Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tumbuh Layu
MENU
About Us  

Hari-hari Kiran berlalu seperti sapuan kuas yang tak pernah selesai. Setiap goresan warna di kanvasnya terasa berat, seperti beban yang terus menekan dada. Ayah terus menuntutnya untuk melepas mimpinya, menggantinya dengan janji-janji perusahaan yang penuh tekanan.

Di kantor ayahnya, ruang-ruang kerja yang besar dan dingin terasa asing bagi Kiran. Lantainya berderak pelan saat ia berjalan menelusuri lorong-lorong panjang yang dipenuhi dengan pegawai yang sibuk berbicara dalam bahasa bisnis yang ia belum kuasai. Semuanya tampak begitu serius, kontras dengan dunia warna dan lukisan yang selalu ia rindukan.

Di sebuah persimpangan lorong, saat ia hendak masuk ke ruang kerjanya, sebuah suara ceria tiba-tiba menghentikan langkahnya.

“Hai! Kamu pasti Kiran, ya? Aku Flo, bagian dari tim marketing di lantai sebelah.” Seorang perempuan muda dengan rambut ikal dan senyum lebar itu mengulurkan tangan.

Kiran menatap tangan yang terulur itu, sedikit terkejut, lalu membalas dengan senyum pelan. “Iya, aku Kiran. Senang bertemu denganmu, Flo.”

Flo menarik Kiran untuk berjalan bersamanya sambil berbicara ringan. “Jangan khawatir, aku juga baru di sini. Tapi kalau kamu butuh teman buat curhat atau sekadar ngopi, aku selalu ada.”

Kiran merasa sedikit lega, seperti menemukan warna baru di ruang abu-abu kantornya.

“Terima kasih, Flo. Aku... mungkin akan sering mampir ke mejamu.”

Sambil berjalan bersama, Flo bertanya dengan antusias, “Gimana sih rasanya kerja di sini? Keren ya, bisa satu kantor sama Pak Adi.”

Kiran menghela napas, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Iya... Ayah memang punya ekspektasi besar. Kadang aku merasa harus jadi orang lain.”

Flo menepuk bahu Kiran dengan lembut. “Santai aja. Kamu bukan cuma anak Pak Adi. Kamu punya cerita dan warna sendiri. Jangan sampai itu hilang, ya.”

Kiran mengangguk pelan. Pesan itu menghangatkan hatinya.

Flo duduk di kursi sebelah, membuka notebook-nya. “Kalau kamu butuh bantuan untuk adaptasi atau ngerti istilah bisnis yang ribet, jangan sungkan bilang aku, ya. Aku lumayan jago buat urusan itu.”

Kiran tersenyum, merasa ada teman yang mengerti setidaknya sedikit dunianya sekarang.

Namun, pikiran Kiran sesekali melayang ke kanvas dan kuas yang tersimpan di rumah, pada Ray dan foto yang masih tertinggal di taman. Di antara hiruk-pikuk kantor dan tekanan ayahnya, dia bertanya-tanya kapan ia bisa kembali menemukan warna hidupnya.

Flo yang menangkap keraguan di mata Kiran berkata, “Nanti malam aku ajak kamu ke tempat nongkrong yang asik. Bisa jadi pelarian dari rutinitas yang membosankan ini.”

Kiran mengangguk pelan, rasa harap kecil mulai tumbuh di hatinya.

***

Malam itu, Jakarta tampak lebih lembut. Lampu-lampu kota berkilauan seperti bintang yang turun ke bumi, memantul di jendela kafe kecil bergaya retro di sudut jalan. Di dalam, denting gelas dan tawa pelan beradu dengan musik jazz pelan dari pengeras suara. Kiran duduk berhadapan dengan Flo, dengan dua gelas cokelat panas mengepul di antara mereka.

“Aku suka tempat ini,” ujar Kiran, matanya menyusuri dinding yang penuh lukisan dan sketsa hasil karya seniman lokal.

“Ya, tempat ini semacam... pelarian dari realita,” sahut Flo sambil menyandarkan punggung di kursinya. “Aku suka datang ke sini kalau hari terasa terlalu serius.”

Kiran tersenyum kecil, lalu menatap ke luar jendela. “Terima kasih udah ajak aku ke sini. Aku butuh ini. Kayaknya... aku udah terlalu lama diam.”

“Kadang, diam juga bentuk bertahan, Kir. Tapi kamu nggak sendiri, oke?”

Kiran menoleh, mata mereka bertemu. Ada semacam isyarat hangat yang tak perlu dijelaskan. Mungkin begini rasanya punya teman yang bisa dipercaya. Tanpa tekanan. Tanpa ekspektasi.

Mereka menghabiskan waktu dengan obrolan ringan tentang musik, tentang film, bahkan tentang menu kafe yang aneh-aneh. Saat jarum jam mendekati pukul sembilan, Kiran menggenggam cangkirnya lebih erat.

“Flo,” katanya tiba-tiba, “boleh minta tolong?”

Flo mengangkat alis. “Tentu. Mau ngapain?”

“Aku... mau mampir ke taman deket halte. Ada sesuatu yang harus aku ambil. Nggak akan lama.”

Flo tidak banyak tanya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk. “Ayo. Tapi habis itu kamu harus traktir aku gorengan di pinggir jalan.”

Taman itu sepi malam ini. Hanya ada lampu jalan dan beberapa kursi kosong yang menyisakan bayangan panjang. Suara kendaraan samar terdengar dari kejauhan. Angin malam menyentuh pipi Kiran ketika ia melangkah perlahan ke arah bangku tempat ia pernah duduk bersama Ray.

Bangku itu masih sama. Tapi sekarang, di ujungnya, tergeletak sebuah amplop cokelat lusuh, terikat dengan pita kecil berwarna hijau. Kiran berhenti sejenak. Jantungnya berdebar pelan. Ia menoleh ke arah Flo, yang menunggu di sisi mobil, memberi ruang tanpa bertanya.

Kiran duduk perlahan. Jemarinya menyentuh amplop itu seakan takut merusaknya. Ia membukanya pelan.

Di dalamnya, satu lembar foto.

Wajahnya. Duduk di taman itu. Sinar matahari sore menyentuh pipinya, dan latar bunga-bunga yang layu justru membuatnya tampak lebih hidup. Ada tulisan kecil di belakangnya, dengan tinta hitam.

"Bunga nggak selalu mekar tiap musim. Tapi yang layu pun masih bisa dikenang. Kamu bukan bunga biasa, Kir." —Ray

Kiran mengatupkan amplop itu ke dadanya. Matanya memejam. Ia tak tahu harus tersenyum atau menangis. Tapi satu hal pasti ia merasa dilihat. Dihargai. Dikenali bukan karena nama keluarganya, tapi karena dirinya sendiri.

Dari kejauhan, Flo melambai. “Kir! Gimana? Udah?”

Kiran berdiri perlahan. Ia berjalan kembali ke mobil dengan amplop di tangan, dan sebelum masuk, ia menatap langit sebentar.

Di dunia yang terus menuntutnya untuk berubah, malam ini Kiran merasa punya alasan untuk tetap jadi dirinya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • life

    Jika boleh bertanya dan Puan berkenan menjawab, referensi buku-buku apa yang puan baca (1 saja cukup), sehingga bisa menciptakan karya tulis yang hidup seperti ini? 👌

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Shane's Story
2519      983     1     
Romance
Shane memulai kehidupan barunya dengan mengubur masalalunya dalam-dalam dan berusaha menyembunyikannya dari semua orang, termasuk Sea. Dan ketika masalalunya mulai datang menghadangnya ditengah jalan, apa yang akan dilakukannya? apakah dia akan lari lagi?
Cinderella Celdam
1789      619     4     
Romance
Gimana jadinya kalau celana dalam kamu tercecer di lantai kantor dan ditemukan seorang cowok? - Cinderella Celdam, a romance comedy
AKSARA
6293      2154     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
Call Kinna
6742      2203     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Just a Cosmological Things
938      527     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Unexpectedly Survived
104      93     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
Paint of Pain
921      645     29     
Inspirational
Vincia ingin fokus menyelesaikan lukisan untuk tugas akhir. Namun, seorang lelaki misterius muncul dan membuat dunianya terjungkir. Ikuti perjalanan Vincia menemukan dirinya sendiri dalam rahasia yang terpendam dalam takdir.
LAST MEMORIES FOR YOU ARAY
579      424     5     
Short Story
Seorang cewe yang mencintai seorang cowo modus,php, dan banyak gebetannya. Sejak 2 tahun Dita menyukai Aray, tapi Aray hanya menganggapnya teman. Hingga suatu hari di hari ulang tahun Aray ia mengungkapkan perasaan yang selama ini bernama cinta, yang tak pernah ia sadari. Tapi semua sudah terlambat dihari ulang tahunnya juga hari dimana kepergian Dita untuk selama-lamanya.
EDEN dan Sepatu Tuhan
754      551     4     
Short Story
Cerpen ini merupakan sebuah cerita pendek tentang jerih payah seseorang yang bernama Eden untuk mendapatkan secuil Impian dalam menuntut Ilmu. Dia terus berusaha sampai pada titik kulminasi. Dengan pengalaman yang unik yang dilaluinya melalui \"sepatu Tuhan\" akhirnya dia bisa mendapatkannya. Dan sekarang dia akan menjalani perjalanan hidupnya dengan Rahmat Tuhannya.
Semu, Nawasena
9472      3012     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...