SENJA kala itu terasa hangat. Sehangat kebersamaan orang-orang yang sedang berkumpul di tengah ruangan Rumah Singgah. Genk Perfect yang sibuk dengan bertanya banyak hal pada Naru. Eri dan Ibunya yang menyiapkan makanan di dapur. Sementara, Pak Kobe, Hayasi dan Kamaru masih berdiam diri di sofa, bimbang akan melakukan apa.
Selain mereka adalah tamu tidak di undang, mereka juga sama sekali tidak mengengeri bahasa yang digunakan, kecuali Pak Kobe mungkin yang sesekali menerjemahkan untuk mereka berdua. Raut wajah mereka terliaht antusias ketika Eri dan Ibunya datang membawa beberapa makanan dan minuman yang menggugah selera.
“Silahkan di nikmati. Eh, apakah kalian tidak mengerti ucapanku?” tanya Eri merasa tidak enak hati, dia hendak beranjak menghampiri Naru. Namun, Pak Kobe menahan.
“Saya bisa mengerti Bahasa Indonesia. Kecuali mereka sih, hahaha.” Seloroh Pak Kobe tertawa. Tawa hangat orang tua yang sudah berambut putih. Namun penampilannya tidak menunjukkan hal itu.
“Perkenalkan, Saya Kobe. Umur saya sudah tua. Saya supir sekaligus pelayan Tuan Kimrawa selama beliau meninggalkan Indonesia. Jika Saya tahu bahwa putri tunggal semata wayang Tuan masih hidup. Maka Saya mungkin sudah memperkenalkan diri sejak lama. Maaf Saya yang baru mengetahui hal ini sekarang.” Pak Kobe terliaht beranjak dari sofa, dia menunduk dalam 90◦ kearah Eri. Raut wajahnya terlihat serius dan penuh penyesalan yang dalam. Melihat hal itu Hayasi dan Kamaru mengikutinya walaupun mungkin belum mengerti maknanya.
Eri dan Ibunya terlihat saling pandang. Setelah itu Eri meminta mereka berhenti melakukan hal itu. Dia merasa semakin tidak enak hati. Padahal hanya baru beberapa patah kata saja dia keluarkan. Tapi suasana membuatnya tidak nyaman.
“Kalian berhentilah. Tidak perlu berlebihan seperti ini.” Seru Eri meminta mereka berhenti. Merekapun melakukan apa yang disuruh. Namun, setelah itu mereka malah berpindah tempat dan melakukan ojigi lagi. Kini bukan lagi 90◦ melainkan sujud menghadap Eri.
“Jangan khawatir. Itu adalah bentuk rasa bersalah yang teramat sangat bagi orang Jepang.” Seru sebuah suara membuat semua orang kecuali Pak Kobe, Hayasi dan Kamaru yang masih duduk sujud melihat kearah Naru.
Naru berjalan mendekat menenangkan Eri yang masih tidak mengerti. Sementara Naru berbisik pada mereka bertiga. Sesaat kemudian merekapun berdiri. Genk Perfect pun kini sudah bergabung.
“Rasa bersalah itu ada beberapa tingkat. Apa yang baru saja kau lihat itu adalah tingkat rasa sangat bersalah di kalangan orang umum. Untung saja bukan yubitsume atau seppuku. Bisa heboh nanti.” Naru tersenyum berusaha menghibur. Namun, justru membuat semua orang memandang tidak mengerti.
“Tunggu dulu. Bukankah itu istilah itu sering dipakai di dunia Yakuza dan samurai di Jepang?” tanya Leo berusaha berpikir keras. Tara dan Dion mengangguk bersama, artinya merekapun ingin tahu artinya. Johni yang biasanya cepat tanggap pun kini hanya terlihat menaikkan bahu. Malas mencari tahu.
“Ya, kau benar. Tapi aku harap itu tidak akan pernah terjadi lagi. Terakhir aku melihatnya langsung pingsan selama beberapa jam.” Jawab Naru santai seraya mengajak semua orang kembali duduk. Lagi-lagi kecuali Pak Kobe, Hayasi dan Kamaru yang masih enggan.
“Bisa kau artikan secara sederhana saja. Jangan membuat kepalaku bertambah pusing setelah semua peristiwa yang terjadi.” Seru Eri merajuk.
“Sebaiknya Nona tidak perlu mengetahuinya, karena itu bersifat…”
“Yubitsume itu adalah istilah yang sering dipakai yakuza jika anggota atau pemimpinnya melakukan kesalahan. Mereka akan memotong jari kelingking berikut seterusnya pada jari-jari yang lainnya. Sedangkan seppuku adalah istilah bunuh diri yang sering dipakai di dunia samurai jika mereka ketahuan oleh musuh. Mereka akan merobek perut mereka dengan pedang atau katana.”
Tanpa semua orang ketahui, Dion, dengan lancar tanpa jeda menerangkan didepan semua orang dengan membaca tablet milik Johni. Genk Perfect pun mengangguk bersama pertanda paham.
“Astaga! Ibu, tidak apa-apa?” pekik Eri menopang tubuh Ibunya yang tiba-tiba ambruk. Tara dan Leon kompak menjitak kepala Dion. Sementara Johni langsung mengambil paksa tabletnya. Semua orang panik. Kacau.
*
Sinar bulan malam itu terlihat begitu indah. Cahayanya yang terang malam seolah menerangi gelapnya langit malam. Waktu yang tepat sebenarnya untuk menenangkan tubuh yang lelah. Tidak bagi Eri. Hari itu begitu istimewa di hidupnya. Dua kabar membahagiakan sekaligus dia dengar tanpa diminta.
Satu, akhirnya dia bisa bertemu dengan Naru dalam keadaan sehat. Yah, walaupun penampilannya terlihat jauh berbeda dengan Naru yang dulu. Tapi, setidaknya pertanyaan keberadaan Naru selama satu tahun ini terjawab sudah.
Dua, keberadaan Naru yang pernah hilang selama setahun ditemukan oleh Ayahnya. Orang tua yang selama ini Eri kira sudah tiada semua, ternyata masih hidup. Tidak sampai disitu, yang paling membuatnya terkejut adalah Ayahnya yang seorang pemimpin Yakuza Naga terkenal di Jepang. Bagaimana cerita ini dan itu menjadi saling terkait satu sama lain. Membuat Eri harus bersyukur atau…
“Hei, belum tidur?” tanya seseorang membuat lamunan Eri musnah. Dia terlihat gugup meletakan kain syal yang menutupi sebagian tubuhnya. Melindunginya dari dinginnya malam.
“Belum. Kau sendiri…” balas Eri salah tingkah.
“Aku terbangun karena suara kucing putih yang tiba-tiba menghampiriku. Sepertinya dia lapar.” Naru memperlihatkan kucing putih dipelukkannya. Kucing itu terlihat sibuk dengan snack yang disodorkan Naru. Eri masih bergeming.
“Terima kasih…” Eri menoleh. Naru tersenyum seraya melanjutkan.
“Aku tak menyangka kalian tinggal di Rumah Singgah ini selama setahun demi aku. Aku sungguh tidak tahu bagaimana cara membalasnya.” Lanjut Naru terlihat serius.
“Begitu sulit mencari waktu dari Genk Perfect. Akhirnya aku bisa bicara berdua dengan Eri.” Lanjutnya lagi seraya melepas kucing yang kini terlihat kenyang. Dia berlari kecil ke tempat tidurnya.
“Apalagi yang mau kau bicarakan?”
“Banyak. Banyak sekali sehingga aku bingung harus mulai dari mana.” Naru menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Eri diam-diam tersenyum lagi.
“Bukankah Genk Perfect sudah menceritakan padamu semua apa yang sudah kita lakukan selama satu tahun ini?”
“Ya. Mereka sudah bercerita banyak. Bahkan ingatanku yang hilang perlahan pulih kembali seutuhnya berkat cerita mereka juga. Dari bagaimana Genk Perfect yang memiliki kehidupan serba mewah mau tinggal di Rumah Singgah ini. Menghabiskan waktu mereka demi mencariku.
Dari bagaimana mereka akhirnya memutuskan untuk merawat Rumah Singgah ini agar tetap utuh dan tidak diketahui oleh orang tua ataupun pihak lain sampai aku kembali.
Aku sudah merepotkan banyak orang. Aku merasa berhutang pada kalian semua. Bagaimana aku harus berterima kasih? Haruskah aku melakukan yubitsume dan seppuku didepan kalian agar…”
“TIDAAAK!!!” teriak suara gaduh membuat Eri dan Naru terlonjak kaget. Di belakang mereka sudah ada Genk Perfect yang dari gerak gerik sudah menguping sedari tadi. Sedangkan suara gaduh lainnya berasal dari halaman dibawah balkon mereka berdiri. Hayasi dan Kamaru yang sedang berjaga di sekitar rumah, terlihat kikuk melarikan diri dari hadapan Naru.
“Kalian? Apa yang sedang… Tentu saja aku tidak mau melaukan hal itu!” Tidak habis pikir. Naru mengusap wajahnya yang bias. Merekapun menghela napas tersenyum lega.