Undangan Rahasia & Ratu Lebah
Pagi-pagi aku sudah terbangun karena dering ponsel yang mengganggu mimpi indahku bersama... oppa Rai.
Drrt. Drrt. Drrt.
“Hallo… ini manajer Lee” jawabku dengan suara serak dan mood busuk.
“Paket untuk Anda, tolong turun ke lobi.”
Paket? Aku tidak pernah pesan apa-apa.
Setelah memastikan mukaku tidak terlalu seperti vampir zombie baru bangun, aku turun.
Ada sebuah kotak besar berwarna ungu dengan pita emas menyala.
Wow. Siapa ini? Vampir atau fans BTS?
Aku membuka kotaknya pelan-pelan.
Isinya:
Sepasang sarung tangan hitam dengan bordiran lebah emas
Botol kaca kecil berisi nektar premium
Sepucuk surat bersegel lebah
"Untuk Lina, Keturunan Terakhir Klan Nektar
Kami tahu kamu ada.
Kami tahu kamu lapar.
Kami ingin bertemu.
Datanglah ke lokasi terlampir saat bulan madu purnama."
Bulan madu purnama?! Siapa sih yang nyusun kalender vampir ini?!
Terlampir ada koordinat lokasi di tengah hutan, dengan catatan tambahan:
"Jangan ajak manusia. Jangan bawa vampir berdarah murni. Dan... jangan lupa bawa madu cadangan."
Oke. Ini mulai aneh.
Aku masukkan semuanya ke koper khusus vampirku (yang ada lapisan peredam aroma anti-lebah) dan memutuskan untuk kabur ke lokasi itu besok malam.
Tapi... sebelum aku pergi...
“Lina!!!”
Suara tajam nona Shin membuyarkan pikiranku.
“Aku mau kamu ikut aku ke launching jam tangan terbaru bersama Rai besok malam!”
“Eh?”
Besok malam? Waktu yang sama dengan… pertemuan klan?
“Apa aku boleh menyusul, nona? Aku—aku ada urusan keluarga…”
“Apa kau punya keluarga?” tanya Shin tajam, “bukankah kamu bilang kamu yatim piatu dan hanya tinggal dengan kucing bernama Dochi?”
Ups.
Itulah akibat membuat backstory karangan waktu wawancara kerja.
“Oke... aku akan ikut,” kataku terpaksa.
Tapi satu hal yang kupelajari dari Ayahku:
"Jika tidak bisa menolak, buat semuanya kacau biar gak jadi."
---
Malam hari, aku pergi ke atap gedung apartemenku dan memanggil...
Ratu Lebah.
Ya. Aku punya koneksi eksklusif.
Dia berhutang padaku setelah aku menolong koloni lebahnya yang hampir diusir karena membuat sarang di helikopter militer.
Ratu Lebah muncul dengan mahkota kecilnya yang terbuat dari tusuk gigi emas.
“Apa kamu panggil aku untuk alasan yang penting, Lina?”
“Penting sekali. Aku perlu bantuan... sabotase kecil. Tapi yang classy.”
“Apa ini berkaitan dengan... madu?” tanyanya dengan sinis.
“Ehm… tidak. Tapi aku butuh kamu ganggu acara launching parfum besok malam. Biar aku bisa pergi ke tempat lain.”
Ratu Lebah mendecak.
“Kamu janji tidak mencampuri urusan manusia, Lina.”
“kamu juga janji gak naksir vampir murni, tapi lihat sekarang!”
Dia mendesah.
“Baik. Tapi sebagai gantinya... kamu harus datang ke festival bunga musim depan dan jadi juri kontes tarian lebah.”
“Deal!”
Kami berjabat tangan... eh, tangan dan kaki lebah.
---
Besok malam...
Acara parfum dipenuhi selebriti, cahaya strobo, dan... lebah yang tiba-tiba menyerang!
Semua orang panik. Nona Shin menjerit, “Ini kenapa ada lebah?! Aku alergiii!!”
. Rai menatapn tajam.
“Kamu tahu sesuatu soal ini?”
Aku mengangkat bahu. “Mungkin ada parfum aroma bau bunga bangkai?”
Dia tidak tertawa.
Sementara semua sibuk kabur dan menyelamatkan diri, aku membuka pintu belakang dan... ZRUT! Masuk ke dimensi tujuan.
Tanpa sadar pintu portalnya tidak tertutup rapat.. Vidi dan Rai membuntuti Jenni
Tiba di tengah hutan, di dalam gua hangat yang penuh bunga-bunga raksasa dan lebah berukuran alpukat, berdiri para keturunan klan Nektar.
Salah satu dari mereka—berambut pirang madu, memakai jubah dari kelopak mawar—menyambutku.
“Kami sudah lama menunggu, Lina Draculina Cullen.”
“Eh... iya. Aku juga sudah lama nunggu kehadiran kalian... Sejak aku kehabisan madu linden!”
Semua menatapku.
Mungkin ini awal dari... takdir baruku.
Meraka bukan geng keren. Meraka bahkan nggak bisa buka toples madu sendiri. Tapi mereka punya satu motto sakral:
> “No Blood, Just Bee!”
duduk melingkar di atas tikar batik hasil donasi, pakai hoodie, bawa madu masing-masing. Ada yang bawa madu kelengkeng, madu randu, sampai satu vampir aneh yang bawa madu rasa kopi — dia lagi diobservasi.
Aku duduk sambil ngemut madu jelly, dengerin pemimpin klub, Bang Rony — vampir tua botak yang punya lebah peliharaan di apartemen — lagi ceramah.
Bang Rony:
“...kita ini minoritas. Dianggap gagal. Cacat. Tapi ingat! Kita punya sistem pencernaan sehat, kulit glowing, dan kolesterol terkontrol!”
Semua: tepuk tangan pelan-pelan, takut lebah terganggu.
Tiba-tiba, terdengar suara dengung aneh. Bukan dari lebah biasa.
Aku mendongak.
Langit... gelap.
Bukan karena cuacanya ya tapi karena sudah malam...ada rombongan lebah mutan raksasa terbang rendah — hasil eksperimen klan gelap vampir serum.
Bang Rony:
“SEMUA TIARAP! INI SERANGAN LEBAH OVERDOSIS!”
Kami panik. Satu vampir nyaris pingsan, satu lagi ngumpet di balik galon madu. Aku? Nyalain diffuser lavender dan mulai teriak:
“LEBAH TIDAK AKAN MENYAKITI YANG GLOWING!”
...hampir saja aku disengat di kening.
Untungnya, seseorang datang. Melompat dari pohon, pakai jaket kulit, slow motion, angin bertiup seakan ada fans yang ngipasin.
Rai.
“Kenapa kamu berada dalam masalah absurd?” katanya, sambil melempar tutup botol madu kayak shuriken ke arah lebah.
Satu lebah jatuh. Yang lain kabur.
Aku duduk sambil megap-megap.
“Kamu ngikutin aku ya?”
Rai melirik. “Kamu ngikutin masalah.”
Lalu muncul suara familiar:
“Wah... jadi ini klub tempat kamu bersosialisasi, Jenni?”
Vidi. Berdiri dengan baju olahraga vampir versi haute couture, lengkap dengan kipas.
“Aku kira kamu meditasi di spa air madu. Ternyata... main-main sama lebah.”
Aku bangkit dengan sedikit kesal
“Vidi, pulanglah. Klub ini nggak menerima pengguna serum.”
Vidi senyum sinis. “Tenang aja. Aku cuma lewat... mau kasih undangan. Ada reality show baru. ‘Manager of the Year’.
Rai dan vidi pun kembali ke lokasi launching, di susul oleh Jenni
Kali ini dia menutup rapat pintu portal..
---
Jenni berdiri di belakang trailer, napasnya memburu sambil memandangi langit yang kembali tenang. Para lebah telah bubar, kembali ke sarangnya setelah diberi kode khusus lewat bisikan manis berbahasa nektar. Dia menepuk bajunya pelan, memastikan tidak ada lebah nyangkut di jaketnya.
Rai sedang bicara serius dengan Vidi sambil menunjuk-nunjuk ke arah lokasi lebah muncul. Nona Shin? Sudah dibawa pergi tim medis karena lebam psikologis akibat lebah.
---
Besok harinya – Kantor Agensi
Jenni duduk di meja kerjanya sambil menggigit sedotan dari botol infused honey & lavender. Laptop di depannya menampilkan email dari produser:
> Subject: launching Tertunda
Isi: Kami akan menjadwalkan ulang launching nya Tolong pastikan tidak ada gangguan satwa liar lagi, terutama lebah. Terima kasih.
Jenni menepuk jidatnya. “Satwa liar? Mereka keluargaku juga, woy.”
Tiba-tiba, pintu kantor terbuka pelan. Seorang pria masuk dengan langkah elegan—tentu saja Rai. Ia mengenakan kemeja abu-abu dan celana hitam, membawa sebotol cold brew. Wangi parfumnya menyebar seperti aroma ketegangan.
“Manager Lee,” sapanya, suaranya dalam dan terdengar seperti karakter utama drama yang kelamaan nahan dendam.
Jenni berdiri reflek. “T-Tuan Rai? Ada yang bisa saya bantu?”
Rai menatapnya, senyum kecil di sudut bibirnya.
“Kau hebat sekali mengatur jadwal Nona Shin. Tapi lebah tempo hari itu. bukan hal biasa.”
Jenni gugup, tangannya di belakang punggung, menggenggam sesuatu—sebotol kecil madu cadangan.
“Itu… bukan lebah saya. Mereka… mungkin cuma salah alamat.”
Rai melangkah mendekat. “Kau tidak seperti manusia biasa. Tapi kau juga bukan... seperti kami.”
Jenni terkesiap. “Maksud anda...?”
Sebelum Rai menjawab, Vidi muncul di pintu, menatap tajam.
“Rai. Dewan sudah tahu soal ini. Kalau dia benar dari klan itu, kita harus berhati-hati.”
Jenni panik, tiba-tiba menjatuhkan botol madu yang digenggamnya. Botol itu pecah, cairan manis mengalir di lantai, mengeluarkan aroma bunga liar yang tajam.
Rai dan Vidi serentak mencium aroma itu.
Rai (berbisik):
“Tidak salah lagi…”
Vidi:
“Dia memang bukan manusia... Tapi juga bukan vampir utuh.”
Jenni: (melangkah mundur)
“Aku bukan ancaman. Aku cuma ingin hidup damai. Jadi manager. Nge-fans artis. Minum madu. Itu aja.”
Rai: (pelan)
“Damai tidak cukup untuk bertahan hidup di dunia kita.”
____
Setelah 1 minggu setelah kekacauan lebah di lokasi launching jam tangan , suasana menjadi sedikit mereda. Jenni duduk di sudut ruangan sambil menyuap madu dari sachet kecil.
Nona Shin masih sibuk memeriksa hasil foto iklan di tabletnya.
Tiba-tiba pintu studio terbuka. Masuklah Vidi, mengenakan jas rapi dan kacamata hitam seperti agen rahasia yang overdress.
Jenni mematung. Aroma darah Vidi membuat taring kecilnya gatal, tapi bukan itu masalahnya.
Jenni ingat sekarang kalau vidi itu...
"Itu... itu wajah yang familiar" Bisik Jenni dalam hati
Bukan cuma familiar. Itu wajah pria yang pernah dia lihat dalam foto kenangan kakaknya, Teresme.
Vidi adalah mantan pacar kakaknya.
“Oh. My. Madu.” bisik Jenni pelan. Tangannya gemetar, sachet madu jatuh.
Vidi menoleh, seperti mengenali sesuatu. Dia mendekat.
“Kamu... kamu mirip seseorang,” kata Vidi dengan suara beratnya.
Jenni langsung memasang gaya defensif, bersikap seperti orang biasa.
“Oh ya? Mungkin aku mirip artis. Katanya aku kayak Suzy.”
“Tidak. Kamu mirip Teresme,” sahut Vidi tajam.
Jenni memekik seperti kelelawar kaget. “Kamu tahu Teresme??”
Vidi menarik kursi dan duduk di depan Jenni. “Aku tahu dia lebih dari siapa pun. Dia... mantanku.”
“Aku tahu!” teriak Jenni, “Aku lihat foto kalian ciuman di depan pohon bambu waktu liburan ke Busan!”
“Ya ampun, kamu adiknya?” Vidi terlihat panik.
Jenni mengangguk, masih menggenggam sachet madu sebagai senjata darurat. “Kamu meninggalkan dia demi... demi klan darah murni kalian! Kakakku patah hati sampai ganti pacar ke serigala!”
“Serigala?” Vidi terkejut. “Tapi... serigala itu bau!”
“Dia bilang serigala lebih setia daripada kamu!”
Mereka saling menatap tajam. Aroma ketegangan bercampur madu memenuhi udara.
Tiba-tiba Rai masuk, melihat keduanya seperti akan duel.
“Lagi ngapain?” tanya Rai heran.
Vidi buru-buru berdiri, mencoba cool. “Tidak, ini... reuni keluarga.”
Jenni berdiri juga, menahan taringnya agar tidak kelihatan. “Ya, reuni keluarga sambil membahas masa lalu kelam.”
Nona Shin yang dari tadi mendengarkan dari balik lampu studio, hanya menggeleng.
“Kalau kalian semua sudah selesai sinetronnya, bisa kita lanjutkan sesi foto?” katanya ketus.
___
Setelah sesi foto yang kacau karena lebah dan reuni mendadak ala sinetron, mereka akhirnya kembali ke kantor agensi. Nona Shin langsung pergi ke ruangan makeup untuk touch up wajah yang katanya “dirusak oleh kamera beresolusi buruk”—padahal hasilnya sempurna.
Jenni masih terguncang. Bukan karena lebah, bukan karena aroma darah—tapi karena Vidi, mantan kakaknya, sekarang berada di satu agensi yang sama. Dunia terasa sempit seperti lubang ventilasi kamar vampir.
Di pantry, Jenni sibuk mengaduk teh madu-nya dengan sendok logam bentuk kelelawar.
Tiba-tiba, Rai datang.
Dengan kemeja sedikit terbuka dan ekspresi bingung khas pangeran vampir yang tersesat.
“Manager Lee,” sapanya. “Aku... penasaran. Tadi... kamu bilang aroma sesuatu dari aku aneh?”
Jenni langsung menegang. “Aku? Bilang kamu bau?” ( binggung kapan dia berucap seperti itu tapi mungkinkah Rai bisa memdengar kata dalam hatinya)
“Enggak bau. Aneh.” jawab Rai datar
“Ya... itu... maksudku... kamu seperti permen karamel yang disiram darah rusa.”
Rai mengangkat alis. “Itu spesifik banget.”
Jenni panik. “Aku punya imajinasi tinggi. Aku... seorang penyair. Di waktu senggang.”
Rai menatapnya lama. Lalu mendekat.
“Aku juga merasa kamu berbeda,” katanya. “Waktu kamu dekat, keinginan ‘itu’... menghilang.”
“Keinginan apa?” Jenni berpura-pura bodoh.
Rai berbisik, “Nafsu darah.”
Jenni tersedak madu sendiri. “Ma-maaf?”
“Biasanya aku bisa merasakan denyut darah dari jarak sepuluh meter. Tapi saat kamu ada, semuanya... jadi seperti minum teh chamomile. Tenang. Manis.”
Mereka bertatapan.
Lalu tiba-tiba...
BRAK!
Pintu pantry terbuka. Vidi masuk dengan tatapan penuh kecurigaan.
“Sedang apa kalian berdua?” katanya seperti ayah yang menangkap anak gadisnya ngobrol dengan laki-laki di halaman rumah.
“Ngobrol aja,” sahut Rai kalem.
“Dengan jarak berdiri segitu?” tanya Vidi curiga.
“Ini pantry, bukan ruang tengah. Emang bisa jauh-jauhan?” balas Jenni, mulai kesal.
Vidi menatap Jenni dengan ekspresi rumit. “Aku tahu kamu. Kamu ceroboh, konyol, dan suka lebah. Tapi kamu juga adiknya Teresme. Aku nggak mau lihat kamu... terluka.”
Jenni mendesah panjang. “Tenang, aku nggak akan jatuh cinta sama vampir klan musuh.”
Rai: “Tunggu. Aku... dari klan mana?”
Jenni: “Gak tahu juga sih, tapi feeling-ku bilang kamu bukan klan madu.”
Rai tersenyum kecil. “Aku... anak adopsi. Klan-ku merah, tapi aku selalu merasa beda. Mungkin karena itu aroma darahku sedikit... karamel?”
Mereka terdiam. Tiba-tiba:
Dengungan lebah terdengar dari jendela.
Jenni melirik keluar dan membelalak.
“ASTAGA. Para lebahku mengikutiku ke kantor!”
Rai: "itu lebah tempo hari kan? "
Jenni: “Yup. Mereka pikir aku ratu mereka. Itu panjang ceritanya.”
Vidi: “Kamu harus lebih hati-hati. Dunia ini bukan tempat yang aman bagi setengah vampir, apalagi yang wangi madu.”
Jenni menatap mereka berdua.
Satu mantan calon ipar protektif.
Satu vampir karamel misterius.
Dan dirinya... seorang manajer ceroboh yang bisa teleportasi lewat pintu dan harus menyelamatkan dunia dari lebah.