Loading...
Logo TinLit
Read Story - May I be Happy?
MENU
About Us  

Pemalu, tidak terlalu bisa berbaur dengan baik, tidak berprestasi, pendiam, semua itu sangat amat melekat pada diri Maya. Berbanding terbalik dengan kakaknya, yaitu Bang Permana. 

Sejak kecil Permana memang mentalnya sudah terlatih, sebelum ada kelahiran Maya. Keluarga mereka tidak secukup seperti sekarang, kedua orang tuanya merintis sedikit demi sedikit. Tentu saja itu membuat Permana harus menghadapi pahitnya kerasnya dunia, saat SD dia membantu mamanya untuk berjualan kue basah ketika jam istirahat sekolah. 

Meskipun ditempa ujian yang lumayan berat, dengan kecerdasannya Permana tidak pernah merasa terganggu ketika jam pelajaran. Dia masih selalu mendapatkan nilai tertinggi dan selalu juara kelas serta selalu menang jika mengikuti olimpiade dimana-mana . Benar-benar  anak pertama yang membanggakan keluarga. Permana selalu diberikan ruang bebas untuk berekspresi apa yang dia mau sampai sekarang. 

Sementara Maya, ketika dia lahir sampai tumbuh besar sekarang penuh rasa syukur ekonomi keluarganya sudah sangat stabil. Jadi apapun yang Maya inginkan dan harapkan, selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Apalagi dia anak bungsu dan juga perempuan, sangat amat dimanja. Selain bersyukur , Maya juga bingung. Dia merasa terlalu diletakkan dengan posisi aman, tidak pernah diperbolehkan untuk berekspresi dan berbuat mengejar apapun dengan usahanya sendiri seperti kakaknya. Dia bingung harus melakukan apa yang sesuai dengan ekspektasi kedua orang tuanya. 

Saat ini, Maya sedang merebahkan badannya diatas kasur. Dia menatap langit-langit kamar, merasa bosan tidak tahu harus melakukan apa. Sebenarnya bisa saja dia mengajak kakaknya itu, namun Permana sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Menyedihkan, rasanya seperti anak tunggal. 

Tok!! Tokk!! 

Terdengar ketukan pintu dari luar kamarnya, Maya sudah berfikir itu sudah pasti mamanya. Karena jam segini, papanya masih sibuk bekerja. 

"Masuk aja!! Nggak dikunci," teriak Maya. Dia malas untuk membukakan pintu. 

Pintu kamarnya pun terbuka, dan sesuai dugaannya ya benar. Itu adalah mamanya. 

"Maya lagi ngapain kamu?" tanya mamanya lalu duduk diujung kasurnya sambil menatap Maya. 

"Rebahan aja mama. Udah selesai ngerjain tugas sekolah," jawab Maya dengan santai. 

"Pinternya. Gimana di sekolah? Udah punya banyak teman belum?" Mama sangat penasaran dengan apa yang dirasakan oleh Maya selama sekolah. Apalagi Maya adalah tipe seseorang yang tidak terlalu banyak bicara, tertutup. 

"Lancar-lancar aja mama. Lumayan sih, tapi akrab satu atau dua orang aja. Maya kan nggak bisa berbaur banget orangnya," Maya menjawab dengan terus terang. 

"Kamu kenapa dek? Kamu masih kaget sama budaya disini? Atau gimana? Apa-apa cerita ya sama mama papa nak," mamanya mendekat dan membelai rambut Maya yang sedang rebahan dengan halus. 

"Nggak papa, mama. Aku emang orangnya gini kok dari dulu," Maya tersenyum simpul. 

"Yakin? Nggak bohong kan?" tanya mamanya memastikan. Dia tentu saja sedikit khawatir. 

"Yakin mama. Nggak bohong," jawab Maya. 

"Hmm.. yaudah iya. Oh iya, mama lagi bikin tiramisu cake tadi baru aja mateng. Kamu mau apa enggak?" mamanya menawarkan. Barangkali saja Maya membutuhkan asupan makanan, meskipun badannya kecil dan langsing tetapi nafsu makan Maya sangat amat besar. Sampai dia diledek oleh keluarganya, kalau dia memiliki penyakit cacingan. 

"Ohh iyaaa? Mama kok nggak bilang? Kan Maya bisa bantuin," Maya memposisikan dirinya untuk duduk. 

"Nggak papa, mama tahu kok tugas kamu udah lumayan banyak. Fokus aja dulu," jawab mamanya. 

"Hehe, makasih ya mama. Yaudah habisini Maya turun ambil kok," Maya sangat senang. 

"Sama-sama, yaudah kalau gitu. Mama ke kamar dulu ya? Mama mau istirahat," mamanya mencubit pipi Maya dengan gemas. 

"Iya mama. Selamat istirahat ya," ujar Maya. 

"Iyaa," mamanya beranjak dari kasur memposisikan diri berdiri setelah itu keluar dari kamar Maya. 

Setelah ditawari mamanya makanan, tentu saja Maya ingin keluar dari kamar. Namun langkahnya terhenti, ketika dia melihat notifikasi WhatsApp muncul di layar handphonenya. 

"Siapa nih yang WhatsApp?" gumam Maya. Karena dia melihat nomor telfonnya  belum siap simpan. 

"Maya, save nomer gue ya!" 

Itu adalah pesan yang dia baca, karena dia tidak mengenali tentu saja Maya abaikan. Apalagi orang yang mengirim tidak to the point tidak menunjukkan siapa dia sebenarnya. 

Belum beberapa detik, tiba-tiba handphonenya berdering dan Maya melihat nomornya itu adalah nomor yang sama. Jadi daripada rasa penasarannya semakin tinggi, dengan memberanikan diri dia mengangkat telfon tersebut. 

Panggilan Suara Masuk.. 

Maya : Halo? Ini siapa?

Bram : Hehe.. sorry ya, ganggu lo. Ini gue Bram. 

Maya : Oh Bram ternyata, enggak apa kok. Nggak ganggu, santai aja. 

Bram : Oke oke. Save nomer gue ya May? 

Maya : Iya, gue save kok. Maaf ya tadi gue cuma read doang WhatsApp lo, gue kira tadi siapa. 

Bram : Santai aja, sekarang lo lagi apa May? 

Maya : Ini mau makan cake buatan mama sih, abis selesai ngerjain tugas. 

Bram : Oh gitu, yaudah buruan dimakan gih. 

Maya : Iyaa, gue tinggal dulu yaa? 

Bram : Iya nggak apa, bye Maya. Thankyou ya udah disave. 

Maya : Iya sama-sama. Bye Bram!

Panggilan suara berakhir, rasanya Maya deg-degan. Dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, didekati oleh laki-laki. Sekarang dia benar-benar bingung. 

"Hah? Ini beneran gue ditelfon sama Bram? Tiba-tiba banget?" ucap Maya. Dia masih menatap layar handphonenya, tidak menyangka hal ini akan terjadi. Padahal dia merasa kalau dia sangat amat pendiam, jadi tidak ada yang ingin mendekati dirinya. 

Maya tidak ingin menjalin hubungan dimasa sekolah, dia benar-benar ingin fokus dalam pendidikannya. Namun entah kenapa dia benar-benar salah tingkah, Maya berulang kali menepuk pipinya berulang kali. Mengetes apakah ini mimpi atau nyata, dan ternyata memang benar-benar nyata. 

"Udahh ahh! Nggak boleh salting kayak gini, pasti dia cuma pengen berteman doang. Santai Maya, lo harus menjadi independent woman!" Maya berusaha menenangkan diri. 

Maya langsung meletakkan handphonenya diatas kasur, lalu segera keluar dari kamarnya. Dia ingin cepat-cepat memakan cake buatan mamanya. 

"Mana ya cakenya," Maya celingukan di dapur melihat dimana mamanya menyimpan cake itu. Ternyata cakenya diletakkan oleh mamanya di dalam kulkas. 

"Wihhh mantap banget iniii!" Maya kegirangan. Dia langsung duduk dimeja makan, dan memakan cake itu. 

Ditengah ketenangannya memakan cake, tiba-tiba terdengar suara laki-laki dan itu adalah Permana. 

"Makan terus! Makan terus! Gitu kok pengen body goals!" ledek Permana. 

"Body gue udah bagus! Ini adalah takdir Tuhan Abang," jawab Maya dengan kesal. Kenapa kakaknya datang untuk menjahili dirinya, sangat mengganggu ketenangan. 

"Duhh.. gayanya. Iya deh iya body goals," Permana memasang mimik muka jelek. 

Mendengar itu tentu saja Maya tidak peduli, menganggap kakanya hanya angin lalu. Dia tetap melanjutkan melahap tiramisu cake itu . 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love Yourself for A2
29      27     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Finding the Star
1341      961     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Winter Elegy
652      442     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Cinderella And The Bad Prince
1473      1001     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
Happy Death Day
597      335     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
Senja di Balik Jendela Berembun
25      24     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
562      419     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...
A Missing Piece of Harmony
314      241     3     
Inspirational
Namaku Takasaki Ruriko, seorang gadis yang sangat menyukai musik. Seorang piano yang mempunyai mimpi besar ingin menjadi pianis dari grup orkestera Jepang. Namun mimpiku pupus ketika duniaku berubah tiba-tiba kehilangan suara dan tak lagi memiliki warna. Aku... kehilangan hampir semua indraku... Satu sore yang cerah selepas pulang sekolah, aku tak sengaja bertemu seorang gadis yang hampir terbunu...
Unexpectedly Survived
121      105     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
Glitch Mind
47      44     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......