Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Call(er)
MENU
About Us  

Tak ada suara ledakan. Tidak ada cahaya yang meledak di langit. Namun di dalam pikiran Raka, sebuah perang sedang berlangsung. Perang yang lebih sunyi, lebih dingin, dan jauh lebih mematikan.

Freya menggigit bibirnya, tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. Di hadapannya, pintu dimensi kecil yang dibuka oleh Vergana berdenyut perlahan seperti napas. Di baliknya, terletak dunia yang tak bisa disentuh oleh waktu. Alam pikiran Raka.

"Kau yakin ingin masuk ke sana?" Suara Vergana terdengar serak, matanya menunjukkan sesuatu yang tak biasa, keraguan.

Freya tidak menjawab. Hanya memandangi pintu itu dengan tatapan yang tak tergoyahkan. Di belakangnya, Yara, Neo, serta Zayn menahan napas, tak berani berucap sepatah kata pun. Raka telah tertidur selama tiga hari, tubuhnya membeku dalam semacam tabung, setelah mencoba masuk ke Ruang Pemisah. Namun, menurut Vergana, pikiran Raka tidak diam. Benak cowok itu sedang berperang. Dengan siapa, atau dengan apa, tidak ada yang tahu pasti. Dan kini, Freya akan masuk ke dalam pikirannya. Bukan untuk menyelamatkan, tapi mungkin... untuk menghadapinya.

Ketika ia membuka matanya lagi, dunia di sekelilingnya telah berubah. Freya berdiri di sebuah koridor tanpa ujung. Cermin-cermin tinggi mengapit setiap sisi, dan dari masing-masing cermin, bayangan dirinya memantul dengan gerakan yang tak sinkron. Beberapa tersenyum getir, beberapa menangis diam-diam. Namun satu hal yang terlihat sama. Semuanya memandangi Freya dengan tatapan menuduh. Ia berjalan perlahan-lahan. Langkahnya bergema, disambut oleh bisikan halus yang keluar dari cermin.

"Kau bukan satu-satunya Freya..."

"Apa kau yakin keputusanmu benar?"

"Kau hanya versi yang gagal."

Freya menutup telinganya, tapi bisikan itu bukan berasal dari luar. Suara-suara itu berasal dari dalam dirinya sendiri. Setiap langkah terasa lebih berat, seolah seluruh keberadaannya diuji oleh pikiran ini. Akhirnya, setelah menyeret paksa langkahnya yang terasa semakin berat, ia tiba juga di sebuah ruangan bulat yang tak bercermin. Dindingnya gelap, dan di tengah-tengahnya berdiri seseorang.

Raka.

Namun bukan Raka yang ia kenal. Matanya kosong, tubuhnya sedikit membungkuk, dan aura hitam menyelimuti punggungnya seperti sayap yang tak utuh.

"Raka! Ini aku—Freya," katanya, setengah berlari mendekati.

Namun suara lain membalas lebih dahulu, dari balik bayang-bayang di belakang Raka.

"Bukan. Kau bukan Freya."

Freya tertegun. Dari balik kegelapan itu muncul sosok... dirinya. Atau lebih tepatnya, versi dirinya yang lebih tinggi, lebih tenang, dengan rambut lebih panjang dan sorot mata yang menusuk tajam.

"Siapa... kau?" gumam Freya dengan nada bergetar dan agak terbata-bata. Napasnya mendadak tercekat.

"Aku adalah Freya yang asli," jawabnya datar. "Freya yang pertama. Yang membuat kesepakatan dengan waktu. Yang memilih untuk mencintai Raka, bahkan jika itu berarti menghancurkan dunia."

Freya menggeleng. "Tidak mungkin. Aku... aku yang saat ini adalah diriku yang nyata. Aku mengalami semuanya. Aku memilih... menyelamatkan dunia."

"Tepat sekali," kata sosok itu sambil melangkah maju. Setiap langkahnya membuat tanah bergema dengan suara retakan.

"Dan dengan pilihan itu," lanjutnya, "kau menghancurkan kami semua. Semua versi Freya yang lahir dari kemungkinan cinta dan pengorbanan, mati bersamaku. Tapi sebagian dari kami... tertinggal. Di sini. Dalam Raka. Karena dia... mencintai kami."

Freya menatap Raka, yang masih diam, dengan mata terpejam. Namun, kelopak matanya bergetar.

"Raka," bisiknya, mendekat, "kalau kau bisa dengar aku... tolong, lawan dia. Kau harus sadar. Aku tahu siapa kau. Aku mengenalmu lebih dari siapapun."

"Tidak, Freya," potong sosok lain itu. "Kau mengenalnya dari luar. Namun, aku... aku hidup di dalam hatinya. Di dalam pikirannya. Aku adalah kenangan yang tak bisa dia lepaskan. Dan itu yang membuatku... lebih nyata darimu."

Suasana di sekitarnya terasa mencekam, seakan-akan udara pun ikut membeku. Cahaya di ruangan itu berpendar suram, membentuk pusaran tak kasat mata. Freya bisa merasakan berbagai beban perasaan berat berkecamuk dalam dadanya, kehilangan, penyesalan, serta ketakutan yang selama ini dia sembunyikan.

"Jika kau benar-benar mencintainya," ujar sosok itu pelan, "biarkan aku mengambil alih. Aku bisa menyelamatkannya. Aku bisa... membuatnya utuh kembali."

"Dengan menghapusku?" desis Freya. "Dengan membuat dunia ini jadi palsu hanya karena kau tak bisa melepaskannya? Itu bukan cinta. Itu penjara."

Freya berlari ke arah Raka. Namun, bayangan itu menahannya dengan satu gerakan tangan. Tiba-tiba saja, seluruh ruangan pun runtuh. Cermin-cermin kembali, kali ini retak dan terdapat noda darah. Dari celahnya, versi-versi Freya yang lain merangkak keluar. Mereka mereka menatapnya dengan penuh amarah, kesepian, dan seakan-akan tersesat.

"Kau adalah pecahan," bisik mereka. "Kau adalah yang tidak dipilih. Kau adalah sisa."

Freya menjerit dalam hati. Ia menutup telinga dengan kedua tangan. Namun, di tengah kekacauan itu, Raka mengangkat kepalanya. Mata itu... untuk sesaat, memancarkan cahaya.

"Freya," bisiknya.

"Aku di sini!" jawab Freya, mencoba menggapai tangan Raka.

"Apa pun yang mereka katakan ..., kau adalah satu-satunya yang kupilih."

Dengan meluncurnya kalimat itu dari bibir Raka, ruangan di sekitarnya mulai bergetar. Bayangan-bayangan menjerit, cermin meledak satu-persatu. Sosok Freya lain itu menatapnya. Dan untuk pertama kalinya, ada sorot kesedihan dalam matanya.

"Kali ini kau menang. Tetapi, pada akhirnya kau akan tahu, bahwa menjadi yang dipilih... bukan berarti kau yang terbaik."

Ruangan itu pun seketika saja lenyap. Dan Freya terjatuh ke dalam kegelapan. Ketika ia membuka matanya kembali, ia berada di samping ranjang Raka.

Cowok itu juga membuka matanya yang telah lama terpejam. Wajahnya tampak pucat. Tubuh serta napasnya lemah, tetapi telah sepenuhnya sadar. Ia menatap Freya lama, kemudian tersenyum lembut.

"Kau berhasil," ujarnya lirih. Tangannya terulur, mengusap-usap kepala Freya.

Namun, sebelum gadis sempat menjawab, Vergana masuk dengan napas tersengal.

"Freya ..., sesuatu telah berubah. Ketika kau di dalam pikirannya, realitas bergetar. Aku tak tahu apa yang kau lepaskan di sana, tapi... dimensi alternatif yang pernah hilang... mulai bangkit kembali."

Dan saat itu, di sudut ruangan, bayangan samar terlihat di cermin. Sosok Freya lain, menatap mereka... dan tersenyum misterius, seolah-olah hendak membalas dendam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • baskarasoebrata

    Menarik sekali

    Comment on chapter World Building dan Penokohan
  • warna senja

    Sepertinya Freya sedang mengalami quarter life crisise

    Comment on chapter Prolog
  • azrilgg

    Wah, seru, nih

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Dream Of Youth
754      492     0     
Short Story
Cerpen ini berisikan tentang cerita seorang Pria yang bernama Roy yang ingin membahagiakan kedua orangtuanya untuk mengejar mimpinya Roy tidak pernah menyerah untuk mengejar cita cita dan mimpinya walaupun mimpi yang diraih itu susah dan setiap Roy berbuat baik pasti ada banyak masalah yang dia lalui di kehidupannya tetapi dia tidak pernah menyerah,Dia juga mengalami masalah dengan chelsea didala...
Yakini Hatiku
29      23     1     
Romance
Setelah kecelakaan yang menimpa Fathur dan dinyatakan mengidap amnesia pasca trauma, Fathur mulai mencoba untuk mengingat segala hal seperti semula. Dalam proses mengingatnya, Fathur yang kembali mengajar di pesantren Al-Ikhlas... hatinya tertambat oleh rasa kagum terhadap putri dari pemilik pesantren tersebut yang bernama Tsania. Namun, Tsania begitu membenci Fathur karena suatu alasan dan...
Lilliput
416      305     0     
Short Story
Apa Kau percaya lilliput? Mungkin terdengar klasik dan kuno, tapi ketika Aku membuka pintu kamar itu, Aku percaya!
Kenangan
661      417     1     
Short Story
Nice dreaming
Je te Vois
812      540     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Lavioster
4074      1143     3     
Fantasy
Semua kata dalam cerita dongeng pengiring tidurmu menjadi sebuah masa depan
Cerita Cinta anak magang
557      348     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...
Shymphony Of Secret
684      443     1     
Romance
Niken Graviola Bramasta “Aku tidak pernah menginginkan akan dapat merasakan cinta.Bagiku hidupku hanyalah untuk membalaskan dendam kematian seluruh keluargaku.Hingga akhirnya seseorang itu, seseorang yang pernah teramat dicintai adikku.Seseorang yang awalnya ku benci karena penghinaan yang diberikannya bertubi-tubi.Namun kemudian dia datang dengan cinta yang murni padaku.Lantas haruskah aku m...
Black Roses
33216      4761     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Bulan Dan Bintang
5413      1402     3     
Romance
Cinta itu butuh sebuah ungkapan, dan cinta terkadang tidak bisa menjadi arti. Cinta tidak bisa di deskripsikan namun cinta adalah sebuah rasa yang terletak di dalam dua hati seseorang. Terkadang di balik cinta ada kebencian, benci yang tidak bisa di pahami. yang mungkin perlahan-lahan akan menjadi sebuah kata dan rasa, dan itulah yang dirasakan oleh dua hati seseorang. Bulan Dan Bintang. M...