Loading...
Logo TinLit
Read Story - Finding My Way
MENU
About Us  

Padahal Medina sudah sangat sabar menanti hadiah motor baru yang Luthfi janjikan. Lantas saat tiba-tiba Luthfi bilang kalau permintaannya itu tidak jadi dituruti, jangan pojokkan Medina kalau dia bilang dia kecewa dan merasa dikhianati. Luthfi bilang kalau Medina belum cukup layak berkendara sendiri. Apa benar begitu yang Papa pikirkan? Alternatif pengganti yang Latifa sodorkan membuat Medina sangsi.

 

Sudah beberapa hari terakhir Medina berangkat sekolah diantar ojek suruhan Latifa. Bu Sarti namanya. Janda dua anak yang merupakan salah satu kenalan Latifa di pengajian. Perempuan berhijab lebar itu bertubuh tambun dengan kulit cokelat gelap, tetapi memiliki suara lembut dan senyum keibuan yang menawan. Pembawaannya sangat tenang, terasa dari caranya membawa kendaraan. Bu Sarti sangat berberhati-hati di jalan dan sangat taat peraturan.

 

Dari buah bibir yang sampai ke telinga Medina, rumah tangga Bu Sarti rusak akibat kehadiran orang ketiga, tiga tahun lalu. Demi menafkahi kedua buah hatinya setelah ditinggalkan begitu saja oleh sang suami, Bu Sarti bekerja serabutan. Apa saja Bu Sarti lakoni, yang penting halal. 

 

Medina pikir, mungkin rasa iba yang telah membuat Latifa mempekerjakan Bu Sarti. Tapi … kenapa dia dilibatkan dalam hal yang sama sekali bukan urusannya? Bu Sarti bisa bekerja apa saja! Membantu Latifa di kios atau jadi pembantu part time di rumahnya, misalnya. Ah, Medina sebal setengah mati!

 

“SIM C cuma bisa didapat sama pengemudi yang sudah berumur tujuh belas. Tahun depan, insyaallah, baru kamu boleh bawa motor sendiri.”

 

Setiap kali ingat alasan yang dikemukakan papanya, setiap kali itu pula Medina meradang. Memangnya kenapa kalau dia berkendara sendiri? Banyak, kok, pelajar lain seusia bahkan lebih muda darinya yang bepergian sendiri. Bukannya yang begitu malah lebih praktis dan menghemat pengeluaran? 

 

Bahkan Anin, tetangganya yang baru kelas enam SD sudah sejak tiga bulan lalu memamerkan motor matic barunya. Setiap hari Medina melihat bocah bau kencur itu menaiki motornya wara-wiri mengelilingi kompleks perumahan mereka. Ingat itu, Medina makin keki.

 

“Nanti kamu kelayapan nggak jelas tujuan.” 

 

Alasan yang satu ini membuat Medina yakin kalau keputusan Luthfi berubah arah karena desakan dan tekanan seseorang. Dari segi finansial, Luthfi sangat mampu menuruti kemauan Medina. Jangankan satu, yang Medina tahu membeli selusin pun papanya pasti mampu. Namun, di detik-detik terakhir Luthfi malah ingkar janji. 

 

Siapa lagi pelakunya kalau bukan Latifa? Cuma mamanya di dunia ini yang tidak suka melihat Medina bahagia. Cuma Latifa yang senang mempersulit hidup Medina. Cuma Latifa di dunia ini yang bahagia melihat Medina menjalani masa muda sehitam jelaga. Begitu, kan? Tapi … Medina bisa apa selain menerima? Mau berdebat bagaimanapun, dia pasti kalah. Jadi, diterimanya keputusan Luthfi walau dengan hati remuk redam oleh amarah dan kekecewaan.

 

“Mbak, dipakai dulu jas hujannya,” tegur Bu Sarti. “Mikirin apa, toh, Mbak sampai linglung begitu?” Tawa renyah perempuan bergamis katun lusuh itu pun terdengar. 

 

Medina mengerjap-ngerjap menatap bergantian Bu Sarti dan jas hujan hijau lumut di depan matanya. Di detik berikutnya baru Medina sadar kalau dirinya kini berada di pinggir jalan untuk berteduh. Awan mendung yang bergulung-gulung di atas kepalanya saat berangkat dari rumah tadi sudah berganti menjadi tetesan hujan yang membasahi seragam putih abu-abunya.

 

“Buruan, Mbak dipakai jas hujannya. Kalau kelamaan di sini, nanti Mbak Medina terlambat, loh!” tukas Bu Sarti yang baru Medina sadari punya bulu mata panjang dan kelewat lentik idaman kaum hawa. Di saat banyak perempuan rela merogoh kocek dalam-dalam buat melakukan eyelash extension, Bu Sarti punya karunia kecantikan alami yang sukses membuat iri.

 

Tanpa banyak bicara, Medina menuruti anjuran Bu Sarti. Sesaat setelah dirinya siap, senyum manis Bu Sarti menyambutnya. “Nah, begitu kan apik! Jadi enak mau melanjutkan perjalanan. Nggak khawatir bajunya bakal basah kuyup pas sampai di sekolah nanti.”

 

Medina menyunggingkan senyum teramat tipis pada Bu Sarti. Setelahnya dia kembali menaiki sepeda motor dan bersama Bu Sarti melaju membelah hujan yang turun semakin deras.

 

Sepuluh menit kemudian Medina sampai di sekolah dalam keadaan selamat. Padahal Medina sempat meminta Bu Sarti untuk putar balik saja, tetapi Bu Sarti menegaskan bahwa dirinya akan mengantarkan Medina sampai di sekolah tepat waktu. Benar saja, kekhawatiran Medina patah telak. Kemampuan Bu Sarti berkendara patut diacungi jempol. Walaupun begitu, tetap saja Medina tidak puas. Dia mau punya motor baru yang dia kendarai sendiri. Keinginan itu menggebu dalam hatinya. Apalagi saat melihat siswa-siswi lain menunggangi kuda besi mereka sendiri memasuki area sekolah. Rasa iri dan dengki Medina kian bergelora.

 

Usai melepas jas hujan dan meletakkannya di atas jok, tanpa mengucap terima kasih Medina langsung berlari meninggalkan Bu Sarti dan sepeda motor bututnya melewati gerbang sekolah. Gadis itu mengindahkan teriakan Bu Sarti yang hendak memberinya payung. Tingkahnya yang demikian membuat Bu Sarti geleng kepala sambil mengulum senyum maklum. 

 

Jauh hari Latifa memang sudah mewanti-wanti Bu Sarti tentang kelakuan Medina yang suka seenaknya. Bu Sarti pun kembali melaju di jalan basah. Pekerjaan di lain tempat telah memanggil uluran tangannya. Jangankan hujan begini, badai pun akan ditaklukkan demi buah hati tercinta. Begitu besar cinta dan pengorbanan seorang ibu yang seringkali tidak disadari anak-anaknya.

 

Tepat di depan lorong dekat perpustakaan, Medina bertemu dengan Fitri dan beberapa teman sekelas lainnya. Sapaan dan senyuman yang dilemparkan Fitri dan yang lainnya ditanggapi seadanya oleh Medina. Asal terlihat cukup ramah saja. Sekadar terhindar jadi target gibah selanjutnya. 

 

Semalam grup chat kelas ramai membahas siswa pindahan yang akan mulai masuk hari ini. Topik yang tidak menarik minat Medina sama sekali. Sekalipun kata beberapa orang temannya, kelas mereka sangat bertuah karena si siswa baru ini merupakan youtuber yang terkenal dengan konten-kontennya yang bersifat positif. Yang terkenal itu, kan, tetap si anak baru. Menjadi teman sekelas, tidak lantas menjadikan mereka ketularan populer juga. Diam-diam Medina mencibir teman-temannya saat pembahasan tentang si siswa baru mampir secara langsung di telinganya. Topik itu terus bergulir bak bola panas hingga langkah mereka terhenti di ambang pintu kelas.

 

-***-

 

“Hai, semua!” Si anak baru yang katanya seorang youtuber itu tersenyum ramah menyapa seisi kelas. Matanya yang teduh memindai dengan jeli, mulai memilah dan memilih. Menyeleksi dengan ketat mana yang—sekiranya—cocok dengan kepribadiannya. “Nama saya ….” Lelaki jangkung bersweter biru langit itu memperkenalkan diri dengan sangat tenang. Kalimatnya sama persis seperti yang didengar Medina akhir minggu lalu. Setiap kata yang keluar dari bibir lelaki itu seperti setelan default, tidak variatif sama sekali.

 

“Zaid, ajarin kita gimana caranya bikin konten, dong!” celetuk Karina yang disambut sorak teman lainnya.

 

“Betul, tuh, Zaid! Kita juga pengin tenar kayak kamu. Seru kayaknya kalau pergi ke mana-mana terus ada yang ngenalin gitu. Ada yang ngajak foto sama minta tandatangan. Berasa banget selebnya! Apalagi kalau banjir endorse-an. Baju, celana, tas sekolah, sepatu, skincare sampai makanan sama minuman gratis semua!” ungkap Fatma semringah sambil mengipasi wajah dengan kipas angin mini portabel biru kesayangannya. Pipinya memerah. Terlihat jelas imajinasinya tengah melanglang buana.

 

Lain lagi dengan Sassy. Perempuan berkacamata itu mencerosos, “Kalau aku nggak cuma pengin tenar, sih! Tapi juga pengin punya gunung berlian hasil ngonten kayak kamu. Duit dari hasil ngonten mesti banyak, kan, Zaid? Ketimbang melihara tuyul apalagi jadi babi ngepet, lebih aman ngonten. Modal cuap-cuap doang! Jauh dari syirik, kan? By the way, pendapatan kamu selama ini sudah habis buat apa aja?”

 

“Dengar-dengar, Zaid masih jomlo. Kalau boleh tau, kriteria cewek idaman kamu yang kayak gimana, sih?” Alena si paling caper mulai melancarkan aksi. “Kali aja kita cocok, kan?” Gadis berambut gelombang sebahu dengan poni yang menyentuh mata itu mengedip genit seraya memilin-milin rambutnya.

 

Seisi kelas pun riuh. Agus, sang ketua kelas sampai kerepotan menenangkan teman-temannya yang mulai brutal, khawatir keributan ini mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas sebelah yang sudah lebih dulu dimulai.

 

Alih-alih menjawab, Zaid justru tertarik pada sosok yang tengah memelototinya. “Aku nggak nyangka bakal sekelas sama kamu, Dorami,” ungkap Zaid dengan nada riangnya. Sebutannya di akhir kalimat jelas mengundang tanya. Kelas yang semula tenang mulai berisik lagi mempertanyakan sosok yang lelaki itu maksud. Sambil cengengesan, Zaid menunjuk Medina. “Dia … Dorami!”

 

“Kenapa panggilnya Dorami? Panggilan kesayangan, kah?”

 

“Dorami itu bukannya nama kue khas Jepang kesukaan Doraemon?”

 

“Kalian kenalan di mana?”

 

“Jangan bilang Medina pacar rahasianya Zaid! Nggak mungkin, kan?”

 

Bermacam spekulasi muncul setelah tanya yang digaungkan tidak berkesempatan mendapat jawaban lantaran sesi perkenalan ditutup sepihak oleh Bu Badriah, guru Seni Budaya yang akan mengajar pagi ini. Zaid pun dipersilakan menempati bangku kosong di mana pun yang lelaki itu kehendaki. Di antara tiga pilihan, Zaid memilih meja paling ujung tepat di sebelah Agus. Sassy si biang gosip yang juga dikenal sebagai cewek materialistis alias mata duitan dan Alena si paling centil sama-sama harus berbesar hati karena tempat yang mereka harap akan diisi oleh Zaid tetap kosong.

 

Sepanjang jalan menuju tempat duduk barunya, tatapan penuh permusuhan Medina tancapkan pada Zaid. Lelaki itu membuat mood Medina yang sudah buruk terus anjlok hingga ke titik terendah. Andai tidak ada Bu Badriah di depan sana, Medina mungkin akan mengajak Zaid adu mulut. Kalau perlu cakar-cakaran. Baru hari pertama masuk sekolah, sudah lancang banget bikin hatinya meradang. Bagaimana besok-besok?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Heliofili
2592      1158     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Manusia Air Mata
977      596     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
HURT ANGEL
169      133     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
Surat yang Tak Kunjung Usai
659      444     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Bisikan yang Hilang
63      57     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
MALAM TANPA PAGI
515      384     0     
Short Story
Pernahkah kalian membayangkan bertemu malam tanpa pagi yang menyapa? Apakah itu hal yang buruk atau mungkin hal yang baik? Seperti halnya anak kucing dan manusia yang menjalani hidup dengan langkah yang berat. Mereka tak tahu bagaimana kehidupannya esok. Namun, mereka akan menemukan tempat yang pantas bagi mereka. Itu pasti!
No Life, No Love
1032      792     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
4611      1739     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
Me vs Skripsi
1853      764     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
MALAM DALAM PELUKAN
635      456     3     
Humor
Apakah warna cinta, merah seperti kilauannya ataukah gelap seperti kehilangannya ?