Loading...
Logo TinLit
Read Story - DocDetec
MENU
About Us  

Sekarang terbukti, pelakunya bukan Naila dan Davine.

Ini benar-benar kekacauan besar.

Setidaknya bagi anggota tim detektif, bukan Arin. Karena Arin sudah selesai menyusun puzzlenya. Dia hanya mengerjai timnya saat mengirim pesan bahwa mereka masih harus menunggu informasi Aleen dan Jinu.

 

Arin kembali ke laboratorium dengan Naila setelah banyak mengobrol di taman. Han sangat terkejut melihat ketua klub dengan kepala arsip yang sebelumnya mengundurkan diri itu saling merangkul, dia sampai menjatuhkan sekotak teh yang dibungkusnya susah payah seharian ini. Han sudah sangat gelisah menunggu Arin kembali ke laboratorium. Ketika Arin muncul di depan pintu, Han sama sekali tidak terpikir Arin akan datang dengan Naila. 

“Kak… itu… pelakunya…”

“Hei, Han!” Naila menyapa dengan semangat, seolah dia tidak pernah keluar darri klub. Kanali dan Bulan yang belum juga selesai mengerjakan pekerjaan masing-masing turut menoleh terkejut mendengar suara Naila yang tiba-tiba muncul.

Han membalas sapaan Naila kikuk.

“Kudengar kau kemarin juga ikut memata-matai aku ya… Kau ini!” Naila masuk, mendekat ke meja panjang, menjitak Han, membuat pria itu mengaduh. Arin dari belakang mengikuti sambil tertawa.

“Tapi Kak Arin juga…”

“Aku sudah memarahi dia, kok.”

Han melirik Arin, berusaha meminta pertolongan. Arin malah beralih pandang seolah tidak melihat apa-apa.

“Aku sudah tahu kalian membuntuti aku sejak kemarin. Lain kali, tolong gunakan trik yang lebih baik.” Naila mengomel, kemudian menarik kursi di seberang Han. Han menunduk, memohon maaf.

Kanali dan Bulan meletakkan pekerjaan mereka, mendekati meja panjang juga. Berhenti sejenak.

“Aku tidak tahu pekerjaan tim detektif bisa sampai membuatmu kembali. Apakah mereka berhasil membuktikan alibimu, Kak?” Kanali mengajak Naila mengobrol, mengambil posisi duduk di sebelahnya. Dia tidak begitu tahu sudah sampai mana penyelidikan berjalan, tapi melihat pelakunya bukan Naila, dan perempuan itu kembali ke klub, itu berita bagus.

Naila mengangkat bahu. “Intinya, itu pasti bukan aku. Aku takkan mencuri penelitian kita.”

“Baguslah kalau kau terbukti tidak bersalah. Jadi, apakah itu Davine?” Bulan membuka suara, dia tampak senang Naila kembali.

“Pelakunya juga bukan Davine.” Jibar dan Ryan muncul dari pintu, menimbrung. Mereka segera mengambil kursi dan duduk di sekitar meja panjang. Mereka sempat terkejut melihat Naila, namun langsung menyapanya.

Kanali menyerngit. “Jadi siapa?”

 

Arin menjelaskan situasinya secara lengkap. Seluruh anggota mendengarkan dengan saksama, namun itu hanya bertahan pada menit pertama saja. Sisanya mereka merespon dengan berteriak terkejut seperti satwa.

Tidak ada yang menyangka bahwa pelakunya adalah Bona Marino. Orang yang namanya Arin lingkari sebelum dia mengobrol dengan Aleen. Orang yang sudah dicurigai Arin sejak awal. Orang yang sama sekali tidak diduga oleh seluruh anggota tim.

 

“Kenapa dia mencurinya, ya?” Kanali bertanya, wajahnya tampak bingung.

“Aku juga tidak tahu. Tapi untuk sementara, mari kita simpulkan dua hal. Antara dia ingin membuat rencana kita gagal karena dia membenciku, atau dia mencurinya untuk keuntungan pribadi.” Arin memberi pencerahan yang menggantung.

“Jadi inilah alasan kenapa kepala sekolah mempersulit tindakan kita. Karena putrinya, ya…” Ryan bergumam, wajahnya tampak murung. “Betapa tidak adilnya.”

“Alasanmu meminta kami membuntuti salah satu dari dua anggota yang keluar dari klub adalah untuk memastikan bahwa apakah salah satu dari mereka mengetahui sesuatu tentang siapa pelakunya? Dan ternyata kau berhasil menyimpulkan bahwa Kak Naila tahu sesuatu tentang siapa pelakunya?” Han bertanya untuk memastikan.

“Tepat sekali. Kita bersusah-susah hanya untuk menemukan lebih banyak bukti dan saksi saja. Bahkan Aleen dan Jinu tidak mendapatkan banyak yang aku butuhkan, karena hari ini Bona tidak muncul di sekolah dan orang yang diselidiki Jinu terbukti tidak punya korelasi apa-apa. Sekali lagi, mulai sekarang kita bukan sekadar menyelidiki dan bermain. Kita akan memulai perang yang sesungguhnya sekarang. Karena yang sedang kita lawan saat ini adalah orang dengan kekuasaan terbesar di sekolah ini. Maka dari itu, aku butuh bukti sebanyak-banyaknya untuk membuktikan dia memang bersalah.”

Jibar menatap Arin. “Jadi, apa rencanamu sekarang? Kalau memang Bona pelakunya, kita tidak bisa meminta keadilan pada pihak sekolah. Sebab, merekalah yang menghalangi kita mendapat keadilan.”

Arin menyeringai. “Kita bawa permasalahan ini ke publik dan kepada para wali siswa agar mereka membantu kita protes.”

Naila berdeham. “Bagaimana caranya?”

“Begini rencananya…”

 

***

 

Setelah membentuk rencana kilat sebelum pukul lima tiga puluh, seluruh anggota inti klub biologi bubar. Mereka akan melangsungkan rencana tersebut besok.

Begini rencananya.

Besok mereka akan menyebarkan informasi tentang kasus pencurian ini kepada seluruh wali murid melalui grup wali murid. Mereka akan melampirkan seluruh bukti dan menceritakan apa yang terjadi pada klub biologi dan penelitian mereka yang dicuri putri tunggal kepala sekolah, kemudian menyebarkannya melalui pesan beruntun di grup tersebut. Orang tua Naila akan membantu mengirimkan pesan tersebut ke sana.

"Naila, kau punya bukti bahwa Bona pelakunya, kan?"

"Kita bisa menggunakan rekaman dari kamera dasbor mobil ayahku. Akan aku cek lagi nanti."

"Apakah di sana wajah mereka terlihat jelas?"

"Hm, meski gelap, kukira rekamannya tetap sedikit jelas dan bisa dikenali. Rambut Bona itu keritingnya khas sekali, tidak banyak yang memiliki rambut seperti itu di sekolah."

"Nah, bisa kuminta kau membawa salinan rekamannya besok? Sambil menemani tim peneliti, kita akan bekerja di sini besok. Mari berkumpul lagi di sini pukul tujuh."

Rencana sudah disusun. Bukti sudah terkumpul. Arin yakin, melangsungkan rencana kali ini tidak begitu sulit. Malam ini, dia tidur dengan tenang.

 

Paginya, hal mengejutkan terjadi. Arin dan Naila adalah dua orang yang datang pertama ke laboratorium, pukul tujuh pas, mereka sudah bertemu di gerbang. Mereka berjalan bersama ke laboratorium, semangat melangsungkan rencana hari ini, juga senang karena telah berbaikan.

Tapi, seluruh susunan rencana hari ini seperti buyar begitu saja. Dugaan mereka sepenuhnya salah. Mereka belum bergerak untuk membongkar kedok Bona, tapi penelitian itu telah dikembalikan. Kotak penelitian tersebut sudah ada di atas salah satu meja panjang laboratorium ketika Arin dan Naila membuka kunci laboratorium, bersih, tidak cacat sedikitpun seolah tidak pernah dicuri siapapun.

Arin terdiam di depan laboratorium, termangu. Apa yang dilihatnya pagi ini sungguh berada di luar dugaan. Arin sampai perlu ditegur oleh Naila yang memberitahu, anggota tim lain telah datang. Mereka pun tak kalah terkejutnya.

Mereka bersama-sama melihat, penelitian tersebut telah kembali.

Tidak ada rencana lanjutan. Han memekik senang, merangkul Ryan dan Jibar. Dia berseru-seru sambil terus mengepalkan tangan ke udara. Tepat dua hari sebelum pameran, penelitian mereka kembali. Mereka tidak lagi perlu melakukan penyelidikan melelahkan, membuat produk ulang, dikejar waktu agar tetap diizinkan ikut pameran. Kini, mereka hanya perlu mempersiapkan stan, dan mimpi klub biologi semakin dekat.

Para anggota tampaknya senang. Mereka tidak terlalu memikirkan kenapa Bona mengembalikan penelitian itu begitu saja, karena sejak awal pun mereka tidak tahu apa alasan perempuan itu mencurinya. Namun, peduli setan sekarang. Mereka sangat senang sampai-sampai tidak lagi mau berpikir panjang.

Berbeda dengan Arin yang tidak menunjukan ekspresi senang. Dia lega, tentu saja. Penelitian telah kembali tanpa mereka perlu melakukan aksi besar tersebut. Tapi, bukankah ini jadi terlalu mudah?

Arin bertanya-tanya, apa yang Bona rencanakan? Dia mengembalikan penelitian sebelum aksi dilangsungkan. Apakah dia takut dengan konsekuensi tindakannya kalau kasus ini mereka kuak kepada wali murid? Ini pasti menjadi kasus besar. Tapi, bagaimana Bona bisa mengetahui rencana mereka?

Tidak ada satupun orang yang peduli tentang itu, tapi Arin sangat peduli. Dia sangat ingin tahu kenapa, dan dia merasa akan ada sesuatu yang lebih besar akan menghantamnya.

Arin menjadi was-was. Dia sama sekali tidak mau berpikir buruk tentang anggota timnya. Tapi, kalau bukan mereka, siapa lagi yang membuat Bona tahu soal rencana mereka?

Berpikir keras pun, Arin tidak kuasa mencurigai rekan-rekannya lebih jauh. Sejak awal, dia sudah tahu bahwa meragukan rekan adalah hal yang membuat sebuah tim tidak bisa maju. Jadi, meski mereka orang paling berpotensi mencurinya, Arin hanya membuat pikirannya tertuju pada Bona.

Anggota tim sibuk memeriksa isi kotak penelitian, kalau-kalau ada yang hilang. Mereka berbincang seru bagaimana konsep stan mereka nanti. Waktunya sudah semakin dekat. Dengan kembalinya penelitian lebih cepat dari dugaan, mereka bisa menghias stan lebih baik. Produk yang dibuat Kanali dan Bulan juga setidaknya bisa jadi tambahan.

Selagi mereka sibuk selebrasi, Arin membongkar seluruh barang di laboratorium.  Dia mencari barangkali ada perekam suara rahasia di sekitar sini.

"Kak? Apa yang kau lakukan?" Jibar menegurnya, membuat anggota lain yang sebelumnya sibuk membicarakan stan ikut menoleh, menyadari bahwa Arin tidak bergabung dalam keseruan.

"Mencari perekam suara. Aku tidak paham kenapa Bona bisa mengetahui rencana kita, padahal, kamera perekam CCTV tidak bisa menangkap suara kita. Bagaimana bisa dia tahu dan membuat kita membatalkan aksi dengan mengembalikannya? Aku khawatir dia merencanakan hal yang lebih buruk." Arin menjawab sambil terus mencari. Dia mengecek setiap sudut laboratorium.

Han menghela napas, dia melangkah mendekati Arin yang sibuk membongkar lemari kaca. Arin masih berusaha mencari perekam suara yang dia duga diselipkan di sekitar laboratorium sehingga percakapan mereka ketahuan.

"Kak, kau terlalu khawatir. Tidak usah terlalu dipikirkan, dia tidak akan bertindak sejauh itu. Ini bukan film. Mungkin dia mengembalikannya hanya karena takut saja sudah melakukan tindak kejahatan. Dia pasti sudah tahu kita mengecek kamera CCTV, barangkali dia takut ketahuan makanya dia cepat-cepat mengembalikan penelitian."

Anggota lain mengangguk setuju mendengar penuturan Han.

Kanali berseru yakin, wajahnya riang. "Han benar, Kak. Kita tidak perlu terlalu khawatir. Dia tidak akan bertindak sejauh itu. Lebih baik sekarang kita pikirkan konsep stan bersama-sama, kita sudah sangat terlambat, nih."

Arin akhirnya menghela napas, menyerah. Mungkin anggotanya benar, dia terlalu berlebihan dalam berpikir. Baiklah, mereka memang terlambat untuk menghias stan. Eskul lain sudah mulai sejak minggu lalu. Mereka juga harus bergerak sekarang.

Akhirnya, Arin bergabung dengan kesenangan dalam timnya karena penelitian telah kembali.

"Kita akan membawa Davine kembali juga! Karena penelitian sudah kembali ke tangan kita!"

 

Davine kembali bergabung setelah Ryan membujuknya sedikit. Sesuai apa yang Davine katakan kemarin, dia akan membantu kalau saja mereka berhasil mendapatkan kembali penelitian dan membutuhkan bantuan dalam menghias stan.

Anggota inti sudah kembali berkumpul. Mereka turun ke lapangan yang telah berisi stan-stan yang hampir selesai di hias dengan semangat menggebu-gebu.

"Mari kita buat stan dan penelitian kita menjadi yang paling bersinar di sini!"

Setelah mengkomunikasikan keberhasilan mendapatkan kembali penelitian pada Pak Kimu, tim dari klub biologi dipersilahkan membangun stan dan menghiasnya. Tentu Arin tidak menceritakan semua yang terjadi pada Pak Kimu. Dia hanya mengatakan, mereka hampir menemukan pelakunya, namun penelitian itu dikembalikan begitu saja dengan dugaan pelakunya takut ditangkap. Arin masih belum bisa mengungkap kebenaran penyelidikan pada orang di luar penyelidikan tersebut karena menurutnya semua ini masih belum selesai. Pak Kimu pun tak ambil pusing, dia sedang sibuk mempersiapkan acara, mengatur panggung untuk parade.

Seluruh tim bergerak gesit, mengobrol seru, seolah tidak pernah terjadi masalah apapun. Mereka tertawa, bergurau, menghias stan.

Melupakan segala masalah yang menimpa mereka dua minggu belakangan.

Yang terpenting sekarang, semua telah kembali seperti semua. Tidak ada anggota yang pergi dan penelitian tidak hilang. Itu cukup. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

 

***

 

Saat istirahat makan siang, tim masih sibuk mempersiapkan stan, melipat origami untuk hiasan, sampai Kanali akhirnya mengajak anggota lain untuk istirahat dan mengisi perut. Mereka makan siang di depan stan sambil menggelar tikar pinjamam dari gudang, saling membagi makanan yang dibeli.

Han baru kembali dari membeli es cincau di kantin untuk seluruh anggota tim, dia tidak sengaja melirik ponsel Jibar yang diisi dayanya di meja stan mereka yang baru saja dipasangi stop kontak (mereka butuh listrik untuk menyalakan lampu LED agar produk penelitian terlihat cantik) saat hendak duduk. Ponsel kawannya itu berkedip dua kali, menandakan adanya pesan yang masuk.

"Jibar, ada pesan yang..."

Han berhenti bicara, dia tidak jadi duduk. Es cincau terlepas dari tangannya saat dia tidak sengaja melihat siapa yang mengirim pesan.

 

Bona Marino (12.33)

Apalagi yang perlu kita lakukan sekarang?

Kau sudah memastikan mereka tidak akan mencariku, kan?

Jangan lupakan janjimu kalau kau tidak mau kuberitahu ayahku.

Penelitian yang kita curi sudah aku kembalikan, pastikan mereka tidak akan membahas aku lagi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
PALETTE
529      289     3     
Fantasy
Sinting, gila, gesrek adalah definisi yang tepat untuk kelas 11 IPA A. Rasa-rasanya mereka emang cuma punya satu brain-cell yang dipake bareng-bareng. Gak masalah, toh Moana juga cuek dan ga pedulian orangnya. Lantas bagaimana kalau sebenarnya mereka adalah sekumpulan penyihir yang hobinya ikutan misi bunuh diri? Gak masalah, toh Moana ga akan terlibat dalam setiap misi bodoh itu. Iya...
Promise
645      368     7     
Romance
Bercerita tentang Keyrania Regina. Cewek kelas duabelas yang baru saja putus dengan pacarnya. Namun semuanya tak sesuai harapannya. Ia diputus disaat kencan dan tanpa alasan yang jelas. Dan setelah itu, saat libur sekolah telah selesai, ia otomatis akan bertemu mantannya karena mereka satu sekolah. Dan parahnya mantannya itu malah tetap perhatian disaat Key berusaha move on. Pernah ada n...
Metanoia
3193      1158     2     
True Story
❝You, the one who always have a special place in my heart.❞
The Friends of Romeo and Juliet
20158      3001     3     
Romance
Freya dan Dilar bukan Romeo dan Juliet. Tapi hidup mereka serasa seperti kedua sejoli tragis dari masa lalu itu. Mereka tetanggaan, satu SMP, dan sekarang setelah masuk SMA, mereka akhirnya pacaran. Keluarga mereka akur, akur banget malah. Yang musuhan itu justru....sahabat mereka! Yuki tidak suka sikap semena-mena Hamka si Ketua OSIS. dan Hamka tidak suka Yuki yang dianggapnya sombong dan tid...
I Found Myself
41      37     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
Trust
1953      818     7     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
TEA ADDICT
312      207     5     
Romance
"Kamu akan menarik selimut lagi? Tidak jadi bangun?" "Ya." "Kenapa? Kan sudah siang." "Dingin." "Dasar pemalas!" - Ellisa Rumi Swarandina "Hmm. Anggap saja saya nggak dengar." -Bumi Altarez Wiratmaja Ketika dua manusia keras kepala disatukan dengan sengaja oleh Semesta dalam birai rumah tangga. Ketika takdir berusaha mempermaink...
Before You Go
430      292     2     
Short Story
Kisah seorang Gadis yang mencoba memperjuangkan sebelum akhirnya merelakan
Katamu
3024      1149     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Love and Pain
606      373     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.