Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unframed
MENU
About Us  

Pukul tujuh malam, Ruang Temu tiba-tiba dipenuhi oleh banyak sekali pengunjung. Semua ini karena ulah Hilmy, yang pagi tadi menuliskan sebuah pengumuman di salah satu akun sosial media kampus, bahwa akan ada empat laki-laki tampan yang akan mengisi acara pembukaan di acara kafe milik Andin itu. Tidak sampai di situ, Hilmy bahkan memposting fotonya bersama Jonathan, Rafa dan Abimanyu. Maka tidak heran, jika kini pengunjung yang datang didominasi oleh gadis-gadis dari kampus mereka.

“Mantep nggak, pengumuman gue?” bisik Hilmy pada Andin, yang kemudian diberi dua jempol oleh gadis itu.

Berbeda dengan Sera yang kini membantu Andin dan sepupunya menyiapkan pesanan pengunjung yang datang, Abimanyu, Hilmy, dan Rafa justru sibuk menata alat musik di salah satu sudut Ruang Temu. Bermodalkan gitar akustik dan kajon[4], Hilmy dan Rafa akan menghibur orang-orang yang telah meluangkan waktunya untuk datang malam ini.

Semakin malam, Ruang Temu semakin dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menonton penampilan Hilmy dan teman-temannya. Seluruh meja nyaris terisi, dan Andin tampak semakin kewalahan.

“Halo, halooo! Selamat malam teman-teman!” sapa Hilmy dengan pengeras suaranya. “Sebenarnya, gue sama yang lainnya nggak nyangka kalau yang datang bakalan sebanyak ini. Terimakasih sebelumnya, tapi kalian mau nonton siapa, sih?”

“Abimanyuuu!” teriak seorang gadis, lalu ia menyembunyikan wajahnya sebab semua orang menoleh ke arahnya.

“Gue mau nonton semua cogan yang ada di postingan base kampus tadi, Hil!” teriak seorang gadis lain, mengundang gelak dari orang-orang yang berada di sana.

“Maaf mengecewakan,” kata Hilmy setelah terkekeh sebentar. “Yang pertama, Jonathan kebetulan gagal datang karena dia ada acara yang nggak bisa ditinggalin.”

Terdengar beberapa suara lirih yang sarat akan kekecewaan. Kemudian, Hilmy kembali bersuara, “Yang kedua ... Abimanyu ada. Dia disini. Tapi tetap— ini akan mengecewakan. Kalian lihat cewek cantik yang lagi sibuk sama mesin kopi itu?”

Seketika beberapa gadis menoleh pada Andin, gadis yang dimaksud Hilmy.

“Nah, itu dia yang punya kafe ini. Dia pawang Abimanyu, jadi kalian udah nggak punya kesempatan." Lagi-lagi, terdengar kekehan dari beberapa gadis yang datang.

"Tapi, tenang ... tenang. Abimanyu bakalan tetap nyanyi buat kalian. Berhubung gue dan Rafa harus bantuin bikin pesanan kalian, Abimanyu bakalan jadi orang pertama yang menyumbangkan suara emasnya.”

Beberapa gadis terdengar riuh sambil bertepuk tangan. Sementara di dekat mesin kasir, Abimanyu membelalakkan matanya. Apa yang baru saja diucapkan Hilmy jelas tidak ada dalam rencana. Abimanyu bahkan sudah bersiap untuk menyalakan kamera untuk merekam momen malam ini. Namun, karena Hilmy terlanjur berkata bahwa dirinya akan bernyanyi, maka Abimanyu terpaksa harus melakukannya. Ia harus membantu Andin untuk memeriahkan acara pembukaan kafenya.

“Hai,” sapa Abimanyu tepat setelah ia memegang pengeras suara. “Terimakasih yang udah menyempatkan diri untuk datang ke sini, ya.”

Ia duduk pada sebuah kursi yang ada di hadapan pengunjung kafe. Lalu, Abimanyu mulai mengambil gitar akustik dan memetiknya pelan.

“Sejujurnya gue nggak ada persiapan, karena emang hari ini job desk gue cuma ngerekam acara pembukaan ini.” Abimanyu terkekeh, diikuti oleh beberapa pengunjung. “Tapi, nggak pa-pa. Anything for you, guys. Kalian pengen denger gue nyanyi lagu apa?”

“Apa aja yang galau! Gue lagi pengen nangis!” kata seorang gadis dari sudut Ruang Temu.

"Cendol dawet aja, Bim!" teriak Rafa yang kemudian mengundang gelak dari semua yang ada di Ruang Temu.

Sama seperti yang lainnya, Abimanyu sempat tergelak. “Oke. Karena gue nggak tahu apa itu cendol dawet, jadi ini satu lagu galau buat yang katanya lagi pengen nangis,” katanya, lalu ia memetik gitarnya pada nada-nada minor.

“Bersamamu, kulewati

Lebih dari seribu malam

Bersamamu, yang kumau

Namun kenyataannya tak sejalan”

Abimanyu mengalihkan pandangannya pada Andin yang sedang sibuk dengan mesin espresso-nya. Hari ini ia masih mencintai gadis itu— sama seperti cintanya pertama kali, ketika Andin menerima perasaannya. Ia tidak akan pernah bosan untuk mengatakan bahwa mencintai Andin tidak pernah sulit.

“Tuhan, bila masih ku diberi kesempatan

Izinkan aku untuk mencintanya

Namun bila waktuku telah habis dengannya

Biar cinta hidup sekali ini saja”

“Tak sanggup bila harus jujur

Hidup tanpa belaian nafasnya”

Bersama dengan meriahnya tepuk tangan dan sorak sorai pennton, Abimanyu merasa hatinya remuk. Ia tahu, bahwa dirinya dan Andin kehabisan waktu. Dunia tidak akan berhenti berputar hanya karena menunggu mereka siap untuk saling melepaskan.

“Tuhan, bila waktu dapat kuputar kembali

Sekali lagi untuk mencintanya

Namun bila waktuku telah habis dengannya

Biarkan cinta ini

Hidup untuk sekali ini saja”

Andin mendengar semuanya. Nada-nada minor yang Abimanyu mainkan, suara sendunya— Andin mendengarnya dengan sangat baik. Namun, ia memilih untuk menulikan telinga. Seumpama lagu yang Abimanyu nyanyikan memang sebuah doa untuk merayu Tuhan, lantas Tuhan mana yang sedang ia rayu? Tuhan yang ia sembah dalam sujudnya? Atau Tuhan yang selalu Andin sebut dalam tautan jemarinya?

Tidak tahu. Untuk Tuhan yang manapun, Andin masih berharap bahwa takdir akan memihak pada mereka berdua. Ia hanya ingin bersama Abimanyu. Tidak ada yang lain. Namun, mengapa sesulit ini?

Setelah lagunya berakhir, Abimanyu meletakkan gitarnya dan berjalan melewati para pengunjung dengan senyum tipis. Beberapa orang memberinya tepuk tangan, beberapa lainnya hanya sibuk menikmati minuman mereka sambil bercengkrama.

Sambil mengesampingkan perasaan sendunya, Abimanyu menyalakan kameranya di dekat meja kasir, dan mulai merekam semua yang ada di sana. Sera yang menerima pesanan dari balik mesin kasir, Andin yang fokus pada kopinya, sepupu Andin yang sibuk memanggang pastry di dapur, juga Hilmy dan Rafa yang kini sedang bersiap untuk bernyanyi.

Suasana semakin ramai, sebab Hilmy dan Rafa membuka penampilan mereka dengan sebuah lagu dangdut koplo, sesuai permintaan salah satu pengunjung. Di luar Ruang Temu, gerimis mulai turun, seolah tidak ingin siapapun meninggalkan tempat itu sebelum larut.

“Ini si Jo sama Kirana beneran nggak dateng, ya?” tanya Sera, sambil meletakkan nampan yang baru saja ia gunakan untuk mengantar pesanan.

“Gue nggak sempet liat HP sih, Ser.” Kirana melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. “Udah jam sembilan, sih. Kayaknya beneran nggak dateng.”

“Padahal gue pengen banget ngelihat Jonathan main gitar lagi,” kata Rafa yang baru saja datang, setelah meninggalkan Hilmy untuk bernyanyi sendirian. “Terakhir kali dia main, kita malah berantem soal tempo.”

Tawa kecil pecah dari mereka yang berada di dekat meja kasir. Lalu, mereka kembali disibukkan dengan pelanggan yang datang nyaris tanpa henti, hingga kini seluruh meja telah benar-benar penuh. Andin dan teman-temannya benar-benar kewalahan dengan acara pembukaan Ruang Temu malam ini.

Hingga menjelang pukul sepuluh, gerimis di luar telah mereda, dan sebagian pengunjung mulai meninggalkan Ruang Temu. Setelah Hilmy dan Rafa mengakhiri penampilannya, mereka bergabung dengan yang lainnya untuk mulai membersihkan meja-meja yang mulai kosong. Dan pada saat itulah, Andin mengambil sebuah foto bersama yang lainnya, untuk dikirimkan pada Jonathan.

[Rame banget, Jo! Minggu depan lo harus nyanyi sendirian di sini, sih. Gue nggak mau tahu!]

Setelah mengirimkan pesan itu, Andin kembali meletakkan ponselnya dan fokus menyelesaikan pekerjaannya di Ruang Temu.

Ia menutup kafe itu pada pukul sebelas malam. Namun, alih-alih langsung pulang ke rumah masing-masing, Andin dan yang lainnya justru masih bercengkrama di salah satu sudut ruangan. Sesekali terdengar petikan gitar dari Rafa, dengan senandung lirih yang keluar dari mulutnya. Mereka sedang larut dengan obrolan soal meriahnya acara malam ini, ketika Abimanyu merasakan ponselnya bergetar berkali-kali.

Nomor Kirana muncul pada layar benda pipih itu. Namun, panggilan itu berakhir begitu saja sebelum Abimanyu sempat menerimanya. Hingga tak lama, Kirana mengirimkan sebuah pesan padanya.

[Bim, Jonathan masuk rumah sakit. Bisa ke sini sekarang? Gue bingung harus gimana.]

Untuk beberapa saat, Abimanyu sempat mematung di tempatnya. Pesan yang dikirimkan secara tiba-tiba itu mampu membuat seluruh tubuhnya seakan menggigil.

“Kenapa, Bim?” Suara Hilmy mengembalikan kesadaran Abimanyu seutuhnya.

“Jonathan masuk rumah sakit.”

Sama seperti Abimanyu, semua yang berada di sana terkejut bukan main. Jadi tanpa membersihkan sisa-sisa minuman di atas meja, mereka bergegas menuju rumah sakit dengan kekhawatiran yang menguasai pikiran.

[4] alat musik perkusi, berbentuk kotak, biasanya sebagai pengganti drum akustik.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
pat malone
4671      1352     1     
Romance
there is many people around me but why i feel pat malone ?
That's Why He My Man
820      562     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Aku dan Saya
392      234     1     
Inspirational
Aku dan Saya dalam mencari jati diri,dalam kelabilan Aku yang mengidolakan Saya yang sudah dewasa.
Dear You
15552      2678     14     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
530      219     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Our Perfect Times
915      651     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Anggi
664      490     2     
Short Story
Benar kata pepatah lama. Kita tidak pernah sadar betapa pentingnya seseorang dalam hidup kita sebelum dia pergi meninggalkan kita. Saat kita telah menyadari pentingnya dia, semua telah terlambat karena dia telah pergi.
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
I Found Myself
42      38     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
No Longer the Same
353      261     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...