IKLAN BAKSO
Hari itu, mereka dijadwalkan untuk syuting iklan terbaru—produk bakso instan dalam cup yang katanya “lembut seperti cinta pertama.” Lokasinya di rooftop sebuah gedung tinggi dengan latar belakang langit senja Seoul.
Nona Shin datang dengan gaya diva-nya, mengenakan gaun merah menyala yang kontras dengan ekspresi datarnya.
Rai duduk di kursi makeup, Vidi berdiri tidak jauh darinya, memantau situasi seperti satpam alfamart magang.
Jenni? Dia sibuk mondar-mandir sambil memeluk kotak madu favoritnya.
Khawatir kalau lebah-lebahnya akan ikut syuting dan muncul di footage iklan. Lagi.
“Manager Lee,” panggil Rai sambil duduk. “Kamu yakin bakso ini halal dimakan manusia?”
“Yakin,” jawab Jenni tanpa berpikir. “Aku mencium aromanya—ini hanya daging sapi biasa.”
Vidi menatapnya tajam. “Kamu mencium dari jarak 10 meter?”
Jenni: “Telingaku mungkin bukan kelelawar, tapi hidungku champion.”
Sutradara berteriak, “Semua bersiap! Tuan Rai dan Nona Shin, adegan romantis makan bakso di rooftop. Dua menit!”
Rai dan Nona Shin berdiri. Kamera menyala.
Rai memegang cup bakso, menyodorkannya pelan ke arah Nona Shin.
“Cobalah... bakso ini. Lembut seperti... hatimu.”
CUT!
Sutradara langsung berdiri. “Kurang cinta! Ulang!”
Pengambilan ulang dilakukan... lima kali.
Setiap kali Rai mendekat ke Nona Shin, dia terlihat kaku. Tatapannya malah kadang melirik ke arah Jenni, yang sedang duduk di belakang layar sambil ngunyah permen madu. Wajahnya belepotan dan taringnya menyembul. Lucu, tidak seduktif.
Pengambilan keenam.
Sutradara: “Rai, lebih mesra! Sentuh tangannya. Bikin kami iri!”
Rai menarik napas.
Lalu dengan pelan, dia menyentuh tangan Nona Shin.
Nona Shin tersenyum... lalu—
“ASTAGA! KAU GIGIT TANGANKU?!”
Semua orang panik.
Vidi langsung maju, berpikir Rai kelepasan minum darah. Tapi ternyata...
“Ada lebah di dalam cup bakso-nya!”
Jenni menepuk dahinya. “Mereka ngikut lagi ya Allah lebah-lebah ini…”
Salah satu kru teriak, “Ada satu lebah masuk ke bra MUA!!”
Kacau. Seluruh kru berhamburan. Sutradara pingsan karena alergi lebah. Bakso-bakso mental ke segala arah.
Hanya tiga orang yang tenang di tengah kekacauan: Jenni, Rai, dan Vidi.
Jenni memeluk kotak madunya. “Maaf... mungkin lebah-lebah itu pikir ini pesta perjamuan.”
Rai tertawa. “Ini pertama kalinya aku syuting dan diganggu lebah.”
Vidi mendesah. “Aku sudah bilang kamu harus jaga jarak dari sarang mereka.”
“Aku adalah sarangnya, Vidi,” sahut Jenni dengan bangga. “Mereka mencintaiku.”
“Dan aku mencium aroma madu itu dari sini,” kata Rai sambil mendekat.
Jenni: “Jangan dekat-dekat. Aku bisa... panik.”
Rai: “Kenapa?”
Jenni: “Karena kamu manis dan berbahaya. Kombinasi yang... terlalu menggoda buat vampir vegetarian.”
Mereka bertatapan lagi.
Vidi mengalihkan pandangan dan menggerutu, “Dulu kakakmu juga suka vampir tampan. Lihat sekarang, jadi janda.”
Jenni menyengir. “Tenang, aku bukan tipe cewek yang nikah lalu pisah gara-gara lupa siapa yang vegetarian.”
Semua tertawa. Bahkan lebah-lebah mulai tertib, membentuk formasi hati di langit sambil berdengung halus.
GOSIP, MADU, DAN MIKROFON
Keesokan harinya, seluruh Korea digemparkan oleh video viral berdurasi 46 detik yang diunggah oleh salah satu kru lighting.
Judulnya:
“Syuting Iklan Bakso Gagal Total Karena Serbuan Lebah! Tapi Kenapa 3 Orang Ini SANTAI BANGET?”
Dalam video itu terlihat semua orang panik, berlarian, bahkan ada yang menjatuhkan properti, sementara tiga sosok justru berdiri kalem:
Jenni, duduk sambil ngemut lolipop madu.
Vidi, berdiri tegak dengan ekspresi seperti satpam minimarket.
Rai, tersenyum tenang seperti habis meditasi yoga.
Komentar netizen langsung meledak:
> “Gue yakin mereka KGB.”
> “Kayaknya ini makhluk bukan manusia.”
> “Manager cewek itu kok bisa tenang gitu ya, padahal lebah di mana-mana...”
> “Tolong, yang cowok rambut belah tengah itu siapa, gue mau jadi bakso-nya.”
Pagi itu, ketika Jenni tiba di kantor agensi, ia langsung disambut kerumunan wartawan.
“Manager Lee! Apakah benar Anda penyihir?”
“Apakah Anda punya pelatihan khusus menghadapi lebah?”
“Benarkah Anda mengendalikan lebah dengan pikiran?”
“Apakah Anda seorang... lebah?”
Jenni bingung, “APA MAKSUDNYA LEBAT?! Eh, maksudnya LEB-AH?!”
Rai dan Vidi muncul dari mobil agensi tidak jauh darinya. Kilatan kamera langsung membabi buta.
“Tuan Rai! Anda juga sangat tenang saat lebah menyerang. Apakah Anda pernah digigit sebelumnya?”
Rai tersenyum setengah dan menjawab:
“Kalau digigit cinta pernah... lebah belum.”
Jenni melotot: “GOMBALNYA GAK USAH DI PRESSCONFERENCE JUGA, WOY.”
Wartawan semakin liar.
“Manager Vidi! Apakah benar Anda punya fobia madu?”
Vidi menjawab ketus, “Fobia wartawan.”
Salah satu reporter TV bahkan membacakan teori konspirasi dari internet:
> “Ada teori yang mengatakan bahwa kalian bukan manusia biasa. Apa komentar kalian?”
Jenni langsung mengambil mic dan berkata dengan ekspresi serius:
“Saya adalah... manusia biasa... yang terlalu sering nonton kartun Winx Club, jadi punya ketenangan spiritual.”
Semua wartawan bingung.
Lalu ia menambahkan, “Saya juga penyayang lebah. Mereka hanya ingin hak atas madu yang adil.”
Vidi (berbisik): “Kamu tuh bikin masalah makin besar.”
Rai (tertawa pelan): “Setidaknya dia tidak bilang kita alien.”
Jenni: “Belum... aku simpan untuk season 2.”
---
Malam harinya, di rooftop agensi.
Mereka bertiga duduk bareng, makan tteokbokki (Jenni cuma ngisap sausnya).
Rai melihat ke arah langit. “Menurutmu, mereka akan berhenti mengintai kita?”
Jenni: “Enggak. Netizen Korea itu lebih kuat dari CIA.”
Vidi mengunyah perlahan. “Kita harus lebih hati-hati. Kamera ada di mana-mana. Jangan sampai klan kita ketahuan.”
Rai: “Tapi menyenangkan, bukan? Dunia manusia kadang lebih absurd dari dunia vampir.”
Jenni mengangguk. “Betul. Dan ini baru awal... drama sesungguhnya baru dimulai.”
Mereka semua menatap langit malam.
Satu lebah lewat, menari pelan di antara angin.
To be continued...