Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
MENU
About Us  

Kita ini, kadang terlalu sibuk mengejar piala yang bahkan nggak kita inginkan dari awal. Terlalu sering berlari dalam lomba yang aturannya bahkan tidak kita setujui. Karena katanya, hidup itu perlombaan. Karena katanya, harus jadi yang terbaik. Padahal, siapa sih juri dari semua ini?

Aku pernah berpikir kalau hidup adalah soal menang. Dapat nilai terbaik. Dapat pekerjaan terbaik. Dapat pasangan terbaik. Dan kalau gagal, artinya aku payah. Tapi semakin ke sini, aku belajar... tidak semua hal harus dimenangkan. Ada hal-hal yang justru menyembuhkan ketika kita berani melepaskannya. Aku ingat masa kecilku. Aku anak yang suka lomba—apa saja. Lomba menggambar? Aku ikut. Lomba makan kerupuk? Aku siap. Lomba menulis puisi tentang Ibu Pertiwi? Aku tulis meski belum tahu benar siapa itu Ibu Pertiwi. Semua kulakukan karena aku suka piala, suka tepuk tangan, suka namaku disebut. Tapi bertambahnya usia membawa kita pada kenyataan: tidak semua yang kita menangkan membawa kebahagiaan. Ada kalanya justru kekalahanlah yang membuat kita utuh.

Aku pernah kehilangan pekerjaan karena terlalu memaksakan diri jadi sempurna. Aku terlalu takut salah. Setiap pagi sebelum kerja, dadaku sesak bukan karena kopi, tapi karena tekanan untuk selalu *on top*. Sampai satu hari, tubuhku menyerah. Aku tidak sakit flu, tidak demam. Tapi tubuhku seperti mogok. Seperti ingin bilang, “Kamu boleh berhenti.” Hari itu, aku tidak pergi kerja. Aku hanya duduk di sofa, memeluk diri sendiri sambil menangis. Rasanya seperti kalah. Tapi, ternyata di situlah aku mulai menang. Aku menang dari ekspektasi orang. Aku menang dari ambisi yang tak pernah memberi ruang istirahat. Aku mulai berteman dengan kekalahan. Dan anehnya, kekalahan itu terasa hangat.

Dari situlah aku belajar bahwa kalah bukan berarti gagal. Kadang kalah adalah bentuk perlawanan paling jujur pada sistem yang terlalu keras. Kadang kalah adalah bentuk cinta pada diri sendiri. Ada seorang teman yang pernah cerita padaku. Namanya Dira. Dira ini pejuang beasiswa. Setiap tahun, dia daftar beasiswa luar negeri, ikut pelatihan, kursus TOEFL, semua dilakoni. Tapi entah kenapa, tiap tahun juga dia gagal. Tahun ketiga, dia memutuskan berhenti. “Bukan karena aku nggak mampu,” katanya, “tapi karena aku capek mengejar sesuatu yang ternyata bukan buatku.” Dira memilih untuk tinggal, membangun komunitas belajar di kampung halamannya. Dia mengajar anak-anak, berbagi semangat. Dan lihatlah, dia menemukan damainya di situ. Di tempat yang awalnya bukan tujuan. Kadang kita tidak tahu ke mana hidup membawa kita, tapi jalan itu terasa benar ketika kita berhenti memaksakan arah.

Aku jadi ingat satu kutipan dari seseorang di Twitter (ya, hikmah kadang datang dari kolom reply): “Kamu tidak harus menang untuk menjadi berarti. Kadang bertahan adalah pencapaian.”

Dalam dunia yang serba cepat ini, semua ingin jadi yang pertama. Tapi tidak semua dilahirkan untuk jadi pelari tercepat. Beberapa dari kita adalah penyanyi yang menyanyikan lagu pelan, pengantar tidur. Beberapa dari kita bukan untuk memimpin pasukan, tapi menjaga mereka yang lelah. Dan itu tidak membuat kita lebih kecil, hanya berbeda peran. Aku juga belajar bahwa kalah tidak selalu tampak seperti kekalahan. Kadang bentuknya adalah kehilangan. Hubungan yang kandas, proyek yang gagal, atau rencana hidup yang tidak jadi-jadi. Dulu, aku merasa hancur ketika hubungan asmaraku berakhir setelah lima tahun. Aku merasa kalah. Aku pikir, cinta yang gagal adalah bukti aku tidak layak. Tapi seiring waktu, aku sadar: mungkin aku tidak kehilangan cinta, tapi diselamatkan dari versi diriku yang terus memaksa bertahan meski sudah tak bahagia.

Tidak semua harus dimenangkan. Karena kalau semua hal ingin dimenangkan, kapan kamu istirahat?

Aku pernah menang debat hanya karena lawan bicaraku menyerah. Tapi entah kenapa, tidak terasa seperti kemenangan. Karena yang tersisa hanyalah diam dan jarak. Saat itu aku sadar: tidak semua argumen harus dimenangkan. Ada kalanya diam adalah versi terbaik dari mencintai. Begitu juga dengan media sosial. Ada perang komentar. Perang pencapaian. Perang siapa yang hidupnya paling indah. Tapi setelah semua itu, kita kembali sendiri, membuka chat lama, membaca ulang pesan yang dulu menguatkan. Kadang yang kita cari bukan panggung, tapi pelukan. Dan hari ini, aku menulis ini sambil senyum. Karena aku tahu, aku sedang berdamai. Bukan dengan dunia, tapi dengan diriku sendiri. Aku tidak harus menang dari semua orang. Cukup tidak menyakiti diriku sendiri lagi.

Pernah suatu malam aku mengobrol dengan Ibu. Ia berkata, “Dulu Ibu ingin kamu jadi orang besar, punya nama, punya uang. Tapi sekarang, Ibu cuma ingin kamu sehat dan bahagia. Karena ternyata, itu kemenangan yang sesungguhnya.”

Kemenangan yang sesungguhnya adalah bisa tidur nyenyak tanpa beban di dada. Makan dengan tenang tanpa rasa bersalah. Tertawa lepas tanpa harus membuktikan apa pun. Mencintai hidup dengan versi kita yang paling sederhana. Jadi, kalau hari ini kamu merasa kalah, ingat: mungkin ini bukan kekalahan. Mungkin ini jalan memutar agar kamu menemukan dirimu yang sesungguhnya. Karena tidak semua harus dimenangkan. Tapi semua bisa dimaknai. Dan itu lebih dari cukup.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Penantian Panjang Gadis Gila
395      287     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
Believe
881      544     5     
Short Story
\"To be a superhero isn’t shallow-mindedly about possessing supernatural abilities; it’s about the wisdom one shares and the lives of other people one ameliorates.\" -TinLit
Beyond Expectations
409      275     3     
Short Story
Unexpected things could just happen.
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
1251      587     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
A Night Owl State of Mind
1371      745     10     
True Story
Basically an author's diary and honest thoughts... Mostly during many sleepless nights as a night owl.
Metanoia
61      53     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
3263      1130     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
255      200     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
Kini Hidup Kembali
93      81     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Pasal 17: Tentang Kita
150      68     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....