DION berlari ke arah Naru yang baru saja duduk di ruang tamu. Wajahnya terlihat kelelahan karena Tara dan Leon yang terus menggodanya dengan membawa kucing bersama mereka.
“Hei, Naru. Aku punya ide untuk menyelesaikan masalah ini.” Seru Dion terengah-engah. Naru memohon pada Leon dan Tara untuk berhenti menjahilinya.
“Bagaimana jika kita semua menyerahkanmu pada Ayahmu. Selain kau bisa bicara baik-baik pada mereka. Kita juga dapat hadiah 10 miliar. Lumayan kan untuk liburan menenangkan diri dari peliknya kehidupan.” Entah serius atau bercanda. Ucapan Dion menarik perhatian semua orang.
Tara yang berada tak jauh darinya langsung melayangkan jitakan di kepalanya. Dion meringis kesakitan.
“Apa kau gila? Itu bukan solusi. Tapi bunuh diri. Lagi pula siapa yang mau menerima uang 10 miliar. Seharusnya 100 miliar saja.” Mendengar hal itu, Leon mendekatinya. Langsung melayangkan injakan kakinya yang mengenai kaki Tara. Dia mengeluh sebentar.
“Dasar mata duitan. Apa kalian tega mengkhianati teman sendiri. 100 miliar tidaklah cukup untuk empat orang. Seharusnya 1 triliun Ya kurasa itu cukup-”
“Kalian semua. Tolong berhenti bercanda. Masalah ini tidaklah sepele. Ini sangat serius. Lihat wajah ketua kita yang pucat pasi mendengar ucapan kalian yang tak masuk akal itu.” Potong Johni membuat Perfect Gank kompak memandang ke arah Naru. Benar apa katanya. Dia terlihat panik.
“Hahaha! Maafkan kami. Kami hanya bercanda. Ya. Kau tahu. Kami hanya sedang mencoba menghiburmu.” Seru Dion membuat suasana kembali cair. Mereka semua sontak langsung memukuli Dion tanpa ampun. Melihat hal itu, Naru tak bisa menyembunyikan senyum dan tawa.
Eri dan Ibunya datang setelah selesai memasak. Mendengar celoteh Perfect Gank membuat Eri tertarik untuk memanggil mereka. Memberitahu bahwa makanan yang dia dan Ibunya masak telah matang. Namun, ketika melihat mereka yang terlihat sedang bergurau satu sama lain. Melihat tingkah kocak mereka. Tanpa sadar Eri mengurungkan niatnya.
Tiba-tiba pikirannya terbang ke masa ketika Eri bertemu pertama kali dengan mereka, Perfect Gank yang awalnya tidak dia sukai. Ya. Geng yang dia benci.
Mereka memang belum lama saling mengenal. Bahkan pertemuan mereka adalah celaka yang pernah terbersit dalam pikirannya.
Eri mengingat kejadian-kejadian yang menjadi awal pertemuan mereka. Dari mulai Perfect Gank yang datang dan melabraknya di kelas. Membuat onar dengan beradu mulut karena masalah sepele, hanya karena mendengar suara mengajinya. Saling bertengkar dan ribut dengan Tori dan kawan-kawannya. Hingga suatu hari dia melihat ketua Perfect Gank –Naru– di keroyok Tori karena masalah sepele.
Sampai pertemuannya yang diam-diam membuatnya berkesan ketika dia memutuskan untuk menolong dan mengobati luka Naru di UKS sekolah.
Semua momen yang pernah dia alami bersama mereka menjadi satu kesatuan yang utuh ketika mengetahui identitas asli Naru yang ternyata adalah seorang pangeran. Mengetahui jika cowok yang pernah menyandang status menyebalkan itu memilki niat baik untuk belajar agama Islam. Membuatnya tersentuh dengan cerita tentang jati dirinya.
Rahasia Ilahi sungguh luar biasa. Eri tak menyangka jika dia bisa di detik saat menghabiskan waktu bersama dengan Perfect Gank mempelajari, memberi pengetahuan, dan mengajarkan mereka tentang agama Islam.
Eri tidak pernah menyangka jika keputusannya menerima pekerjaan itu membawanya pada saat ini. Bersyukur atas pertemuan mereka. Eri juga merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan yang selalu dia sangkal bernama benih virus merah jambu.
Virus itu tanpa ia komando semakin tumbuh seiring banyak kejadian yang menyeretnya dalam masalah baru. Berkali-kali Eri mengucap istighfar. Mengibas-ngibaskan tangan di wajahnya agar perasaan buruk menghilang dari pikirannya. Kematian Ayahnya memiliki hikmah. Dia bisa bekerja dan bertemu dengan mereka. Semuanya sudah pemilik alam semesta atur sedemikian rupa.
Sebuah suara nyaring tiba-tiba terdengar. Membuat semua orang menghentikan aktivitas. Termasuk Eri yang berhenti membayangkan masa lalu. Memandang kompak ke arah sebuah benda yang tergeletak di atas meja ruang tamu.
Johni langsung mengambil tabletnya yang tak berhenti berbunyi. Wajahnya berubah gelisah. Semua orang memandangnya penuh tanya.
“Ada telepon masuk dari nomor tidak di kenal.” Lirih Johni memberitahu.
“Angkat saja. Siapa tahu dari seseorang yang penting.” Seru Naru beranjak dari sofa. Johni pun mengiyakan. Sebuah suara terdengar dari seberang. Johni membuat semua orang bisa mendengarnya.
“Naru, ini aku Reza!” Napasnya itu terdengar terengah-engah.
“Reza? Bagaimana mungkin kau- Ada apa? Apakah terjadi sesuatu? Kenapa kau bisa menelepon ke tablet milik Johni?” Tanya Naru penasaran dengan perasaan berdebar.
“Datang ke tempat biasa. Kami menunggumu sekarang juga. Tut!” Sambungan terputus. Semua orang menahan napas menunggu jawaban.
“Ada yang aneh. Reza tidak pernah sekalipun meneleponku walaupun aku pernah memberinya nomorku. Tapi aku sama sekali tak pernah memberitahu nomor Johni padanya. Saat kabur pun aku tak membawa telepon. Aku juga menggunakan telepon di Rumah Singgah untuk menghubungi Johni.” Lirih Naru duduk di sofa kembali. Dia memegang kepalanya seolah sedang berpikir keras. Memandang Johni yang hanya menaikkan bahu tak mengerti.
“Siapa Reza?”
“Kenapa dia bisa menelepon ke tablet Johni?”
Naru memandang satu per satu teman-temannya. Eri dan Ibunya pun datang mendekat. Berusaha mengetahui apa yang sedang terjadi.
“Reza adalah temanku yang berada di geng motor jalanan. Kami berteman satu tahu yang lalu. Terkadang kami memang bermain bersama dengan balapan motor dan-”
“Wow! Wow! Jadi kau memiliki geng lain selain Perfect Gank, begitu? Dan geng itu adalah geng motor jalanan?” Potong dan tanya Dion yang paling antusias.
“Maafkan aku. Dia hanya-”
“Ya. Kami paham. Kau bisa menceritakannya nanti. Lalu sekarang adalah, apakah kau akan pergi ke sana? Mungkin saja sedang terjadi sesuatu dengannya?” Potong Johni cepat. Semua orang menunggu jawaban.
“Aku tak tahu. Momen langka ini terjadi bersamaan dengan masalah rumit ini. Aku khawatir jika dia telah mengetahui selebaran hadiah 10 miliar itu.” Seru Naru memprediksi. Dia terlihat beranjak dari sofa, mengambil kunci motor di laci meja kecil di dekatnya.
“Kau mau kemana?” Tanya Eri tiba-tiba.
“Aku harus pergi ke tempatnya. Aku punya firasat tidak baik tentang hal ini.” Jawab Naru tanpa ragu.
“Kami ikut!” Seru Dion dan Tara bersamaan. Mereka saling pandang.
“Tapi-” Naru merasa segan. Dia berpikir bahwa itu adalah masalahnya. Orang lain mungkin tidak perlu ikut terlibat.
“Kami akan bantu jika kau membutuhkan sesuatu. Sungguh kami tidak akan mengganggu.” Seru Tara lagi. Wajahnya terlihat khawatir. Dion mengangguk pasti. Dia terlihat mengepalkan kedua tangan bersemangat.
“Aku rasa saran mereka tidak ada salahnya kau terima. Mereka akan mengikutimu dari belakang. Dan bawalah telepon atau sesuatu agar kami bisa menghubungimu dengan cepat.” Kata Johni memberi saran. Dengan cepat Naru memberikan sebuah jam tangan kepadanya. Johni menerima dengan raut wajah tak mengerti.
“Hubungkan gps yang ada di jam tangan ini dengan tabletmu. Maka kau bisa mengetahui keberadaanku melaluinya. Selain itu jam ini juga bisa merekam suara jika aku mengaktifkan fitur dan tombol didalamnya. Walaupun aku belum pernah mencobanya. Sepertinya jam tangan ini juga bisa memanggil sebagai kegunaan sebuah telepon oada umumnya.” Jelas Naru membuat semua orang di sana membuat huruf O di mulut. Kagum dengan kecanggihan jam tangan miliknya.
“Aku tak tahu berapa harganya. Namun yang jelas sepertinya melebihi harta kekayaan orang tuaku dari aku lahir sampai sekarang.” Lirih Dionn berbisik dengan mata berbinar.
Johni sibuk mengatur beberapa fungsi dan tombol antara jam tangan dan tablet. Semua orang terlihat tegang. Hingga 5 menit telah berlalu. Johni menghela napas panjang seraya memperbaiki posisi kacamatanya.
“Sudah selesai. Kau bisa memakainya lagi.” Kata Johni yang langsung diiyakan Naru tanpa bertanya. Dia memeluk tubuhnya tiba-tiba.
“Terima kasih Johni. Kau telah banyak membantuku. Kalian juga anggota Perfect Gank.” Lanjut Naru memegang lengan satu per satu teman-temannya. Semuanya terlihat terharu.
“Berjanjilah jika kau akan kembali dan menyelesaikan masalah ini, Naru.” Seru Eri lagi. Semua orang beralih memandangnya. Naru mengangguk kuat-kuat. Meninggalkan mereka yang masih berdiri di ruang tamu.
Tara dan Dion baru sadar ketika Naru telah menyalakan motornya. Mereka berlari terbirit mengejar dan menyalakan mobil yang terparkir di halaman Rumah Singgah. Mengikuti motornya yang telah melaju pergi.
“Ibu merasakan firasat buruk.” Lirih Ibu Eri setelah kepergian mereka bertiga. Eri memandangnya seraya menyentuh lengannya lembut.
“Firasat itu bagian dari khatir (kata hati). Sedangkan kata hati bisa berasal dari Allah, ada yang dari setan, ada juga yang dari diri sendiri (nafsu). Semakin seseorang itu taat kepada Allah, maka semakin tajam firasatnya.” Ucap Johni telah membuka tabletnya. Membaca tulisan yang ada di dalamnya.
“Ya. Oleh karena itu firasat tidak bisa dipastikan benar. Karena yang paling penting adalah kita harus pasrahkan semuanya kepada Allah. Bertawakal kepada-Nya. Karena hanya Allah-lah yang Maha Tahu segala isi hati ataupun masa depan.” Balas Eri mengambil kucing yang sedang mengulet manja di kakinya. Dia mengelus lembut bulunya. Seraya kembali berkata lirih.
“Aku harap dia tidak melupakan janjinya. Membawa gelang tasbihku kembali.”