Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Call(er)
MENU
About Us  

Hujan tipis mengguyur atap Akademi Fluvia ketika Freya melangkah masuk ke ruang penyimpanan arsip Callindra, sebuah tempat yang bahkan para petugas kebersihan enggan untuk menyentuhnya, karena terkenal dengan reputasi kelam serta angker. Ruangan itu vibe-nya suram, penuh debu, dan kadang berbisik sendiri di malam hari.

"Kalau ada yang bisa membuatku kedinginan lebih dari tatapan Liora, ya tempat ini," gumam Freya, menyeka debu dari plakat bertuliskan Rekaman Proyek: Match Breaker Beta.

Tangan Freya gemetar saat membuka laci arsip yang telah berkarat. Ia tak tahu apa yang mendorongnya kemari—mungkin rasa ingin tahu, mungkin juga rasa bersalah. Setelah pertarungannya dengan Raka tempo hari, ada sesuatu dalam dirinya yang tak lagi bisa dibungkam. Sebuah suara kecil yang lama-lama berdengung di pikirannya.

Mungkin selama ini kau telah salah menilai dan memaknai cinta.

Di antara tumpukan kertas usang, ia menemukan sebuah nama yang membuat napasnya tercekat.

RAKA ELVADRA
Status: Kandidat Gagal – Project Match Breaker Beta

“Gagal?” gumam Freya dengan alis berkerut. “Kenapa tak pernah disebutkan?”

Sementara itu, di dunia manusia, Raka sedang sibuk merakit sesuatu yang tampak seperti radio kuno dicampur mixer DJ. Neo menatap alat itu seakan-akan Raka sedang merakit sebuah bom.

"Kamu yakin itu nggak akan meledak?"

"Yakin dong. Ini alat penstabil resonansi emosional. Aku nemu skemanya di buku peninggalan nenekku yang, entah kenapa, diselipin di laci dalam lemari pakaianku dan sebagian lagi, aku temukan di kulkas," jawab Raka santai.

Neo mengerjapkan mata. "Kulkas? So weird."

"Long story. Intinya aku butuh bantuan kamu buat nyobain keampuhan alat ini. Aku harus mengetes seberapa kuat koneksi perasaan kamu ke Yara lewat alat ini."

"Eits, itu tuduhan berat, Bro. Ingat, fitnah itu lebih kejam dari pada fitness."

"Jangan pura-pura polos, Neo. Sinyal emosimu ke dia udah nyala kayak lampu disko."

Tawa kedua remaja itu pun meledak, membahana memenuhi ruangan.

"Lagi pada ngapain, nih? Kok, bawa-bawa nama aku?" tanya Yara yang muncul dari balik pintu sembari membawa 3 buah susu kotak rasa vanilla di tangannya, lalu menaruh ketiganya di meja.

Raka melirik ke arah Neo, lalu tersenyum tipis. Sahabatnya itu terlihat salah tingkah dan seketika saja berubah menjadi lebih pendiam, sejak kedatangan Yara.

"Wah, main rahasia aja kalau punya penemuan baru." Zayn kemudian menyusul muncul, lalu mengambil satu kotak susu di meja, dan mulai menyeruputnya melalui sedotan.

"Kebetulan, nih, aku lagi butuh tenaga tambahan. Yuk, bantu, yuk!" ajak Raka.

Tak lama berselang, keempat sahabat itu mulai fokus menekuri alat yang tengah dirakit Raka. Ruangan yang tadi sedikit senyap, kini berubah menjadi ramai. Sesekali terdengar suara canda tawa mereka, membuat suasana sekitarnya menghangat.

****

Sementara itu di Callindra, Freya memindai dokumen lama itu ke bolapikir, sebuah alat penerjemah ingatan visual yang digunakan untuk menonton rekaman masa lalu yang tersimpan dalam arsip.

Tampak seorang anak laki-laki, tak lebih dari usia sepuluh tahun, duduk bersila di tengah ruangan dengan benang biru melayang di sekelilingnya. Wajah kecil itu adalah Raka.

"Fokus, Raka," suara wanita tua menggema. Dial adalah Subira, nenek Raka.

Anak itu mengulurkan tangan, menyentuh dua benang cinta dari dua orang dewasa yang duduk terpisah. Dalam sekejap, benang itu bergetar lalu menyatu, menghasilkan cahaya hangat.

"Wow, dia bisa menyambungkan benang cinta yang terputus?" Freya terperangah sekaligus merasa takjub.

Belum hilang kekaguman Freya akan kemampuan yang dimiliki Raka, tiba-tiba saja suasana di video pun berubah. Terdengar alaram berbunyi nyaring, meraung-raung memenuhi seluruh penjuru ruangan itu. Dalam video itu, sang anak kecil telihat menangis. Energi dalam ruangan meledak, membuat dua orang dewasa seketika saja pingsan.

"Terlalu kuat! Hentikan eksperimen! Kunci kekuatannya sebelum dia menghancurkan seluruh fondasi cinta!"

Dan rekaman pun berakhir.

Freya menutup bolapikir dengan tangan gemetar. Selama ini ia diajari bahwa cinta harus dikendalikan, diputus bila mengancam stabilitas. Namun, bocah itu ..., Raka ternyata mencoba menyambungkan cinta, bukan memutusnya. Karena kekuatan dahsyat tak terkendali yang dimilikinya itu, ia pun dihukum, dikunci kemampuannya, hingga kenangan masa lalunya pun dihapuskan.  

Di hari yang sama, Liora melangkah ke ruang kepala pengawas dengan sepatu bot mengilap, membawa sesuatu dalam map kulit, lalu bersimpuh di hadapan Raja Vergana.

"Yang Mulia, Freya mulai melenceng," katanya dingin. "Bukannya dieksekusi, ia malah beberapa kali melindungi para subjek. Dan sudah beberapa kali pula, ia tak mengeksekusi pemutusan sesuai protokol."

Sang raja menatapnya dengan mata sewarna langit badai.

"Aku sudah mencium keraguan dalam dirinya. Kirimkan sinyal peringatan. Jika perlu, berikan contoh. Satu cinta harus dihancurkan secara brutal. Kau harus bergerak cepat, agar seluruh dunia tahu, cinta adalah kelemahan."

Liora tersenyum tipis. "Dengan senang hati, Yang Mulia." Dengan semangat membara dalam dada, Liora bangkit dan segera meninggalkan istana menuju bumi, tempat Freya berada.

Freya kembali ke dunia manusia malam itu. Rambutnya basah oleh kabut dimensi. Di tangan kirinya, ia menggenggam foto Raka kecil. Matanya menyapu seluruh area, mencari-cari keberadaan Raka. Tak lama berselang, ia menemukannya duduk di taman belakang sekolah, dikelilingi oleh alat-alat canggih yang entah darimana asalnya. Raka yang menyadari kehadirannya, menoleh ke arah Freya sambil memegang solder.

"Mau bantu pasang kabel atau cuma mau nonton aku berkeringat ganteng?"

"Aku sekarang tahu sepenuhnya soal nenekmu dan eksperimen itu. Bukan hanya lewat mimpi saja," ucap Freya pelan.

Raka terdiam. Untuk sesaat, hanya terdengar suara jangkrik bersahut-sahutan serta desis kabel yang terbakar.

"Aku nggak marah, Freya. Meski pun ingatanku belum sepenuhnya pulih, aku malah lega. Akhirnya kamu tahu."

Freya duduk di samping Raka, menunjukkan foto yang dibawanya.

"Kenapa kamu nggak pernah cerita?"

"Karena bahkan aku sendiri nggak yakin itu nyata. Aku pikir ..., semua cuma mimpi buruk masa kecil. Tapi setelah semua ini—benang, kekuatan, Callindra—aku mulai ingat. Dan aku muak untuk hanya berdiam diri saja," jelas Raka sembari menunjuk alat di depannya.

"Ini... aku sebut Echo. Alat ini bisa menstabilkan frekuensi cinta. Aku harap, dengan bantuan alat ini, kita bisa mengubah sistem. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan frekuensi."

Freya mengangguk. "Menarik. Aku akan membantumu."

Jemari Freya terulur perlahan-lahan, hendak menyentuh alat yang tengah dirakit Raka, tetapi urung melakukannya. Karena, tiba-tiba saja, sesuatu terjadi. Sinyal gangguan cinta masuk ke bolapikir Freya. Gadis itu tertegun sekaligus merasa terkejut. Bahaya, frekuensi ini, tingkatnya cukup ekstrem. 

"Apa itu...?" gumamnya.

"Kamu mau ke mana? Katanya mau bantu! Belum kelar, nih!" teriak Raka, menyaksikan Freya meninggalkannya begitu saja, tanpa berbicara sepatah kata pun.

Freya tak menghiraukan teriakan Raka. Gadis itu mencoba menelusuri sinyal yang muncul dengan kekuatan penuh itu, ke atap sekolah. Di sana, Liora tengah berdiri di atas pagar pembatas bersama dua siswa yang dikenalnya: Fira dan pacarnya, Saka.

"Liora! Hentikan!"

"Mereka terlalu kuat. Ini cinta posesif. Meledak sewaktu-waktu. Maaf, Freya, aku hanya mencegah kehancuran."

"Kau akan membuat mereka trauma! Masih ada cara lain, Liora!"

"Callindra tak bisa menunggu, Freya!."

Dengan satu gerakan tangan, Liora memotong benang cinta di antara keduanya. Fira seketika saja pingsan, tubuhnya jatuh ke lantai seperti boneka tanpa nyawa. Menyaksikan sang kekasih lemah tak berdaya, Saka menjerit histeris sembari menghambur menuju tubuh yang terkulai itu.

"FIRA!!!"

Freya berlari ke arah gadis itu, memeriksa denyut nadinya. Lemah. Sangat lemah.

"Sungguh, kau monster," desis Freya.

Liora menatapnya dingin. "Ini hanya sekadar peringatan, bahwa cinta tak pernah bisa diandalkan dan hanya mampu membuat manusia menjadi makhluk lemah!"


Saat Freya membawa tubuh Fira ke ruang perawatan, ia melihat sesuatu tergantung di saku jaket gadis itu—sebuah liontin kecil berbentuk matahari. Di baliknya, terukir sebuah tulisan yang membuat Freya semakin tercengang.

Untukmu, Freya. Maaf aku tahu tentang Project Reversal. —L.

"Apa .... Project Reversal?" Ekspresi wajah Freya sangat terkejut sekaligus bertanya-tanya. Ini saatnya bagi dia untuk meminta bantuan Raka dan mengajak cowok itu berpetualang ke Callindra.

Sementara itu, di tempat lain, Raja Vergana berdiri di balkon menatap langit malam yang mulai retak, seperti kaca yang dihantam resonansi terlalu kuat.

"Waktunya sudah dekat. Mereka harus tahu, bahwa cinta bukan penyelamat. Tapi kutukan," ucapnya geram, seraya menatap nanar ke arah sungai emosi yang semakin merah membara dan meletup-letup.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • baskarasoebrata

    Menarik sekali

    Comment on chapter World Building dan Penokohan
  • warna senja

    Sepertinya Freya sedang mengalami quarter life crisise

    Comment on chapter Prolog
  • azrilgg

    Wah, seru, nih

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Maroon Ribbon
525      381     1     
Short Story
Ribbon. Not as beautiful as it looks. The ribbon were tied so tight by scars and tears till it can\'t breathe. It walking towards the street to never ending circle.
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
131      108     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Shinta
6648      1900     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
Ruang Suara
205      144     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Bisikan yang Hilang
71      64     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Bintang Biru
3050      1084     1     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
The Dark Woods
1007      531     2     
Fantasy
Ini adalah kisah tentang pertempuran antara kaum PENYIHIR dan kaum KESATRIA yang selalu menjadi musuh bebuyutan. Sesibuk itukah kaum Penyihir dan kaum Kesatria untuk saling memerangi sehingga tidak menyadari kembalinya kekuatan jahat yang sudah lama hilang ?
Batas Sunyi
1965      895     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Nothing Like Us
36350      4561     51     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
Jalan Menuju Braga
469      360     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...