memperlihatkan sertifikat olimpiade nya.
Aksa mengambil perlahan kertas dari tangan Kala. Membacanya perlahan dan raut wajah Aksa pun berubah drastis setelah membacanya.
"Wah! Congrats Kal! Adek Abang hebat!" Aksa memeluk tubuh Kala setelah gitu mengacak rambut Kala dengan gemas.
"Congrats juga buat lo, Bro!" Aksa menepuk bahu Banu dan memberikan tinjuan kecil pada Banu.