Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tumbuh Layu
MENU
About Us  

Pagi itu, rumah terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena cuaca, tapi karena diam yang menggantung terlalu tebal. Kiran turun ke meja makan dengan langkah berat, hanya mendapati ibunya menatap kosong ke cangkir teh yang tak disentuh. Pak Adi tidak tampak disana.

Tanpa bicara, ia melangkah ke ruang tamu. Tapi langkahnya terhenti. Di atas meja kaca ruang tamu nya, tergeletak buku sketsa yang selama ini disembunyikannya di balik lemari lukis.

Halaman-halamannya terbuka, terburai seperti rahasia yang dipaksa telanjang. Di dalamnya ada selembar foto cetak dari Ray, catatan pendek yang ditulis dengan tinta hitam:

“Aku ingin hidup di dunia yang tak harus kutinggalkan demi sebuah nama.”

“Ayahmu menemukannya semalam,” suara ibunya pelan. “Dia... tidak bilang apa-apa. Hanya membukanya dan menyimpannya di sini.”

Kiran tak menjawab. Tapi dadanya sesak. Ia naik ke kamar, hendak melukis untuk menenangkan diri. Namun sesuatu terasa aneh. Palet dan kuasnya hilang.

Ia membongkar seluruh rak, laci, bahkan kolong tempat tidur. Tidak ada.

Dan seperti menjawab keresahannya, pintu kamarnya diketuk keras. Pak Woko,muncul dengan wajah datar. “Kiran, Ayahmu minta aku antar kamu ke kantor hari ini. Dan pulangnya nanti, aku juga yang jemput.”

Kiran membeku. “Apa maksudnya ini? Aku bukan anak kecil.”

“Maaf, Mbak. Pa Woko cuma disuruh Pak Adi. Katanya, biar Mba fokus kerja. Biar gak ‘kabur-kaburan’ lagi katanya.”

Kiran mencengkeram pegangan pintu. Matanya memanas, tapi tak setetes pun air mata jatuh.

Di perjalanan ke kantor, Pak Woko mencoba mencairkan suasana. “Saya cuma ingin bilang… Dulu Pak Adi juga suka gambar, lho. Tapi hidupnya beda sekarang.”

Kiran menoleh. “Dan sekarang dia paksa hidupku beda juga.”

Tak ada lagi obrolan sepanjang jalan. Namun, sepersekian detik Kiran bertanya dalam benak, "ayah suka melukis?"

Di kantor, ruangan Kiran kini terasa lebih seperti sel. Tak ada lagi buku sketsa di dalam lacinya. Kalender meja yang dulu ia gambar sendiri diganti dengan model perusahaan. Bahkan notepad kecilnya kini bertuliskan "target meeting minggu ini".

Flo muncul di sela waktu makan siang. Membawakan dua gelas kopi dan senyum setengah canggung.

“Lo tegang begitu kaya tawanan kelaparan” ujar Flo sambil duduk di kursi depan meja Kiran. “Serius, lo butuh liburan. Atau... pelarian?” lanjut Flo sedikit menekan.

Kiran tertawa pahit. “Bahkan mau beli kuas aja sekarang aku gak bisa.”

Flo mendesah. “Mau gue pinjemin kuas? Di kost gue ada cat air sisa skripsi waktu kuliah. Nggak tahu masih bisa dipakai atau nggak.”

Kiran menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Mungkin. Tapi tetep ga bisa gantiin kuas kesukaan gue. Gue cuma... pengen sedikit dikasih ruang buat jadi diri sendiri aja Flo.”

Flo mengangguk, lalu menggenggam tangan Kiran sebentar. “Kalau kamu butuh tempat sembunyi, gue tahu satu. Tapi jangan bilang siapa-siapa.”

Kiran tersenyum samar, untuk pertama kalinya hari itu. Retak di hatinya belum menyatu, tapi ada yang mencoba merekat.

Dan malam itu, di kamar yang sunyi dan kosong dari warna, Kiran menulis di balik amplop bekas:

“Mereka bisa ambil kuasku, bisa kunci mobil, bahkan bisa patahkan lukisanku. Tapi mereka tak bisa menuliskan akhir cerita untukku.”

***

Malam menjelang, tapi kamar Kiran masih terang. Lampu meja menyala redup, dan tirai jendela dibiarkan terbuka, menampilkan bayangan pohon yang bergoyang pelan tertiup angin. Di pangkuannya, amplop lusuh tempat ia menulis tadi kini menjadi sandaran tangan yang lelah.

Ponselnya bergetar.

Ray:
“Kiran, kamu udah ambil foto yang aku titip di taman, belum? Atau masih belum sempat?”

Kiran menatap layar lama, ia lupa membalas pesan Ray bahkan setelah ia berhail menyimpan fotonya. Ia mengetik, menghapus, mengetik lagi, lalu akhirnya hanya membalas:

Kiran:
“Sudah. Aku simpan.”

Tak sampai satu menit, balasan masuk.

Ray:
“Bagus. Itu bukan cuma foto. Itu pengingat. Kamu tetap cantik di tengah layu bunga.”

Matanya berbinar sama merekah dengan senyuman. Tapi sebelum sempat membalas, satu pesan baru muncul. Kali ini berupa gambar. Sebuah poster digital dengan latar hitam-putih yang elegan:


"PAMERAN LUKISAN KONTEMPORER TUA"
πŸ“ Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta Kota
πŸ—“οΈ Akhir pekan ini, jam 15.00

Ray:
“Ini bukan pameranku. Tapi ini tempat di mana aku tahu, orang-orang kayak kita bisa merasa hidup lagi. Aku bakal ada di sana. Kalau kamu datang, aku pasti akan datang untuk menemani duniamu.”

Kiran membekap mulutnya pelan. Ada sesuatu yang menyesak, bukan karena sedih, tapi karena ditanya hal yang selama ini bahkan tak ia tanyakan pada dirinya sendiri: Apakah aku sudah menyerah?

Ia menatap langit di balik jendela. Bintang tak tampak, tapi malam itu terasa memberi ruang. Untuk bertanya. Untuk menimbang. Untuk memilih.

Tangannya bergerak ke laci. Ia keluarkan sebuah post-it kecil, dan mulai menulis:

Sabtu. Jam 3. Museum.
Aku akan datang. Tapi bukan karena aku belum menyerah.
Tapi karena aku ingin tahu,
siapa aku di dunia yang tidak butuh persetujuan siapa pun.

Kiran menempelkan catatan itu di belakang casing ponselnya. Lalu tidur dengan posisi miring ke kiri, menghadap jendela. Dengan mata masih terbuka, ia berbisik pada dirinya sendiri:

“Besok aku akan tetap ke kantor. Tapi hari Sabtu... aku akan berjuang untuk jadi diriku.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • life

    Jika boleh bertanya dan Puan berkenan menjawab, referensi buku-buku apa yang puan baca (1 saja cukup), sehingga bisa menciptakan karya tulis yang hidup seperti ini? πŸ‘Œ

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Mendadak Halal
8243      2249     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
The Presidents Savior
9766      2141     16     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...
Because I Love You
1391      771     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
The Last Mission
617      377     12     
Action
14 tahun yang silam, terjadi suatu insiden yang mengerikan. Suatu insiden ledakan bahan kimia berskala besar yang bersumber dari laboratorium penelitian. Ada dua korban jiwa yang tewas akibat dari insiden tersebut. Mereka adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai peneliti di lokasi kejadian. Mereka berdua meninggalkan seorang anak yang masih balita. Seorang balita laki-laki yang ditemuka...
SOLITUDE
1737      684     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
Bulan dan Bintang
492      363     0     
Short Story
Bulan dan bintang selalu bersisian, tanpa pernah benar-benar memiliki. Sebagaimana aku dan kamu, wahai Ananda.
Let Me Go
2689      1123     3     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...
Cinta dan Rahasia
457      347     0     
Short Story
Perasaan tak mudah untuk dipendam. Ketahuilah, manusia yang β€˜kuat’ adalah manusia yang mampu mengekspresikan perasaanya. Itu semua wajar. Manusia akan merasakan senang bila mendapatkan kebahagiaan dan sedih bila harus kehilangan.
Why Him?
606      333     2     
Short Story
Is he the answer?
BUNGA DESEMBER
544      376     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang bunga.