Loading...
Logo TinLit
Read Story - May I be Happy?
MENU
About Us  

Akhirnya mereka berdua sudah sampai ke rumah. Ya, rumah dimana umumnya tempat untuk berteduh dan membuat kita aman dan nyaman bersama keluarga. 

"Makasih abang!" dengan terburu-buru Maya melepaskan helm dan meletakkannya di atas motor Permana. Setelah itu dia lari menuju ke dalam rumah. 

"Assalamualaikum mama! Maya sama abang, udah pulang!" teriak Maya mengucapkan dari depan pintu setelah itu segera masuk ke dalam rumah. 

"Waalaikumsalam. Alhamdulillah," ujar mamanya. Dia senang melihat kedua anaknya pulang dengan selamat. 

"Mama adek nyebelin tuh," protes Permana menyusul masuk setelah Maya masuk kedalam rumah. 

"Adek kenapa lagi sih bang?" tanya mamanya penasaran. Dia bingung ada saja yang dipermasalahkan oleh kedua kakak beradik ini. 

"Ditungguin didepan gerbang, di WhatsApp nggak dibales. Ternyata lagi asik ngobrol sama temennya," ujar Permana sambil merebahkan badannya disofa ruang tamu. 

"Adekk lupa bang! Handphone gue silent pas sekolah. Jadi nggak denger, sorry ya?" Maya menghela nafasnya. Setelah itu dia tidak peduli, Maya menuju ke dapur dan mengambil makanan yang dia suka. 

"Hmmm.." gumam Permana. 

"Sabar bang! Marah-marah mulu sama adeknya. Heran banget," ujar mamanya. 

"Yaa abang capek kuliah ma. Tadi lumayan banyak kegiatannya," jawab Permana. 

"Udah ahh nggak apa sabar aja. Sama pacarnya sabar, sama adek sendiri nggak sabar!" protes mamanya kesal. Dia bingung kenapa Permana tidak bisa mengatur emosinya jika sudah bersama Maya. 

"Yaa bedaa.." 

"Hehh.. Maya adikmu sendiri loh. Pacar kamu kan bukan keluarga kamu," ujar mama. 

"Hmmm.." Permana mendengus kesal. Dia kesal Maya selalu dibela karena anak kedua perempuan di keluarga ini. 

"Mamaaa!! Maya makan yaa!" teriak Maya dari meja makan. Meskipun mamanya belum menjawab sepatah kata apapun, Maya tetap melahap makanan itu. 

"Udah laper banget tuh? Iyaa makan yang banyak ya adek," respon mamanya dari kejauhan karena mamanya sedang berada diruang tamu bersama Permana. 

"Iya mama, siap!" 

********

Sekarang sudah hari kedua ke sekolah, Maya berusaha untuk tetap tenang. Meskipun dia belum bisa beradaptasi dengan baik, dia tetap ingin terlihat baik-baik saja. Supaya keluarganya tidak mengkhawatirkannya. 

"Adek, papa nanti belum pasti bisa jemput kamu apa engga. Nanti papa kabarin ya kalau kamu mau pulang," ujar papanya. Ya hari ini Maya masih diantar oleh papanya,karena tempat kerja papanya searah dengan sekolah Maya. 

"Iya papa siap, jangan lupa kabarin ya papa!" Maya mengangguk lalu mencium punggung tangan papanya. 

"Iya siap. Kamu hati-hati, semangat ya sekolahnya. Anak kesayangan papa," papanya tersenyum simpul. 

"Iya. Bye papa!" Maya melambaikan tangannya lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. 

Papanya sudah menghilang dari pandangannya, Maya pun langsung masuk kedalam sekolah. Dia khawatir jika masuk terlambat. 

Ketika dia baru saja sampai di lapangan saat dia akan menuju ke kelasnya, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Tentu saja Maya terkejut dan langsung menghentikan langkah kakinya. 

"Ehhh?" ujar Maya terkejut. Dia mengira yang menyapa dirinya adalah Novi, tetapi pikirannya salah. Ternyata yang menyapa dirinya dengan menepuk bahu adalah Bram, teman laki-lakinya satu kelas. Yang terkenal dengan ketampanannya dan diidamkan oleh kaum hawa. 

"Kaget amat woi, kayak nggak kenal aja. Gue Bram, udah tahu kan?" tanya Bram sambil terkekeh. 

"Iya gue udah tahu kok. Ada apa Bram?" respon Maya. Meskipun sedikit kikuk, dia tetap berusaha untuk berbaur. 

"Lo mau kemana? Jangan ke kelas dulu. Sini bareng sama gue," ajak Bram. 

"Hah? Kemana?" Maya kebingungan. Dia tidak menyangka kalau Bram mengajak dia berbicara terlebih dahulu. Padahal Maya paling menjaga jika ingin mengajak bicara laki-laki. 

"Lo nggak baca grup WA? kita disuruh ke koperasi dulu buat ambil seragamnya sekarang. Ayo kita ngantri bareng teman-teman udah pada ngumpul disana beberapa," Bram memberitahu informasi yang dia dapatkan. 

Sial! Maya merasa malu, dia sangat terlihat introvert. Tidak pernah membaca grup WhatsApp kelas, dan tidak terlalu perduli dengan hal-hal yang ada disekitarnya. 

"Ohh gitu, iyaa gue nggak buka grup WhatsApp Bram. Yaudah bareng yuk," Maya mengangguk. 

"Okeyy," jawab Bram. Mereka berdua pun berjalan berdampingan. 

Ketika berada dilorong sekolah, saat akan dalam perjalanan menuju ke koperasi banyak sekali perempuan yang menatap Maya dengan sinis. 

"Apa gara-gara gue masih nggak pake hijab ya?" batin Maya kebingungan. 

Melihat ekspresi wajah Maya yang begitu resah dan gelisah, Bram hanya terkekeh. Dia merasa ekspresi Maya lucu saat kebingungan seperti itu. 

"May," panggil Bram. 

"Hah? Iya?" Maya menoleh ke arah Bram sambil tersenyum. 

"Lo kenapa kok kayaknya resah banget gitu wajahnya? Ada masalah apa?" sebagai teman baru tentu saja Bram ingin menanyakan keadaan Maya. Barangkali saja dia bisa membantu. 

"Nggak ada masalah. Tapi gue cuma bingung aja Bram," jawab Maya terus terang. 

"Bingung kenapa?" 

"Kenapa cewek-cewek pada ngelihatin gue? Gue kan nggak saling kenal sama mereka, nggak punya salah juga sama mereka. Kenapa gue dipelototin kayak gitu," ujar Maya menjelaskan. 

"Kayaknya mereka kesel May. Udah biarin aja," Bram terkekeh. 

"Kesel kenapa emangnya?" 

"Kata temen-temen seangkatan, katanya gue cowok paling ganteng yang ada dijurusan broadcast. Kayaknya mereka iri sama lo," Bram merapikan rambutnya. Melakukan tebar pesona, dia memang tipikal cowok yang sangat tengil. 

"Idih idih, gaya amat deh lo. Iya iyaa palingg ganteng deh," Maya terkekeh melihat Bram. 

"Yaudah iya, makanya nggak usah dipikirin. Santai aja bro," Bram berusaha menenangkan. 

"Oke siap!" 

Tidak terasa mereka berjalan sambil berbincang, akhirnya telah sampai di koperasi. Dan ternyata dikoperasi sudah ada Novi yang mengantri. 

"MAYAAA!!" teriak Novi dengan heboh dari kejauhan. 

"Heh heboh banget?!! Iya Novi, ada apa?" Maya cukup terkejut dengan suara Novi yang menggelegar. Namun dia masih meresponnya dengan baik, sambil melambaikan tangan. 

"May, gue tinggal dulu ya sama temen-temen cowok?" pamit Bram ketika Maya didekati oleh Novi. 

"Oh iya, silahkan. Thankyou ya udah ditemenin," Maya berterima kasih. 

"Iya sama-sama. Santai aja," Bram tersenyum sambil melambaikan tangan. Setelah itu dia segera bergabung dengan teman geng nya itu. 

"Tiba-tiba banget nih, deket sama Bram?" bisik Novi kepada Maya ketika Bram sudah tidak ada didekat mereka. 

"Apaan sih Nov, biasa aja kali. Dia tadi ketemu gue terus kasih tahu kalau harus kesini dulu," Maya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak mau orang-orang salah paham melihat ini semua. 

"Aaaa.. Lo beruntung banget sih. Iri deh gue," ujar Novi. 

"Gitu doang iri, udah cuma temen doang. Sekolah gue nggak mikirin cowok," kata Maya. 

"Yakin?" goda Novi sambil terkekeh. 

"Iya yakin," Maya memantapkan ucapannya. 

Mereka setelah menyelesaikan pembicaraannya, langsung melanjutkan antrian untuk mengambil seragam sekolah. 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mimpi & Co.
1191      770     2     
Fantasy
Ini kisah tentang mimpi yang menjelma nyata. Mimpi-mimpi yang datang ke kenyataan membantunya menemukan keberanian. Akankah keberaniannya menetap saat mimpinya berakhir?
JUST RIGHT
115      98     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...
Menanti Kepulangan
44      40     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Lovebolisme
167      147     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...
Fusion Taste
163      150     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Fragmen Tanpa Titik
44      40     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Spektrum Amalia
810      542     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
Ruang Suara
205      144     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Melihat Tanpamu
165      129     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
MANITO
1385      937     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....