Loading...
Logo TinLit
Read Story - YANG PERNAH HILANG
MENU
About Us  

RUMAH Singgah pagi itu terlihat hening. Padahal biasanya Genk Perfect lah yang membuat riuh suasana. Namun kali ini mereka terlihat diam melihat Eri dan Naru yang terlihat sedang bertengkar, tidak melainkan berbeda pendapat. Padahal malamnya mereka terlihat rukun.

“Aku tidak mau pergi jika Ibu tidak pergi!” teriak Eri membuat Naru masih terlihat cool walaupun sebenarnya dia sedang menahan agar tidak terpancing amarah.

“Walaupun kau tahu kalau Ayahmu sedang dalam keadaan koma?” semua orang terperanjat mendengar suaranya. Naru perlahan mendekat memperlihatkan tabletnya yang dengan cekatan Pak Kobe berikan padanya. Disana terlihat seorang laki-laki paruh baya yang sedang terbaring dengan beberapa peralatan terpasang di tubuh dan sekitarnya.

“Apakah… itu Ayah?” tanya Eri mencoba menyakinkan. Wajahnya terlihat penuh kekhawatiran. Naru mengangguk mengiyakan.

“Kedatanganku ke Indonesia selain untuk membantu memulihkan ingatanku yaitu membawamu pergi bersamaku bertemu Ayah, Kimrawa. Bukankah sudah kuceritakan bahwa gelang yang kau pinjamkan padaku itu adalah peninggalannya yang diberikan pada putrinya yang menghilang belasan tahun yang lalu.

Entah takdir apa yang akhirnya mempertemukan kita kembali. Mempertemukan kamu dengan Ayahmu. Aku yakin ini semua sudah diatur oleh-Nya. Siapa yang mengira jika kau adalah putri yang pernah hilang? Jadi, apalagi yang membuatmu ragu tidak ingin bertemu dengannya?”

“Aku bersyukur ketika mengetahui kabar bahwa Ayah masih hidup. Walaupun aku sudah lama sekali tidak melihat raut wajahnya. Tapi meliaht fotonya sedang terbaring lemah. Aku juga sangat ingin bertemu dengannya.

Tapi tetap saja aku tidak mungkin meninggalkan Ibu sendirian yang telah merawatku selama ini kan?” Eri mencoba memberikan argumennya. Wajahnya masih terlihat bimbang. Bagaimanapun juga ini pilihan yang sulit.

“Ada apa ribut-ribut? Ini masih pagi lho.” Sebuah suara membuat ketegangan mengendur sebentar. Ibu Eri keluar dari kamar. Perlahan dia berjalan mendekat walaupun tubuhnya masih terlihat lemah.

“Ibu, aku tidak mungkin meninggalkan Ibu sendirian disini? Jika aku pergi untuk menemui Ayah, lalu…” Eri berhenti bicara. Ibunya memberikan kode agar dia tetap tenang dan diam sejenak.

“Ada yang Ibu ingin sampaikan padamu, pada kalian semua.” Semua orang takzim mengikutinya duduk di ruang tengah.

“Apa kau tahu kenapa kemarin Ibu sempat hampi pingsan karena mendengar kalian membicarakan tentang yubitsume dan seppuku? Itu karena Ibu merasa harus melakukannya. Karena Ibu merasa sangat bersalah pada Eri. Seharusnya dia bisa bertemu lagi dengan Ayahnya. Seharusnya saat itu Ibu dan Ayah angkatnya tidak seegois ingin mengambil Eri dari panti asuhan.

Padahal beberapa saat setelah kami mengadopsinya. Ibu mendengar bahwa saat itu ada kehebohan di wilayah tersebut jika ada orang asing yang sedang mencari anaknya yang hilang. Kabarnya setiap panti asuhan di seluruh negeri ini dia kunjungi. Tapi setelah itu Ibu justru diam saja. Semakin menjauh dari panti asuhan. Karena ketika pertama kali bertemu dengan Eri ibu sangat ingin merawatnya.

Cerita ini hanya Ibu saja yang tahu. Almarhum Ayah angkatmu tidak tahu sama sekal. Maka ketika mendengar cerita Nak Naru, Ibu semakin merasa bersalah. Rasa bersalah yang mungkin tidak bisa dimaafkan hanya dengan… Maafkan Ibu Eri… Maafkan Ibu…” Ibu Eri menangis tersedu hendak bersujud di depan Eri. Namun, dengan cepat Eri menahannya. Justru kini dia memeluknya erat mencoba tidak menangis. Tapi, gagal.

Dua wanita yang sedang menangis di ruang tengah itu membuat penghuni lainnya ikut tersihir. Diam. Mencerna cerita. Bicara dengan pikiran masing-masing. Siapa yang menyangka jika ada cerita seperti ini.

“Jadi, pergilah Nak. Ibu tidak berhak lagi kau jadikan alasan untuk tidak bertemu dengan keluarga aslimu, Ayah kandungmu. Pergilah Nak!” seru Ibu setelah tenang. Eri mengusap matanya yang terlihat sembab. Diam sejenak. Berpikir. Dia melihat ke arah semua orang. Terakhir pada Naru yang memandangnya penuh arti.

“Apa kau khawatir tentang larangan itu?” sebuah suara membuat semua orang teralihkan sejenak. Johni sedang membuka tablet. Memperlihat sebuah hadits. Eri mengangguk. Semua orang masih belum mengerti.

“Sabda Rasulullah SAW, “Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman pada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali ditemani oleh ayahnya, atau anaknya, atau suaminya, atau saudara kandungnya atau mahramnya yang lain.” Setelah Eri mengatakannya. Semua orang kecuali Hayasi dan Kamaru mengangguk mengerti. Tapi, pandangan mereka juga teralihkan kepada Pak Kobe yang mengikuti, seolah paham maksudnya.

“Kenapa kalian melihatku seperti itu? Walaupun aku bekerja dengan Tuan Kimrawa, tapi sudah lama aku masuk Islam. Jadi sedikit banyak tahu tentang hal seperti itu. Bahkan aku sudah memiliki cucu. Apa kalian mau melihatnya? Dia lucu sekali.” Jawab Pak Kobe dengan kepolosannya yang baru semua orang ketahui. Naru menepuk bahunya mengangguk seolah ternyata seorang supir dan pelayan sepertinya juga memiliki kisah sendiri.

“Kalau itu yang kau khawatirkan, bagaimana kalau kita mengajak Genk Perfect ke Jepang? Jadi kita pergi bersama-sama kan?” celoteh Naru yang langsung dibalas wajah sumringah Genk Perfect. Mereka mengangguk kuat. Pertanda sangat ingin sekali ucapan Naru terjadi. Kecuali Johni, dia hanya diam.

“Apa kau belum paham juga? Mahram itu adalah orang yang haram untuk dinikahi karena nasab (keturunan) atau sepersusuan. Dengan kata lain aku tidak boleh bepergian jauh-jauh apalagi sampai keluar negeri sendiri tanpa didampingi orang tua atau saudara sedarah. Kecuali sesama jenis perempuan dengan perempuan. Atau laki-laki dengan laki-laki. Anak dan orang tua. Istri dan suami. Laki-laki dan perempuan yang sudah menikah. Itu di perbolehkan karena sudah memiliki hubungan darah atau sudah sah secara agama.” Terang Eri menjelaskan. Semua orang lagi-lagi mengangguk. Entah mengerti atau tidak. Eri ingin sekali putus asa.

 

“Ya sudah. Bagaimana jika aku jadi mahram mu? Maka kita bisa bepergian kemanapun kan? Sah secara agama? Jadi masalah beres kan?”

Mendengar jawaban Naru yang entah dia sadar atau tidak dengan ucapannya, membuat semua orang kenapa tersipu malu, termasuk Eri. Beberapa menepuk dahi. Beberapa yang lain menahan tawa. Sementara Naru yang masih belum sadar terlihat biasa saja ketika mengatakannya.

“Tuan, apakah Tuan sadar apa yang sudah Tuan Naru katakan?” tanya Pak Kobe hati-hati.

“Ya. Tentu saja Pak Kobe. Apakah ada yang salah?”

“Apakah Tuan Naru sudah memiliki maharnya?” tanya Pak Kobe lagi membuat semua orang semakin terperangah tidak percaya.

“Apa itu mahar?”

“Mahar itu pemberian wajib dari laki-laki kepada perempuan yang ingin dinikai. Dalam pernikahan itu disebut sebagai bentuk penghargaan dan tanda keseriusan ingin menikah. Atau agar bisa menjadi mahram dengan jalan pernikahan.

Mahar bisa berupa uang, barang, atau jasa dan itu hak milik istri yang tidak bisa di ganggu gugat. Kalau menurut budaya saya, mahar itu harus yang benar-benar menunjukkan bahwa mempelai laki-lai serius ingin membahagiakan istri. Jadi mahar tidak bisa di berikan tanpa direncanakan matang-matang.” Pak Kobe menjelaskan. Naru manggut-manggut. Genk Perfect semakin lemas. Ibu Eri hanya tersenyum melihat adegan itu. Sementara Eri, tentu saja wajahnya tersipu merah padam.

“Apakah ini bisa dijadikan mahar? Kata Ayah, isinya tidak seberapa. Nanti kalau kurang bisa ditambahkan lagi kan?” Celoteh Naru seraya mengeluarkan dompet hitamnya dari dalam jas mahalnya. Dia menarik satu kartu berwarna hitam dengan tulisan keemasan diatasnnya. Pak Kobe mengambilnya. Perfect Gank? Tentu saja langsung mendekat dan mengamati kartu berkilau itu dengan saksama. Sementara Johni sibuk dengan tablet ditangannya. Menyentuhnya. Mencari informasi dengan tatapan penuh keseriusan.

“Akhirnya ketemu juga!” pekiknya menunjukkannya pada semua orang. Tak terkecuali Perfect Gank, bahkan Hayasi dan Kamaru pun kini menunjukkan ekpresinya.

“Jangankan tidak seberapa. Kartu ini bisa Tuan gunakan sampai memiliki anak dan cucu hingga tujuh turunan tanpa habis. Bahkan masih tersisa untuk rumah dan kendaraan pribadi.” Seru Pak Kobe membuat Perfect Gank riuh bersorak.

“Apakah kalian sadar apa yang sedang kalian lakukan sekarang?! Baka!” teriak Eri meninggalkan ruangan. Termasuk Ibu Eri yang masih tertegun tidak percaya. Naru hendak mengejarnya, namun sesaat setelah itu, sebuah dering panggilan masuk tiba-tiba berbunyi. Naru langsung mengangkatnya setelah menerimanya dari Hayasi. Suasana berubah seketika. 

 “Sayu!” pekik Naru ketika melihat di layar tabletnya memperlihatkan Sayu. Semua orang memberi ruang padanya. Karena setelah itu mereka berbicara dengan bahasa Jepang bagi Perfect Gank tidak mengerti. Setelah percakapan singkat mereka, raut wajah Naru, Pak Kobe, Hayasi dan Kamaru terlihat panik dan penuh kekhawatiran. Bahkan Hayasi dan Kamaru langsung bergegas pergi keluar bersama dengan katana yang selalu mereka bawa di belakang tubuh mereka.

“Teman-teman. Sepertinya aku harus pergi sekarang juga. Sayu terlihat kesulitan. Ayah juga belum sadarkan diri. Keadaan markas utama sedang membutuhkan pemimpin. Apalagi musuh masih belum mau menyerah. Aku tidak bisa diam saja.” Seru Naru terlihat tegas dan penuh penekanan. Beberapa kali dia menyibakkan rambutnya walaupun sedang dalam keadaan panik. Sosoknya jadi terlihat jauh berbeda dari beberapa detik yang lalu. Apalagi ketika dia menyuruh bawahannya untuk melakukan sesuatu. Perfect Gank terpana untuk sesaat.

“Dia keren sekali.” Bisik Leon meremas syal di lehernya.

“Sejak kapan dia terlihat seperti laki-laki sebenarnya?” bisik Tara menyibak rambutnya.

“Melihat tidak ada senjata di tubuhnya, apakah dia masih bisa berkelahi?” bisik Dion memegang lengannya yang kekar.

“Jangan berpikir yang aneh-aneh. Bukankah sebaiknya kita ikut membantunya?” tanya Johni yang hanya dibalas kedipan oleh mereka. Seakan wajah mereka mengatakan, apa yang bisa kita lakukan untuk membantunya yang sudah sempurna?

“Perfect Gank. Aku butuh bantuan kalian.” Seru Naru tiba-tiba membuat Perfect Gank terkesiap dan otomatis menjawab “Siap!” Naru hanya tersenyum melihat tingkah terkejut mereka.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kelana
648      469     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
Metanoia
46      39     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
DocDetec
290      198     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Penantian Panjang Gadis Gila
272      215     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
Sebelah Hati
847      596     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
FINDING THE SUN
468      206     15     
Action
Orang-orang memanggilku Affa. Aku cewek normal biasa. Seperti kebanyakan orang aku juga punya mimpi. Mimpiku pun juga biasa. Ingin menjadi seorang mahasiswi di universitas nomor satu di negeri ini. Biasa kan? Tapi kok banyak banget rintangannya. Tidak cukupkah dengan berhenti dua tahun hanya demi lolos seleksi ketat hingga menghabiskan banyak uang dan waktu? Justru saat akhirnya aku diterima di k...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
530      219     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Rumah Tanpa Dede
133      83     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Finding the Star
1149      866     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Metafora Dunia Djemima
86      71     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?