Loading...
Logo TinLit
Read Story - Intertwined Hearts
MENU
About Us  

Dengan perasaan terpaksa, Zevan mengendarai motornya menuju lokasi yang dikirimkan oleh nomor tak dikenal tadi malam.

_______________________________________________

+6285812345678

Share location

Temuin gue di sini besok jam 9

Kalo lo nggak dateng, lihat aja apa yg bisa gue lakuin ke si Nara itu

08.57 p.m.

                                                                       Lo siapa?

                                                                     09.01 p.m.

Besok juga tau

09.03 p.m.

_______________________________________________

Awalnya Zevan mengira pesan itu hanya gurauan iseng atau spam yang bisa langsung dihapus. Namun, saat nama "Nara" disebut, jantungnya langsung berdegup lebih kencang. Hawa panas merambat ke tengkuknya.

Kenapa orang ini mengancamnya menggunakan Nara? Terlebih hanya untuk bertemu? Tunggu. Tidak. Tidak mungkin orang ini hanya mengajaknya bertemu kan?

Seseorang yang tahu soal Nara kemungkinan terbesar hanya teman SMP-nya. Ia langsung merasa tidak tenang. Semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, pikirannya dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.

Sepanjang perjalanan, Zevan terus mengulang-ulang dalam kepalanya: Siapa orang ini? Kenapa dia bisa tahu soal Nara? Dan kenapa Nara dibawa-bawa? Kenapa pakai Nara untuk mengancamnya?

Setibanya di lokasi yang ditunjukkan—sebuah taman kecil yang biasa dilewati orang-orang saat pagi hari—Zevan memarkirkan motornya dengan gelisah. Ia menurunkan standar dengan kaki kiri.

Zevan memindai sekeliling. Tidak ada wajah yang ia kenali. Beberapa anak-anak kecil sedang bermain ayunan dan jungkat-jungkit, ditemani ibu atau ayah mereka yang duduk di bangku taman. Matahari pagi belum terlalu terik dan angin semilir membuat dedaunan bergoyang pelan.

Zevan menghela napas, lalu berjalan menuju salah satu bangku kosong. Ia duduk dengan punggung sedikit membungkuk, siku bertumpu di lutut, lalu merogoh ponsel dari saku celananya. Ia membuka pesan terakhir dari nomor misterius itu, lalu mengetik:

_______________________________________________

+6285812345678

                                                          Gue udah sampe

                                                                      Dimana lo

                                                                     09.10 a.m.

_______________________________________________

Suasana hening sesaat. Hanya suara anak kecil tertawa dan burung-burung yang sesekali terdengar dari pepohonan. Tapi kemudian—

"Nggak sabar banget mau ketemu gue kayaknya," ujar sebuah suara dari belakang. Suara perempuan, lembut, tapi menusuk.

Zevan sontak berdiri dan menoleh cepat. Refleks tubuhnya seperti bersiap bertahan, seperti saat akan menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan.

Matanya membelalak. Nafasnya tertahan.

"Hai, Van," sapanya sambil tersenyum. Senyumnya lebar, tapi bukan senyum yang ramah. Itu senyum licik, penuh maksud. Senyum yang menyiratkan hal buruk.

Itu Melva. Gadis itu berdiri di belakang bangku tempat Zevan duduk. 

Melva memiliki tubuh yang termasuk tinggi untuk ukuran perempuan, tetapi tidak lebih tinggi darinya. Kulitnya putih bersih, rambutnya panjang sedikit bergelombang, dan entah untuk alasan apa, ia memakai pakaian serba hitam, plus sebuah kacamata hitam yang bertengger di wajahnya. Meskipun demikian, Zevan masih bisa mengenalinya dengan jelas bahwa itu adalah Melva.

Zevan mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengeras. Ia sempat melirik ke bawah sejenak, seolah berusaha meredam segala emosi yang mendidih.

"Ternyata gue buang-buang waktu dateng ke sini," gumam Zevan dingin, lalu berbalik hendak pergi.

Namun suara Melva kembali menghentikannya.

"Gue nggak main-main soal ucapan gue tentang Nara ya, Van," ujarnya dengan nada bicara yang santai, tapi sesuatu membuatnya terdengar seperti sebuah ancaman serius.

Langkah Zevan terhenti. Ia berbalik perlahan. Sorot matanya berubah tajam. "Mau lo apa? Kenapa pake bawa-bawa Nara?"

Melva duduk santai di bangku taman, menyilangkan kaki dan menyandarkan punggung dengan percaya diri. Ia memainkan ujung rambutnya, lalu menatap Zevan dari balik kacamata hitamnya yang ia geser sedikit ke bawah.

"Mau gue? Hmm ... coba tebak dulu apa mau gue, kalo bener—"

"Nggak usah basa-basi." Zevan memotong cepat. "Sekarang lo jawab aja apa mau lo dan kenapa ngelibatin Nara juga?"

Melva menghela napas, matanya berputar malas. "Gue mau kita balikan."

Zevan tertawa. Bukan tawa bahagia, tapi lebih seperti pelepasan kekesalan. "Gue nggak akan pernah balikan sama lo. Nggak akan. Jadi stop ngelakuin hal konyol kayak gini."

Melva berdiri perlahan, menghampiri Zevan hingga jaraknya tinggal sejengkal. Ia menatap tajam, jari telunjuknya menyentuh dada Zevan. "Kalo gitu lo bisa lihat aja gimana gue buat hidup Nara menderita nanti."

Zevan mundur setapak, menepis tangannya. "Kenapa jadi Nara sih?!"

"Ya karena dia kan yang ngebuat lo mutusin gue?! Lo cuma jadiin gue pelarian aja kan karena lo nggak bisa ngedapetin dia?!"

"Kita putus karena emang kita nggak cocok." Suara Zevan masih dengan nada datarnya. "Lo juga, jujur aja, dari awal lo juga nggak pernah bener-bener suka kan sama gue? Lo cuma mau pertahanin spotlight lo itu kan dengan pacaran sama gue?" Kini suaranya sedikit meninggi di ujung pertanyaannya.

Melva mendengus, wajahnya memerah karena emosi. "Nggak, gue udah tahu semuanya. Lo cuma jadiin gue pelarian aja kan dari si Nara itu?! Gue juga tahu kalo lo balik lagi ke sini gara-gara dia, dan gue nggak akan pernah biarin kalian bahagia!"

Melva berbalik hendak pergi, tumit sepatunya menghantam tanah keras dengan suara nyaring. Tapi Zevan menahan lengannya.

"Nggak, lo salah paham, Mel. Gue mutusin lo karena ... karena kita emang nggak cocok, kayak yang gue udah bilang tadi. Dan nggak ada hubungannya sama Nara sama sekali."

Melva menatap Zevan penuh kekecewaan. Matanya mulai memerah. "Lo cuma bilang nggak cocok, nggak cocok, dan nggak cocok, tapi ujung-ujungnya lo cuma mau ngelindungin Nara aja." Ia menghempaskan tangan Zevan dengan kasar. "Oke, sekarang gue tanya, awalnya, awalnya," katanya dengan penuh penekanan, "Apa lo mau pacaran sama gue karena emang lo ada perasaan sama gue? Jawab!"

Zevan mengalihkan pandangan ke taman. Namun, ia justru melihat sosok yang tidak asing—Nara. Gadis itu tengah berada di atas motor. Sepertinya ia dari supermarket yang ada di seberang taman ini. Tatapan mereka bertemu, tapi hanya sesaat, karena Nara buru-buru melajukan motornya dan pergi.

Zevan menggigit bibir bawahnya. Dadanya sesak.

"See?" Melva tersenyum miring. "Lo emang cowok brengsek."

Zevan kembali menatapnya. Napasnya memburu. "Terus kenapa lo malah mau balikan sama gue?"

Melva menyeringai. "Yang pasti bukan karena gue masih suka sama cowok brengsek kayak lo. Tapi karena gue mau bales dendam."

"Ke Nara? Dia bahkan nggak ngelakuin apa-apa, kena—"

"Nara! Nara! Nara!" Melva menjerit dengan marah. "Gue benci banget denger nama itu dari mulut lo sumpah! Gue bukan mau bales dendam ke Nara, Van. Tapi ke ELO!" katanya sambil menunjuk Zevan.

Zevan mengerutkan kening. "Maksud lo?"

Melva mendekat, menatap lurus ke matanya. "Gue pengen lo sengsara dengan nggak bisa sama Nara," katanya sembari menunjuk dada Zevan dengan jari telunjuknya tiga kali, masing-masing di setiap perkataanya. "Lo pilih, Van." Kini ia kembali menjauh dari Zevan. "Balikan sama gue atau lo siap-siap lihat hidup Nara hancur. Gue tahu cara bikin dia nyesel pernah deket sama lo. Dan satu hal, jangan remehin gue."

Zevan menatap tajam, tapi tidak bicara. Dalam hatinya, ia takut Melva benar-benar melakukannya. Tapi di sisi lain egonya mengatakan bahwa Melva hanya anak SMA yang tidak mungkin bisa melakukan hal yang membahayakan seseorang, juga egonya yang memang tidak sudi untuk kembali berpacaran dengan gadis itu.

Melva merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, lalu mengambil kacamata hitamnya lagi dan memakainya. "Gue rasa lo perlu bukti dulu. Oke ..." ujarnya pelan, lalu berbalik dan melangkah menjauh.

Zevan hanya berdiri diam, melihat punggung Melva menjauh. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, dan matanya kembali memandang ke arah Nara tadi. Tapi gadis itu sudah tidak terlihat.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Kalau ditulis 'ada keturunan Cina' bisa menyinggung SARA.

    Comment on chapter 10 || A Threat from The Past
Similar Tags
To the Bone S2
392      285     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Arsya (The lost Memory)
711      529     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
Broken Home
29      27     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Atraksi Manusia
463      342     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
HABLUR
673      344     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
My Private Driver Is My Ex
380      249     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...
Wabi Sabi
96      74     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Darah Dibalas Dara
619      351     0     
Romance
Kematian Bapak yang disebabkan permainan Adu Doro membuat Dara hidup dengan dihantui trauma masa lalu. Dara yang dahulu dikenal sebagai pribadi periang yang bercita-cita menjadi dokter hewan telah merelakan mimpinya terbang jauh layaknya merpati. Kini Dara hanya ingin hidup damai tanpa ada merpati dan kebahagiaan yang tiada arti. Namun tiba-tiba Zaki datang memberikan kebahagiaan yang tidak pe...
Sweet Punishment
170      105     9     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
Interaksi
364      287     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...