Pagi ini, aku terbangun dengan perasaan yang aneh. Seperti ada sesuatu yang hilang, tapi aku tidak tahu apa. Aku duduk di tepi tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang kosong. Aku mencoba mengingat mimpi semalam, tapi yang tersisa hanya perasaan rindu yang menusuk. Rindu yang tidak tahu kepada siapa, tapi terasa begitu nyata. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke dapur. Membuat secangkir kopi dan duduk di balkon, menatap langit yang mulai cerah.
"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumamku pelan. Aku mencoba mengalihkan pikiran dengan membaca buku, menonton film, bahkan mencoba memasak resep baru. Tapi perasaan itu tetap ada. Menghantui setiap langkahku. Aku mencoba menulis, menuangkan perasaan ini ke dalam kata-kata. Tapi setiap kali aku mencoba, air mata mulai mengalir tanpa bisa aku tahan. Aku sadar, aku merindukan seseorang. Seseorang yang mungkin tidak pernah aku miliki, atau mungkin sudah pergi dari hidupku. Rindu ini seperti hantu yang diam-diam menyiksa. Ia datang tanpa permisi, tinggal tanpa undangan, dan pergi tanpa pamit.
Aku mencoba berbicara dengan teman-temanku, menceritakan perasaan ini. Tapi mereka hanya tertawa dan berkata, "Ah, kamu terlalu banyak berpikir." Mungkin mereka benar. Mungkin aku terlalu banyak berpikir. Tapi perasaan ini nyata. Dan aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Aku mencoba menulis surat kepada orang yang aku rindukan. Tapi setiap kali aku mencoba, aku tidak tahu harus menulis apa.
Akhirnya, aku hanya menulis: "Aku merindukanmu."
Dan itu sudah cukup.
Aku tidak tahu apakah surat itu akan sampai, atau apakah orang itu akan membacanya. Tapi setidaknya, aku sudah mengungkapkan perasaanku. Rindu ini mungkin tidak akan pernah hilang. Tapi aku belajar untuk menerimanya. Untuk hidup berdampingan dengannya.
Karena rindu adalah bukti bahwa aku pernah mencintai.
Dan itu adalah hal yang indah.
Hari-hari berlalu, dan rindu itu tetap tinggal. Ia tidak pergi, tidak juga berkurang. Ia hanya berubah bentuk, menjadi senyuman palsu di wajahku, menjadi tawa yang terdengar hampa, menjadi malam-malam panjang yang aku habiskan dengan menatap langit-langit kamar. Aku mencoba menjalani hari seperti biasa. Bangun pagi, bekerja, bertemu teman-teman, tertawa bersama mereka. Tapi di dalam hatiku, ada ruang kosong yang tidak bisa diisi oleh apa pun.
Aku mulai menulis lagi. Bukan untuk mengusir rindu, tapi untuk berdamai dengannya. Aku menulis tentang kenangan-kenangan indah, tentang tawa yang pernah kita bagi, tentang pelukan yang pernah menghangatkan hati. Menulis membuatku merasa lebih baik. Setidaknya, aku bisa menuangkan perasaanku ke dalam kata-kata.
Suatu malam, aku bermimpi tentangmu. Dalam mimpi itu, kita duduk berdua di taman, berbicara tentang hal-hal kecil yang membuat kita tertawa. Aku terbangun dengan senyuman di wajahku, dan air mata di pipiku. Aku sadar, rindu ini tidak akan pernah benar-benar hilang. Tapi aku belajar untuk menerimanya sebagai bagian dari hidupku.
Rindu ini mengajarkanku untuk menghargai setiap momen, untuk mencintai dengan sepenuh hati, dan untuk tidak pernah menyesal telah mencintai. Aku tidak tahu apakah kita akan bertemu lagi. Tapi jika suatu hari nanti kita bertemu, aku akan tersenyum dan berkata, "Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku."
Dan jika tidak, aku akan tetap mengenangmu dengan cinta dan rindu yang diam-diam menyiksa, tapi juga menguatkan.