Aku pernah bohong. Bukan ke orang lain. Tapi ke diriku sendiri.
“Udah nggak sayang kok,” kataku.
Padahal, boro-boro nggak sayang. Ngeliat story-nya update foto makan di warung padang aja rasanya pengen ngelipet diri jadi lontong dan nangis di piring sambal. Kenapa sih jujur sama diri sendiri itu susah? Karena jujur artinya harus ngakuin hal-hal yang bikin malu. Harus berani ngaca dan bilang, “Iya, aku belum baik-baik aja.” Atau, “Iya, aku kangen seseorang yang bahkan udah nggak peduli.” Dan itu... sakitnya kayak kepleset di depan orang yang kita suka: malu, sakit, dan pengen pura-pura nggak kenal diri sendiri.
Jujur itu ribet karena kita takut ketahuan rapuh.
Kita takut orang lain tahu kalau di balik senyum sok bahagia itu, kita lagi nahan air mata kayak tangki air bocor.
Kita takut dibilang “baperan” cuma karena bilang, “Aku lelah.”
Padahal... yang paling parah bukan takut dibilang orang lain. Tapi takut mengakui ke diri sendiri.
Pernah suatu malam, aku duduk di kasur, ngelihatin atap kamar sambil mikir, “Aku ini sebenarnya pengen apa, sih?”
Tapi pertanyaannya malah mental kayak bola pingpong.
Nggak ada jawaban. Cuma sunyi dan detak jam dinding yang bikin suasana makin dramatis.
Ada masanya aku pura-pura kuat. Pura-pura semangat kerja, padahal mau resign tiap hari.
Pura-pura cuek, padahal setiap kali buka Instagram, aku scroll-nya sambil nahan sesak karena ngerasa hidupku tertinggal jauh dari orang lain. Pura-pura nggak suka, padahal setiap malam berdoa, “Ya Tuhan, kalau boleh, kirimkan dia kembali (dan saldo ShopeePay juga).”
Tapi setelah semua pura-pura itu, ujung-ujungnya lelah juga. Bohong ke diri sendiri tuh capek. Sama kayak nyium kentut sendiri dan bilang, “Nggak bau kok.” Padahal... pedih, bestie. Pedih.
Pernah suatu hari, aku lihat kaca. Serius. Aku berdiri di depan cermin kamar mandi sambil ngelihat wajah sendiri. Mata panda, rambut acak-acakan, dan jerawat di dagu yang nggak sopan karena muncul tanpa izin. Aku tatap dalam-dalam dan tanya, “Kamu baik-baik aja, nggak?”
Dan saat itu juga... aku nangis.
Aku sadar aku kangen jadi diriku yang dulu. Yang bisa ketawa tanpa beban. Yang punya mimpi tanpa takut gagal. Yang bisa makan tanpa mikirin timbangan (walau berat badan tetap naik). Tapi aku juga sadar, jujur ke diri sendiri itu bukan tentang jadi lemah. Justru itu kekuatan paling tulus yang kadang kita lupa.
Lucunya, kita sering lebih jujur ke orang lain.
Kita bisa bilang ke teman, “Gue sih udah move on,”
Tapi malam-malam masih stalking akun pacar barunya.
Kita bisa bilang, “Kerjaan gue sih asik-asik aja,”
Tapi di kamar, ngetik email sambil misuh, “YANG BENER AJA NIH DEADLINE!”
Jadi, pertanyaannya adalah: kenapa kita lebih takut kecewa sama diri sendiri dibanding kecewa sama orang lain?
Jawabannya bisa macam-macam. Tapi satu hal yang aku sadari: karena kita nggak mau keliatan gagal di depan diri sendiri.
Kita nggak mau ngakuin bahwa semua pencitraan itu... bohong.
Dan makin dipendam, makin berat rasanya.
Tapi mulai dari hari itu, aku nyoba pelan-pelan.
Nyoba bilang, “Iya, aku belum sepenuhnya sembuh.”
Nyoba bilang, “Iya, aku takut masa depan.”
Nyoba bilang, “Aku iri. Tapi aku juga berusaha buat bangga sama diriku.”
Dan ternyata... rasanya plong.
Kayak akhirnya bisa napas dalam-dalam setelah sekian lama nahan dada.
Kayak akhirnya bisa tidur nyenyak setelah semalaman pura-pura tegar.
Kayak akhirnya bisa makan mie instan pakai telur, tanpa rasa bersalah. (Karena kadang hal kecil pun jadi bentuk jujur yang manis.)
Dari sana aku belajar satu hal:
Jujur ke diri sendiri itu langkah pertama buat sembuh.
Buat nerima. Buat berdamai.
Bukan berarti semua masalah langsung hilang.
Tapi setidaknya, kita berhenti bohong.
Dan dari sana, perlahan kita bisa mulai nyusun hidup lagi.
Nggak harus cepat, yang penting tulus.
Aku tahu hidup nggak selalu lucu. Kadang isinya drama, kadang air mata, kadang invoice nunggak. Tapi selama kita bisa jujur ke diri sendiri, kita bisa jadi teman terbaik untuk diri sendiri.Dan jadi teman buat diri sendiri itu penting.Karena nggak semua orang ngerti rasanya kita. Nggak semua orang bisa jadi tempat cerita. Tapi kita... selalu punya diri sendiri.
Kalau sedih, peluk diri sendiri.
Kalau gagal, pelan-pelan bangkitin lagi.
Kalau jatuh, pelan-pelan bangun.
Kalau malu? Ya ketawa aja. Semua orang pernah malu.
Jadi, kalau kamu hari ini ngerasa capek, jangan pura-pura bahagia.
Kalau kamu sedih, jangan pura-pura tegar.
Kalau kamu bingung, nggak apa-apa ngakuin kamu lagi hilang arah.
Jujur bukan kelemahan.
Justru itu tanda kamu sedang sayang sama dirimu sendiri.
Dan percayalah, seaneh dan seberantakan apapun hidupmu sekarang...
Selama kamu berani jujur, kamu akan nemuin jalan buat pulang.
Pulang ke hati yang lebih tenang.
Pulang ke diri yang nggak pura-pura.
Pulang ke kamu—yang sebenarnya juga luar biasa.
Meskipun kadang masih malu-malu.
Pesan kecil:
Kadang yang kita butuh bukan motivasi membakar semangat. Tapi pelukan dan pengakuan bahwa, “Aku belum baik-baik aja, dan itu nggak apa-apa.”
Karena... hidup nggak selalu harus kuat.
Yang penting, tetap jujur.