Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unframed
MENU
About Us  

[Nomor tidak dikenal: Gue yakin lo nggak mau melewatkan narasumber yang satu ini. Gue tunggu 9.45 nanti, jangan sampai telat.]

Kirana melirik jam yang tergantung pada dinding kamarnya. Pukul 8.55 malam. Masih ada waktu untuk dirinya bersiap, dan pergi ke tempat seseorang yang bersedia menjadi narasumbernya malam ini. Namun, tidak peduli sebanyak apa ia mencoba untuk menenangkan hatinya, sebanyak itu pula ketakutan menghampiri. Kirana tidak bisa mempercayai Bang Ipul sepenuhnya. Meski begitu, ia tetap meyakinkan diri bahwa Bang Ipul benar-benar akan memberinya narasumber yang bagus.

Jadi setelah sekali lagi menimbang-nimbang apakah dirinya harus datang ke tempat itu atau tidak, Kirana memutuskan untuk mengambil jaketnya, dan keluar dari rumah.

[Nomor tidak dikenal: Gue harap lo inget untuk nggak bawa siapa-siapa ke sana. Lo bakalan dapet cerita emas malam ini.]

[Nomor tidak dikenal: Gue udah di lokasi. Jangan sampai telat.]

Setelah menghela napas panjang, Kirana menyalakan mesin mobilnya, dan melaju dengan kecepatan yang cukup kencang. Gerimis mulai turun dramatis ketika Kirana meninggalkan pelataran rumahnya, seolah ingin Kirana terlihat seperti seorang pemeran dari film laga.

Meski dengan hati yang berdebar setengah mati, Kirana terus melajukan mobil mengikuti arah penunjuk jalan dari ponselnya. Lalu, setelah berkendara selama 40 menit, ia akhirnya sampai pada sebuah alamat yang dikirimkan oleh Bang Ipul. Sebuah gedung dengan cahaya redup berdiri kokoh di tengah lahan yang begitu luas. Di sekelilingnya, deretan mobil dan motor terparkir rapat.

Kirana mengedarkan pandangannya pada sebuah pintu yang dikerumuni oleh banyak sekali orang.

“Setidaknya tempatnya rame, deh. Banyak cewek juga." Ia berkata pelan pada dirinya sendiri.

Sekali lagi, Kirana menghela napas pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari mobil dan berjalan pelan menuju pintu masuk. Ia menoleh kesana-kemari, untuk mencari seseorang yang telah mengajaknya untuk bertemu di tempat ini.

Kemudian ketika ia memutar tubuhnya, seseorang memanggil namanya. “Ran!”

Kirana menoleh, hanya untuk mendapati sosok Bang Ipul yang muncul di antara kepulan asap rokok dan kemuning lampu jalanan. Ia mengenakan jaket hitam lusuh, dan topi yang ditarik rendah.

“Gue pikir lo nggak punya nyali buat datang,” katanya, lalu ia berjalan melewati Kirana.

“Lo datang sendirian, Bang? Narasumber gue mana? Lo yakin dia mau diwawancara di tempat serame ini?” tanya Kirana, sambil terus mengekor Bang Ipul. Ia bahkan memegang ujung jaket laki-laki itu, sebab tempat itu terlalu ramai, dan membuat Kirana sedikit tidak nyaman.

Bang Ipul menunjuk ke arah pintu masuk dengan kepalanya. “Lo percaya sama gue, kan? Narasumber lo udah nungguin di dalam. Tenang aja, lo aman di sini.”

Kirana mengeratkan genggamannya pada ujung jaket Bang Ipul, lalu ... ia mengangguk ragu.

Di hadapannya, Bang Ipul tersenyum miring. “Lo ikut gue.”

Mereka berjalan menembus kerumunan, menuju sebuah pintu yang dijaga oleh dua pria bertubuh kekar. Lalu, Bang Ipul menunjukkan dua karcis yang baru saja ia keluarkan dari saku jaketnya, dan mereka segera dibukakan jalan.

Begitu masuk ke dalam, suara riuh langsung menyambut mereka. Udara di dalam sini terasa lebih menyesakkan, bercampur bau keringat dan asap rokok. Kirana nyaris berhenti melangkah, ketika melihat apa yang berada di hadapannya. Sebuah ring tinju dengan lampu sorot terang benderang di tengah ruangan gelap. Sebuah kengerian yang sering menjadi tontonan ayahnya di televisi, kini berada tepat di depan mata Kirana.

Meski diliputi ketakutan, Kirana terus mengikuti langkah Bang Ipul. Setelah membelah orang-orang yang berkerumun di dekat ring, mereka menempati kursi yang berada di barisan ke tiga. Bang Ipul mengatakan sesuatu pada Kirana, tapi tempat itu terlampau riuh hingga Kirana tidak mendengarnya.

“Lo nggak bawa kamera? Bukannya harus ngerekam?” Bang Ipul berbicara tepat di telinga Kirana dengan suara yang lumayan kencang. “Inget, lo harus sembunyi-sembunyi kalau nggak mau diusir. Di sini nggak boleh ngerekam apa-apa.”

"Lo lihat." Bang Ipul menunjuk pada seorang laki-laki berotot di dekat ring. "Dia bisa ngehancurin kamera lo dengan sekali injakan kalau sampai ketahuan."

Alih-alih menjelaskan secara rinci, Kirana hanya menunjuk kacamatanya sebagai jawaban. Ia akan merekam apa saja yang berada di sana menggunakan kacamata yang ia gunakan. Dan seolah mengerti maksud Kirana, Bang Ipul mengangguk singkat.

“Yang di pojok kiri itu, namanya Rio,” kata Bang Ipul. Sama seperti sebelumnya, ia berbicara tepat di telinga Kirana. "Dia orang yang udah bikin lawannya mati dua tahun lalu. Baru bebas minggu kemarin. Biasa, bokapnya tajir, jadi dia bisa keluar cepet.”

“Dia narasumbernya, Bang?” tanya Kirana. Sama seperti Bang Ipul, Kirana berbicara tepat di telinga laki-laki itu.

Bang Ipul menggeleng, lalu mengedarkan pandangannya ke arah ring. Sesaat kemudian, ia tersenyum. Kirana mengikuti arah pandang Bang Ipul. Dan ketika akhirnya netra Kirana menangkap sosok yang berada di sisi kanan ring, ia merasa seluruh tubuhnya membeku. Jantungnya bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya.

“Dia narasumber lo,” kata Bang Ipul. “Jonathan.”

Bang Ipul terkekeh sebentar melihat bagaimana Kirana terlihat membeku. “Enjoy the show, Kirana.”

Sementara itu, Kirana mencengkram lututnya sangat kencang. “Kenapa Jonathan ada di sini? Nggak, kenapa Jonathan ada di atas ring?”

Saat ini, Kirana merasa semua yang ada di sekitarnya menjadi gelap, dan hanya Jonathan yang bisa ditangkap oleh pandangannya. Jonathan yang sedang memasang pelindung giginya. Jonathan yang sedang memakai sarung tangan tinjunya. Jonathan yang sedang berjalan ke tengah ring dengan tatapan marahnya. Entah mengapa tatapannya tampak begitu marah. Kirana tidak tahu.

Jonathan yang ada di atas ring saat ini, adalah Jonathan yang sama dengan yang pagi tadi memberinya sebuah roti lapis berisi tuna. Namun, entah mengapa Kirana merasa tidak mengenali Jonathan yang berada di atas sana. Ia seolah tidak tahu apa-apa tentangnya.

Kirana menahan napasnya, ketika Jonathan mendorong tubuh lawannya ke pembatas ring. Ia sepenuhnya menutup mata, sebab tidak sanggup melihat apa saja yang akan terjadi di hadapannya. Setelah bermenit-menit menutup mata dengan napas yang terasa sesak, Kirana mendengar satu dentingan lonceng. Ia membuka matanya perlahan, dan menemukan Jonathan berjalan menuju sisi kanan ring.

“Ya tuhan, tolong biarkan dia hidup malam ini.”

Jonathan kembali ke tengah ring. Tepat ketika laki-laki itu melayangkan satu pukulan pada musuhnya, Kirana kembali menutup matanya. Ia memegang erat dadanya yang terus bergemuruh. Ia ingin berlari ke tengah ring dan menyeret Jonathan untuk keluar dari tempat ini. Namun, Kirana tahu bahwa ia tidak akan pernah bisa melakukan hal semacam itu.

Satu dentingan lonceng kembali terdengar, dan suara penonton semakin riuh. “Ya Tuhan, tolong aku. Selamatkan laki-laki yang aku sayangi.”

Kirana kembali membuka mata, dan menemukan lawan Jonathan yang tergeletak di atas ring. Untuk beberapa saat, Kirana merasa bisa bernapas dengan semestinya. Hingga beberapa saat kemudian, Jonathan tampak berlari ke tengah ring dan berusaha menyerang lawannya. Kali ini, ia tidak berhasil. Rio memukul kepala Jonathan. Kirana hampir saja berdiri, sebelum akhirnya Bang Ipul menarik tangannya dan meminta Kirana untuk kembali duduk.

“Kalau lo lari ke sana sekarang, orang-orang yang badannya gede itu bakalan nyeret lo keluar dari sini.”

Kirana menatap Bang Ipul tajam, seolah ia bisa membunuh laki-laki itu dengan tatapannya. Ia kembali menoleh ke arah ring, ketika mendengar suara seorang laki-laki yang berteriak menyuruh Jonathan untuk kembali bangkit.

“Kalau lo bangun dan selamat malam ini, Jo, gue bakalan jambak rambut lo sampai botak!” teriak Kirana dalam hati.

Kirana sudah nyaris menangis dan mengira bahwa Jonathan tak sadarkan diri, ketika akhirnya laki-laki itu tiba-tiba bangkit dengan sisa-sisa tenaganya. Ia tampak kesulitan untuk berdiri tegak. Namun, Jonathan tampaknya tidak menyerah. Sekali lagi, Jonathan berlari ke arah lawannya, dan mendorongnya ke tepian ring. Kirana tidak tahu apa yang terjadi, tapi kali ini Jonathan sudah kembali terjatuh, dan Rio terus memukul wajahnya meski Jonathan sudah tidak melawan sama sekali.

Bersamaan dengan suara lonceng yang berdenting panjang dan suara penonton yang jauh lebih riuh dari sebelumnya, Kirana berteriak memanggil nama Jonathan. Ia berlari ke arah ring, sambil berharap bahwa laki-laki itu tidak akan mati malam ini.

“JONATHAN!!!”

Seorang laki-laki berusaha untuk menghadang Kirana, tapi ia tidak menyerah. Kirana terus berusaha untuk mendekat sambil berteriak, “Saya pacarnya!” Hingga akhirnya, mereka membiarkan Kirana mengikuti beberapa laki-laki yang membawa tubuh Jonathan keluar dari arena pertandingan.

Kirana segera menginjak pedal gasnya untuk mengikuti sebuah mobil yang sedang membawa Jonathan ke rumah sakit. Ia tidak peduli meski orang tuanya sudah meneleponnya berkali-kali, sebab Kirana sudah melewati batas jam malamnya. Kirana tidak akan keberatan meski sesampainya di rumah nanti, atau besok, atau kapan pun, orang tuanya akan memarahinya habis-habisan. Kirana sungguh tidak peduli. Ia hanya ingin memastikan dengan matanya sendiri, bahwa Jonathan masih bernapas, bahwa laki-laki itu masih akan menemaninya kemanapun dirinya pergi.

Namun, jika Jonathan memang tidak ingin menjalin hubungan dengannya, atau bahkan jika Tuhan tidak ingin Kirana berada di sekitar Jonathan lagi, Kirana tidak akan keberatan. Ia akan menukarkan apa saja untuk keselamatan Jonathan malam ini, termasuk perasaannya sendiri. Ia akan bertransaksi dengan Tuhan. Bagaimanapun bentuk transaksinya.

Pukul 11.03, Kirana memarkirkan mobilnya di samping sebuah rumah sakit, dan berlari menuju ruang gawat darurat. Namun, ia tidak diperbolehkan untuk masuk. Dokter dan beberapa perawat yang berjaga sedang berusaha untuk menyelamatkan Jonathan di dalam sana. Dan satu-satunya orang yang ia temui di lorong rumah sakit yang dingin itu, adalah seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Karyo.

“Kenapa lu bisa tahu kalau Jonathan ada di sana?” tanya laki-laki itu. Kirana menoleh ke arahnya, dengan pandangan yang benar-benar bingung.

“Laki-laki ini kenal gue?”

Dan seolah bisa membaca pikiran Kirana, Karyo tersenyum tipis. “Gua Karyo, pelatih Jonathan. Gua sering lihat muka lu di hp dia, dia juga beberapa kali cerita soal lu.”

“Cerita soal gue?”

Karyo mengangguk. “Tuh bocah emang gengsinya setengah mati, yak?” Lalu, ia tertawa pelan. “Apa kalau kata bahasa komik? Tsu ...”

Laki-laki itu memiringkan kepalanya, sambil memejamkan mata. Ia benar-benar berpikir keras. “Tsunami? Et, bukan! Itu mah bencana, yak? Apasih namanya? Gitu, lah pokoknya!”

“Tsundere?” tanya Kirana, lalu laki-laki itu menjentikkan jari sambil lagi-lagi tertawa.

“Nih orang udah gila? Gimana bisa dia ketawa di saat kayak begini?”

“Lu tenang aja, Kir. Tadi Jonathan sadar kok, pas di mobil. Masih bisa ketawa dia. Dia nggak akan mati segampang itu sebelum bawa ibunya pergi.”

“Pergi?” Kirana mengambil satu langkah lebih dekat pada Karyo. “Pergi ke mana?”

Namun, alih-alih menjawab pertanyaan Kirana, Karyo memilih untuk pergi dengan alasan akan menghubungi seseorang. Kirana tahu, Karyo hanya tidak mau menjelaskan apa yang baru saja ia katakan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Under The Moonlight
2179      1082     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Our Perfect Times
916      652     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Rumah Tanpa Dede
134      83     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
One-room Couples
1154      577     1     
Romance
"Aku tidak suka dengan kehadiranmu disini. Enyahlah!" Kata cowok itu dalam tatapan dingin ke arah Eri. Eri mengerjap sebentar. Pasalnya asrama kuliahnya tinggal dekat sama universitas favorit Eri. Pak satpam tadi memberikan kuncinya dan berakhir disini. "Cih, aku biarkan kamu dengan syaratku" Eri membalikkan badan lalu mematung di tempat. Tangan besar menggapai tubuh Eri lay...
Smitten With You
13359      2316     10     
Romance
He loved her in discreet… But she’s tired of deceit… They have been best friends since grade school, and never parted ways ever since. Everything appears A-OK from the outside, the two are contended and secure with each other. But it is not as apparent in truth; all is not okay-At least for the boy. He’s been obscuring a hefty secret. But, she’s all but secrets with him.
NIKAH MUDA
2839      1043     3     
Romance
Oh tidak, kenapa harus dijodohin sih bun?,aku ini masih 18 tahun loh kakak aja yang udah 27 tapi belum nikah-nikah gak ibun jodohin sekalian, emang siapa sih yang mau jadi suami aku itu? apa dia om-om tua gendut dan botak, pokoknya aku gak mau!!,BIG NO!!. VALERRIE ANDARA ADIWIJAYA KUSUMA Segitu gak lakunya ya gue, sampe-sampe mama mau jodohin sama anak SMA, what apa kata orang nanti, pasti g...
Veintiséis (Dua Puluh Enam)
813      449     0     
Romance
Sebuah angka dan guratan takdir mempertemukan Catur dan Allea. Meski dalam keadaan yang tidak terlalu baik, ternyata keduanya pernah memiliki ikrar janji yang sama sama dilupakan.
Slap Me!
1566      714     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
HIRI
161      132     0     
Action
"Everybody was ready to let that child go, but not her" Sejak kecil, Yohan Vander Irodikromo selalu merasa bahagia jika ia dapat membuat orang lain tersenyum setiap berada bersamanya. Akan tetapi, bagaimana jika semua senyum, tawa, dan pujian itu hanya untuk menutupi kenyataan bahwa ia adalah orang yang membunuh ibu kandungnya sendiri?
Survive in another city
127      106     0     
True Story
Dini adalah seorang gadis lugu nan pemalu, yang tiba-tiba saja harus tinggal di kota lain yang jauh dari kota tempat tinggalnya. Dia adalah gadis yang sulit berbaur dengan orang baru, tapi di kota itu, dia di paksa berani menghadapi tantangan berat dirinya, kota yang tidak pernah dia dengar dari telinganya, kota asing yang tidak tau asal-usulnya. Dia tinggal tanpa mengenal siapapun, dia takut, t...