Pernah nggak, kamu bangun pagi… terus cuma tiduran lagi?
Nggak ngapa-ngapain. Cuma buka mata, lihat langit-langit kamar, dan berpikir, “Hari ini harusnya ngapain, ya?”
Terus jawabannya datang dalam bentuk sunyi.
Tapi kamu tetap bangun.
Nggak langsung lari maraton.
Nggak langsung nulis satu bab novel.
Nggak langsung jadi produktif seperti iklan vitamin.
Kamu cuma… bangun.
Dan, hei, itu pencapaian.
Ada masanya dalam hidup di mana bangun dari kasur aja udah seperti mendaki gunung.
Nggak ada motivasi, nggak ada energi, dan kadang... nggak ada alasan.
Bukan karena malas. Tapi karena capek.
Capek mikir.
Capek pura-pura kuat.
Capek pura-pura semangat.
Capek jadi manusia yang diharapkan selalu punya arah.
Kadang, kita nggak butuh dorongan besar.
Kadang cuma butuh satu hal kecil: bisa duduk di pinggir tempat tidur, lihat jendela, terus bilang ke diri sendiri:
"Oke. Kita coba lagi hari ini."
Hari itu, aku bangun jam sembilan lewat.
Alarm udah bunyi jam tujuh.
Tapi aku pencet snooze seperti sedang ikut lomba pencet tercepat. Aku buka mata pelan, lihat atap kamar, dinding yang udah mulai retak karena bocor musim hujan kemarin, dan kipas angin tua yang mutarnya makin pelan (mungkin dia juga lelah).
Ponselku ada di samping bantal.
Ada 3 notifikasi WhatsApp, 2 dari grup keluarga, 1 dari pinjaman online (astaga).
Aku nggak langsung buka semuanya.
Aku cuma diem.
Dan di momen itu, aku sadar: aku nggak tahu harus mulai dari mana.
Orang bilang, “Lakukan yang penting dulu.”
Tapi waktu kamu lagi bingung mana yang penting, semuanya jadi kabur.
Mandi penting.
Sarapan penting.
Balas chat penting.
Nyuci baju penting.
Tapi yang paling penting saat itu, ternyata:
berhasil angkat badan dari kasur tanpa jatuh lagi.
Itu doang.
Dan aku berhasil.
Perlahan. Kayak kura-kura yang baru bangun tidur.
Aku duduk di pinggir kasur dan... tepuk tangan untuk diri sendiri.
Nggak keras. Cuma pelan.
Tepuk tangan dari aku… untuk aku.
Aku ke dapur, nyeduh kopi sachet rasa mocca (yang manisnya kebangetan).
Nggak semangat banget, tapi pengen ngerasain sesuatu yang familiar.
Terus duduk di lantai dapur, karena entah kenapa lantainya lebih adem dari sofa.
Nggak ngapa-ngapain. Cuma duduk.
Dan di sana, aku ngelihat semut jalan beriringan.
Mereka bawa remah-remah roti yang entah dari mana asalnya.
Dan aku mikir, “Hebat juga ya semut. Kecil gini, tapi semangatnya gede.”
Aku?
Ya... lumayan. Bisa duduk dan lihat semut aja udah lebih baik dari hari kemarin.
Aku buka aplikasi catatan di HP dan nulis:
Bangun dari kasur
Duduk di dapur
Bikin kopi
Nggak nangis pagi-pagi
Kadang kita butuh daftar pencapaian kecil.
Biar sadar, hidup kita nggak kosong-kosong amat.
Kadang, hal-hal kecil itulah yang nahan kita biar nggak runtuh sepenuhnya.
Tiap orang punya versinya sendiri soal pencapaian.
Ada yang ukurannya naik jabatan.
Ada yang ukurannya beli rumah.
Ada yang ukurannya bisa lari 10 km tiap pagi.
Aku?
Ukuranku hari ini: bisa mandi sebelum jam 12 siang.
Dan itu nggak bikin aku rendah.
Karena di tengah tekanan hidup, kegagalan yang datang beruntun, dan ekspektasi yang nggak masuk akal…
bangun dari kasur dan bilang “aku coba lagi” adalah bentuk keberanian.
Tentu aja, nggak semua orang bakal paham.
Ada yang bilang, “Masa gitu doang dibanggain?”
Tapi mereka nggak tahu perasaan kita yang kadang rasanya kayak lagi berenang di laut lepas, tanpa pelampung, tanpa kapal, dan cuma bisa ngambang biar nggak tenggelam.
Jadi, wajar kalau kita belajar bersyukur atas hal yang kecil.
Karena dari situlah, kita bisa mulai bangun lagi.
Aku pernah baca, katanya,
"Hidup itu bukan tentang lari cepat. Tapi tentang jalan terus, walaupun pelan."
Dan aku percaya itu.
Aku nggak selalu bisa kuat tiap hari.
Kadang rapuh.
Kadang marah tanpa alasan.
Kadang cuma bisa lihat layar kosong dan bertanya, “Kenapa semuanya berat banget ya?”
Tapi aku nggak berhenti.
Aku masih di sini.
Masih nyeduh kopi.
Masih mikir besok mau sarapan apa.
Masih buka jendela tiap pagi buat lihat langit, walau kadang mendung terus.
Dan itu cukup.
Karena bertahan juga bentuk dari pencapaian.
Sore harinya, aku keluar beli gorengan.
Langit abu-abu, dan angin bawa bau tanah basah.
Penjual gorengannya senyum sambil tanya,
"Hari ini ngapain aja, Mbak?"
Aku senyum kecil.
"Nggak banyak. Tapi aku bangun dari kasur."
Dia ketawa kecil.
"Wah, kadang itu yang paling susah, ya."
Dan aku ngerasa... divalidasi.
Hari itu aku pulang dengan dua tempe goreng, satu tahu isi, dan satu pencapaian penting:
aku berhasil melalui hari tanpa nyerah di tengah jalan.
Bukan hari yang penuh kejutan.
Bukan hari yang bikin aku tiba-tiba sukses.
Tapi hari yang cukup... untuk bikin aku lanjut ke besok.
Jadi, kalau kamu lagi ngerasa hampa, lelah, nggak semangat, atau bingung arah...
Ingat ini:
Bangun dari kasur itu nggak gampang. Tapi kamu bisa.
Dan kalau kamu bisa hari ini, kamu juga bisa besok.
Karena kadang, keberanian terbesar adalah ketika kamu bisa bilang ke diri sendiri:
"Aku masih mau coba lagi."
Dan itu... luar biasa.