Ujian Para Penjaga
Kabut menggulung, lalu membuka jalan bagi dua sosok tinggi menjulang.
Penjaga Ingatan: matanya seperti cermin, menunjukkan masa lalu siapapun yang menatapnya. Suaranya seperti tumpukan surat yang belum dibuka.
Penjaga Luka: diam. Tubuhnya seperti ukiran es yang hidup. Dari botol air mata yang ia bawa, terdengar tangisan samar... seperti sinetron, tapi dalam Dolby Atmos.
Mereka maju.
---
Rai: Sang sahabat yang Menyesal
Bayangan muncul—seorang anak kecil manusia, berlari di tengah hutan, dikejar pemburu. Rai vampir remaja, bersembunyi di atas pohon, gemetar. Ia tak turun menolong, meski itu sahabatnya sejak kecil.
Penjaga Ingatan:
“Kau tidak menolong karena takut?”
Rai (lirih):
“Aku tidak menolong karena aku takut diketahui klanku. Dan aku takut dianggap... terlalu dekat dengan manusia.”
Bayangan anak itu menatap Rai, lalu menghilang perlahan, tersenyum kecil.
Rai:
“Aku pengecut. Tapi kali ini... aku tidak akan lari.”
Penjaga mengangguk. Luka Rai meresap ke botol sang penjaga kedua, lalu menghilang jadi kabut madu.
---
Vidi: Anak yang Dibuang
Tiba giliran Vidi.
Bayangan rumah besar. Seorang ayah membanting surat hasil tes darah—menunjukkan bahwa Vidi bukan manusia. Sang ayah menatapnya seperti benda asing, bukan anak.
Ayah (dari bayangan):
“Kamu bukan bagian dari keluarga ini.”
Vidi (ketus):
“Bagus. Keluarga yang buang anaknya cuma karena beda darah, bukan keluarga. Mereka itu kantor. HRD-nya toxic.”
Bayangan ayahnya menghilang...
Lalu muncul bayangan masa depan: Vidi mengangkat piala akting. Tapi ekspresinya kosong.
Penjaga Ingatan:
“Apa kamu hanya ingin pengakuan?”
Vidi:
“Aku ingin jadi bukti... bahwa vampir bisa jadi manusia, lebih dari manusia itu sendiri. Aku binggung sekarang tapi terserah kamu saja"
Air mata Vidi menetes. Botol sang penjaga menangkapnya.
Nona Shin: Diva Tanpa Panggung
Yang paling mengejutkan adalah giliran Nona Shin.
Bayangan menunjukkan panggung megah, konser dunia. Nona Shin tampil sendirian. Penonton ratusan ribu... tapi tak ada satu pun yang bersuara. Semua seperti patung.
Nona Shin:
“Kenapa... mereka diam?”
Penjaga Ingatan:
“Karena semua itu tidak nyata. Hanya ilusi ketenaran tanpa koneksi.”
Nona Shin (pelan):
“Lalu aku siapa, kalau nggak ada yang lihat aku?”
Bayangan dirinya sendiri muncul dari belakang, menaruh tangan di pundaknya.
Bayangan Shin:
“Kamu cukup. Bahkan kalau tidak ada yang tepuk tangan.”
Nona Shin (menangis kecil):
“Boleh nggak... aku cuma jadi Shin? Yang nggak harus selalu bersinar. Cukup hangat aja, kayak madu.”
Tes Jenni: Vampir yang Tak Pernah Dianggap
Penjaga Ingatan menatap Jenni. Kabut padat menyelimuti, lalu muncul bayangan besar: rumah bangsawan vampir dengan pilar-pilar batu gelap dan lambang keluarga.
Di dalamnya, terdengar suara keras ayahnya:
Ayah Jenni (marah):
“Dia bukan seperti kakaknya! Teresme bisa menghentikan waktu, menghilang tanpa suara, tak pernah luka!”
Ibunya (dingin):
“Kau yakin dia bahkan vampir?”
Bayangan Jenni kecil berdiri di sudut tangga, menggenggam boneka kelinci patah telinga, mendengar semuanya. Tak menangis—hanya membeku.
---
Jenni Dewasa Menatap Masa Lalu
Jenni:
“Saat itu aku tidak ngerti... kenapa aku nggak pernah diajak makan malam bareng. Kenapa nggak pernah dipeluk kayak Teresme.”
Bayangan ibunya lewat begitu saja, tidak menoleh.
Jenni (pelan, gemetar):
“Aku kira... kalau aku lucu, mereka bakal sayang. Kalau aku kerja keras, mereka bakal bangga. Tapi aku cuma... gagal.”
Penjaga Ingatan:
“Kalau kau tahu kamu gagal, kenapa masih berjalan?”
Jenni (menatap bayangan dirinya):
“Karena aku belajar jadi vampir dari hidup... bukan dari darah bangsawan. Karena ternyata kekuatan terbesar... adalah nggak jadi apa-apa, tapi tetap jalan.”
Bayangan rumah meledak jadi kepingan es.
Dari reruntuhan muncul satu cahaya kecil: kelinci telinga patah, kini bersih dan utuh.
Jenni memeluknya diam-diam.
Vidi (menangis juga, tapi sambil ngunyah granola bar):
“Kenapa bagian kamu kayak sinetron Netflix... tapi aku tetap nangis?!”
Rai:
“Kamu kuat, Jen. Bukan karena kamu bisa pindah lewat pintu. Tapi karena kamu bisa terus berdiri... meskipun semua orang bilang kamu nggak layak.”
---
Penjaga Luka Menerima Air Mata Jenni
Botol sang penjaga mengeluarkan cahaya lembut saat air mata Jenni masuk ke dalamnya. Dan saat itu, aura sekitar Jenni berubah—lebih tenang, lebih berani. Pintu-pintu tak lagi menakutkan.
Flashback Rahasia Darah: Asal Usul Jenni
Saat Penjaga Ingatan hendak menutup buku masa lalu, tiba-tiba buku itu terbuka sendiri... dan halaman baru muncul.
Penjaga Ingatan (bingung):
“Aneh... memori ini tersegel. Hanya bisa dibuka saat luka terbesar siap ditunjukkan.”
Kabut memadat, dan semua peserta melihat:
---
Sebuah Ruang Mewah. Pesta Vampir.
Tuan E—tampan, arogan, mabuk berat. Anggur darah mengalir deras, tawa menggema. Tapi di tengah keramaian, ada seorang wanita manusia biasa—pelayan dari desa bawah.
Pelayan (ketakutan):
“Ampun... saya hanya antar kue...”
Tuan E (mabuk berat):
“Kamu... manis... mau minum...?”
Suasana memudar cepat. Suara berikutnya adalah tangisan bayi.
---
Depan Gerbang Kastil Keluarga E
Bayi dibungkus kain tua, diletakkan di pintu besar dengan sebuah surat kecil:
> “Anak ini darah bangsawan—dari Tuan E. Aku tak bisa membesarkannya. Dia akan lebih kuat kalau tumbuh di antara kaumnya...
Maafkan aku.”
Penjaga gerbang hanya mengangkat bayi itu dan membawanya masuk. Nyonya B melihatnya dengan tatapan jijik.
Nyonya B:
“Buang ke kamar bawah. Jangan sebut dia anak klan ini.”
---
Kembali ke Realita
Jenni terdiam. Lututnya hampir roboh. Tapi Vidi langsung menahan bahunya.
Vidi:
“Jadi kamu... anak haram vampir?!”
Rai:
“...Tapi kamu lebih punya hati dari semua vampir murni yang pernah gue kenal.”
Jenni (pelan):
“Pantes aku nggak pernah cocok sama mereka... Pantes pintuku selalu terbuka ke tempat aneh... Aku bukan bagian dari keluarga itu.”
Nona Shin (merangkul):
“Kamu keluarga kita sekarang. Kita tim. Kita—VampArtis United!”
Vidi:
“Aduh... nama itu awalnya bercanda... kenapa sekarang terdengar serius dan mengharukan ya...”
---
Penjaga Luka
Botol penjaga luka mengeluarkan cahaya paling terang saat air mata terakhir Jenni jatuh.
Dari botol itu, muncul tulisan melayang:
> “Luka yang diterima tanpa disangkal... adalah kekuatan yang tak bisa dilawan.”
---
Bab 17: Malam Tanpa Waktu
Langit pecah diam-diam.
Bintang-bintang mundur dari tempatnya, seperti takut akan sesuatu. Pohon-pohon di hutan tak bergoyang, seolah waktu berhenti bernapas.
Dawn (berbisik):
“Inilah saatnya. Malam tanpa waktu. Semua yang terjadi malam ini... akan dilupakan manusia esok pagi. Tapi dampaknya... akan tetap hidup di hati kita.”
---
Gerbang Kegelapan Terbuka
Di tengah hutan, sebuah lubang hitam terbuka perlahan. Kabut hitam pekat mengalir seperti tinta bocor.
Dari dalamnya muncul siluet-siluet klan gelap: vampir terkutuk yang memburu sesama demi kekuasaan, pengendali mimpi buruk, pemakan ingatan.
Pemimpin Klan Gelap:
“Mana anak itu? Anak darah campuran. Anak haram dari Tuan E.”
(Melirik Jenni)
Jenni (membentak):
“Kalau aku anak haram, ya salah siapa?! Yang mabuk siapa?! Aku cuma pengen hidup!”
---
Pertempuran Dimulai
Vidi mengeluarkan pisau perak berbentuk sisir:
“Ini hadiah dari mantan, pas Rai main sinetron misteri. Ternyata beneran tajam.”
Rai membuka jaketnya, dan dari balik tubuhnya muncul bayangan sayap—bekas kutukan klannya yang disegel kini terbuka.
Nona Shin dengan pakaian konser mewah dari bulu sintetis berdiri di atas batu:
“Kalau kita mati malam ini... tolong edit videoku biar viral!”
Jenni berdiri paling depan, pintu teleportasinya terbuka.
Jenni:
“Satu langkah mereka maju... kita lempar ke ruang ganti konser dangdut dimensi lain!”
---
Pertarungan Kacau Tapi Epik
Vidi melawan tiga vampir pengisap energi kreatif (mereka mencoba menyerap ide naskahnya, tapi gagal karena idenya absurd).
Rai menahan pemimpin klan gelap dalam duel udara, sayap melawan cakar.
Nona Shin melawan dengan... suara. High note-nya bisa memecahkan kabut!
Jenni membuka dan menutup pintu untuk memecah formasi musuh, kadang membuat musuh muncul di tempat absurd: dapur hotel, WC umum, dan satu masuk ke konser dangdut beneran.
Rai (teriak):
“KITA NGGAK BISA TAHAN LAMA-LAMA!”
---
Kekuatan Dawn Bangkit
Tiba-tiba Dawn berdiri di tengah arena.
Matanya berubah jadi emas. Tangannya memegang botol madu yang mulai bersinar.
Dawn:
“Sudah cukup. Malam ini... harus dilupakan.”
Ia membuka botol madu ke udara—dan dari botol itu keluar aroma yang menenangkan.
Musuh mulai goyah. Ingatan mereka luntur.
Realitas mulai bergeser.
Pemimpin klan gelap:
“Apa ini...?”
Dawn (menunduk):
“Kalian ingin abadi... tapi lupa bahwa manusia hidup karena bisa lupa.”
Seketika, satu per satu klan gelap memudar.
---
Keesokan Paginya
Di desa, semua kembali normal. Tidak ada yang ingat suara, cahaya, atau teriakan malam itu.
Petani bangun seperti biasa.
Nenek-nenek gosip di warung tentang sinetron semalam.
Anak-anak main layangan, seolah malam kemarin tak pernah ada.
Warga:
“Eh, kayaknya semalam adem banget ya... kayak tidur di pelukan kenangan.”
---
Di Ujung Hutan
Para pahlawan duduk diam.
Nona Shin (kusut tapi tetap diva):
“Kalau ini konser, kita barusan manggung di planet alien.”
Jenni:
“Aku nggak tahu siapa yang akan ingat kita. Tapi aku tahu... aku nggak sendiri sekarang.”
Vidi:
“Kita bukan keluarga bangsawan... tapi kita keluarga absurd.”
Rai:
“VampArtis United, ya?”
Semua:
“United sampai pensiun!”
---