Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
MENU
About Us  

Aku duduk di balkon rumah sore itu, menatap langit yang pelan-pelan berubah warna dari biru muda menjadi oranye pucat. Secangkir teh hangat di tangan, dan tak ada suara selain angin yang meniup pelan, membuat daun-daun pepohonan bergesekan seperti bisik-bisik pelan semesta yang ingin menenangkanku. Selama ini, aku berpikir aku harus kuat. Bahwa satu-satunya cara untuk bertahan dalam hidup ini adalah menjadi tangguh, tidak pernah menangis, selalu tersenyum walau hati remuk. Aku jadi orang yang paling jago bilang, “Gak papa kok,” meski di dalam dada sebenarnya penuh suara tangis yang kutelan sendiri.

Aku mengira kejujuran tentang kelemahan adalah bentuk dari kegagalan. Bahwa jika aku terlihat rapuh, maka aku akan dianggap tak mampu, remeh, atau tidak berguna. Maka dari itu, aku membangun dinding—tebal, tinggi, dan keras—agar tak ada yang tahu bahwa di balik senyum dan cerita lucuku, ada lelah yang diam-diam tinggal lama.

Tapi sekarang, aku belajar sesuatu yang jauh lebih penting dari menjadi kuat: menjadi jujur.

Bukan jujur kepada orang lain saja, tapi terutama jujur pada diri sendiri.

Bahwa aku capek, iya. Bahwa kadang aku gak bisa mikir jernih. Bahwa aku merasa sendirian di keramaian. Bahwa aku cemburu melihat orang lain tampak lebih berhasil. Bahwa aku kecewa karena harapan tidak sesuai kenyataan. Dan bahwa aku, manusia biasa, bisa marah, bisa takut, bisa hancur, bisa jatuh. Aku pernah pura-pura bahagia agar tidak merepotkan orang lain. Aku menahan tangis agar tidak terlihat cengeng. Aku bilang “aku bisa” padahal ingin bilang “tolong, bantu aku.” Dan semua itu, jujur, membuat aku semakin jauh dari diriku sendiri.

Sampai satu hari aku sadar… bahwa ketulusan untuk mengakui rasa lelah itu bukan kelemahan. Itu keberanian.

Keberanian untuk mengakui kalau aku butuh istirahat.

Keberanian untuk bilang kalau aku gak sanggup hari ini, dan itu gak apa-apa.

Keberanian untuk berkata “aku gak baik-baik aja” tanpa merasa bersalah.

Dan keberanian untuk memeluk diri sendiri di hari-hari ketika tidak ada yang lain bisa melakukannya.

Lucunya, saat aku mulai jujur, bebanku jadi lebih ringan. Aku nggak harus menghafal kebohongan mana yang sudah kubuat kemarin. Aku tidak harus berpura-pura tertawa saat sebenarnya ingin diam saja. Dan aku mulai menemukan satu hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya: ketenangan. Karena ternyata, aku gak perlu menyenangkan semua orang. Aku hanya perlu berdamai dengan diriku sendiri. Tentu, hidup tidak langsung jadi mudah. Aku tetap harus bayar tagihan, tetap harus bangun pagi meski ngantuk, tetap harus jawab chat dari grup keluarga yang isinya cuma stiker dan pesan berantai. Tapi kali ini, aku menjalaninya dengan penerimaan, bukan paksaan.

Aku juga tidak selalu bahagia, tapi aku tahu caranya menangis dengan jujur tanpa menganggap itu hal yang memalukan. Aku tidak harus selalu benar, tapi aku mau belajar jadi lebih bijak. Aku tidak harus selalu produktif, tapi aku belajar menghargai hal-hal kecil seperti menghirup napas panjang dan membuat sarapan untuk diri sendiri. Aku tidak harus kuat, karena hidup ini bukan lomba adu tegar. Aku hanya perlu jujur, dan itu cukup. Kini, aku tidak lagi memaksakan definisi “kuat” seperti dulu. Buatku, kuat itu bukan selalu bisa menahan beban, tapi bisa minta tolong saat pundak sudah tak sanggup lagi. Kuat itu bukan tentang tak pernah jatuh, tapi punya keberanian untuk bangkit pelan-pelan meski lutut masih gemetar.

Dan kuat itu… bukan tentang menghilangkan air mata, tapi tahu kapan harus membiarkannya jatuh agar hati bisa kembali lega. Di penghujung hari, aku ingin memeluk diriku sendiri—yang telah bertahan, yang telah belajar, yang kini lebih jujur. Kalau kamu juga merasa lelah, tidak apa-apa. Kamu tidak harus kuat setiap hari. Kamu hanya perlu jadi dirimu sendiri. Jujur. Tulus. Seperti langit yang bisa mendung, tapi tetap indah. Seperti hujan yang datang tiba-tiba, tapi selalu membawa wangi tanah yang menenangkan. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang menjadi sempurna. Hidup adalah tentang menjadi manusia—yang kadang kuat, kadang rapuh, tapi selalu punya alasan untuk melanjutkan langkah, walau pelan.

Dan untuk itu, aku ucapkan satu kalimat yang mungkin kamu butuh dengar hari ini:

Terima kasih sudah bertahan. Terima kasih karena masih di sini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Solita Residen
2525      1084     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Aranka
4504      1496     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Sweet Punishment
317      219     10     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
RUANGKASA
50      46     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Menanti Kepulangan
70      64     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Imajinasi si Anak Tengah
3101      1663     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
XIII-A
1218      788     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
Interaksi
532      398     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Ruang Suara
279      203     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Merayakan Apa Adanya
655      451     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.