Akhirnya mereka berdua sudah sampai ke rumah. Ya, rumah dimana umumnya tempat untuk berteduh dan membuat kita aman dan nyaman bersama keluarga.
"Makasih abang!" dengan terburu-buru Maya melepaskan helm dan meletakkannya di atas motor Permana. Setelah itu dia lari menuju ke dalam rumah.
"Assalamualaikum mama! Maya sama abang, udah pulang!" teriak Maya mengucapkan dari depan pintu setelah itu segera masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam. Alhamdulillah," ujar mamanya. Dia senang melihat kedua anaknya pulang dengan selamat.
"Mama adek nyebelin tuh," protes Permana menyusul masuk setelah Maya masuk kedalam rumah.
"Adek kenapa lagi sih bang?" tanya mamanya penasaran. Dia bingung ada saja yang dipermasalahkan oleh kedua kakak beradik ini.
"Ditungguin didepan gerbang, di WhatsApp nggak dibales. Ternyata lagi asik ngobrol sama temennya," ujar Permana sambil merebahkan badannya disofa ruang tamu.
"Adekk lupa bang! Handphone gue silent pas sekolah. Jadi nggak denger, sorry ya?" Maya menghela nafasnya. Setelah itu dia tidak peduli, Maya menuju ke dapur dan mengambil makanan yang dia suka.
"Hmmm.." gumam Permana.
"Sabar bang! Marah-marah mulu sama adeknya. Heran banget," ujar mamanya.
"Yaa abang capek kuliah ma. Tadi lumayan banyak kegiatannya," jawab Permana.
"Udah ahh nggak apa sabar aja. Sama pacarnya sabar, sama adek sendiri nggak sabar!" protes mamanya kesal. Dia bingung kenapa Permana tidak bisa mengatur emosinya jika sudah bersama Maya.
"Yaa bedaa.."
"Hehh.. Maya adikmu sendiri loh. Pacar kamu kan bukan keluarga kamu," ujar mama.
"Hmmm.." Permana mendengus kesal. Dia kesal Maya selalu dibela karena anak kedua perempuan di keluarga ini.
"Mamaaa!! Maya makan yaa!" teriak Maya dari meja makan. Meskipun mamanya belum menjawab sepatah kata apapun, Maya tetap melahap makanan itu.
"Udah laper banget tuh? Iyaa makan yang banyak ya adek," respon mamanya dari kejauhan karena mamanya sedang berada diruang tamu bersama Permana.
"Iya mama, siap!"
********
Sekarang sudah hari kedua ke sekolah, Maya berusaha untuk tetap tenang. Meskipun dia belum bisa beradaptasi dengan baik, dia tetap ingin terlihat baik-baik saja. Supaya keluarganya tidak mengkhawatirkannya.
"Adek, papa nanti belum pasti bisa jemput kamu apa engga. Nanti papa kabarin ya kalau kamu mau pulang," ujar papanya. Ya hari ini Maya masih diantar oleh papanya,karena tempat kerja papanya searah dengan sekolah Maya.
"Iya papa siap, jangan lupa kabarin ya papa!" Maya mengangguk lalu mencium punggung tangan papanya.
"Iya siap. Kamu hati-hati, semangat ya sekolahnya. Anak kesayangan papa," papanya tersenyum simpul.
"Iya. Bye papa!" Maya melambaikan tangannya lalu membuka pintu dan keluar dari mobil.
Papanya sudah menghilang dari pandangannya, Maya pun langsung masuk kedalam sekolah. Dia khawatir jika masuk terlambat.
Ketika dia baru saja sampai di lapangan saat dia akan menuju ke kelasnya, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Tentu saja Maya terkejut dan langsung menghentikan langkah kakinya.
"Ehhh?" ujar Maya terkejut. Dia mengira yang menyapa dirinya adalah Novi, tetapi pikirannya salah. Ternyata yang menyapa dirinya dengan menepuk bahu adalah Bram, teman laki-lakinya satu kelas. Yang terkenal dengan ketampanannya dan diidamkan oleh kaum hawa.
"Kaget amat woi, kayak nggak kenal aja. Gue Bram, udah tahu kan?" tanya Bram sambil terkekeh.
"Iya gue udah tahu kok. Ada apa Bram?" respon Maya. Meskipun sedikit kikuk, dia tetap berusaha untuk berbaur.
"Lo mau kemana? Jangan ke kelas dulu. Sini bareng sama gue," ajak Bram.
"Hah? Kemana?" Maya kebingungan. Dia tidak menyangka kalau Bram mengajak dia berbicara terlebih dahulu. Padahal Maya paling menjaga jika ingin mengajak bicara laki-laki.
"Lo nggak baca grup WA? kita disuruh ke koperasi dulu buat ambil seragamnya sekarang. Ayo kita ngantri bareng teman-teman udah pada ngumpul disana beberapa," Bram memberitahu informasi yang dia dapatkan.
Sial! Maya merasa malu, dia sangat terlihat introvert. Tidak pernah membaca grup WhatsApp kelas, dan tidak terlalu perduli dengan hal-hal yang ada disekitarnya.
"Ohh gitu, iyaa gue nggak buka grup WhatsApp Bram. Yaudah bareng yuk," Maya mengangguk.
"Okeyy," jawab Bram. Mereka berdua pun berjalan berdampingan.
Ketika berada dilorong sekolah, saat akan dalam perjalanan menuju ke koperasi banyak sekali perempuan yang menatap Maya dengan sinis.
"Apa gara-gara gue masih nggak pake hijab ya?" batin Maya kebingungan.
Melihat ekspresi wajah Maya yang begitu resah dan gelisah, Bram hanya terkekeh. Dia merasa ekspresi Maya lucu saat kebingungan seperti itu.
"May," panggil Bram.
"Hah? Iya?" Maya menoleh ke arah Bram sambil tersenyum.
"Lo kenapa kok kayaknya resah banget gitu wajahnya? Ada masalah apa?" sebagai teman baru tentu saja Bram ingin menanyakan keadaan Maya. Barangkali saja dia bisa membantu.
"Nggak ada masalah. Tapi gue cuma bingung aja Bram," jawab Maya terus terang.
"Bingung kenapa?"
"Kenapa cewek-cewek pada ngelihatin gue? Gue kan nggak saling kenal sama mereka, nggak punya salah juga sama mereka. Kenapa gue dipelototin kayak gitu," ujar Maya menjelaskan.
"Kayaknya mereka kesel May. Udah biarin aja," Bram terkekeh.
"Kesel kenapa emangnya?"
"Kata temen-temen seangkatan, katanya gue cowok paling ganteng yang ada dijurusan broadcast. Kayaknya mereka iri sama lo," Bram merapikan rambutnya. Melakukan tebar pesona, dia memang tipikal cowok yang sangat tengil.
"Idih idih, gaya amat deh lo. Iya iyaa palingg ganteng deh," Maya terkekeh melihat Bram.
"Yaudah iya, makanya nggak usah dipikirin. Santai aja bro," Bram berusaha menenangkan.
"Oke siap!"
Tidak terasa mereka berjalan sambil berbincang, akhirnya telah sampai di koperasi. Dan ternyata dikoperasi sudah ada Novi yang mengantri.
"MAYAAA!!" teriak Novi dengan heboh dari kejauhan.
"Heh heboh banget?!! Iya Novi, ada apa?" Maya cukup terkejut dengan suara Novi yang menggelegar. Namun dia masih meresponnya dengan baik, sambil melambaikan tangan.
"May, gue tinggal dulu ya sama temen-temen cowok?" pamit Bram ketika Maya didekati oleh Novi.
"Oh iya, silahkan. Thankyou ya udah ditemenin," Maya berterima kasih.
"Iya sama-sama. Santai aja," Bram tersenyum sambil melambaikan tangan. Setelah itu dia segera bergabung dengan teman geng nya itu.
"Tiba-tiba banget nih, deket sama Bram?" bisik Novi kepada Maya ketika Bram sudah tidak ada didekat mereka.
"Apaan sih Nov, biasa aja kali. Dia tadi ketemu gue terus kasih tahu kalau harus kesini dulu," Maya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak mau orang-orang salah paham melihat ini semua.
"Aaaa.. Lo beruntung banget sih. Iri deh gue," ujar Novi.
"Gitu doang iri, udah cuma temen doang. Sekolah gue nggak mikirin cowok," kata Maya.
"Yakin?" goda Novi sambil terkekeh.
"Iya yakin," Maya memantapkan ucapannya.
Mereka setelah menyelesaikan pembicaraannya, langsung melanjutkan antrian untuk mengambil seragam sekolah.