Anne masih menatap layar handphone nya. Masih tidak menyangka dengan pesan yang dia dapat. Lagian hidup ini pasti saling terkait, akan ada hubunganya satu sama lain. Anne menyandarkan punggungnya pada kursi meja belajar nya. Sudah hampir satu jam duduk terpaku pada laptop dan juga beberapa kertas di hadapan nya. Naskah teater yang harus sudah rampung dalam dua minggu. Bisa dibilang waktu itu terlalu cepat, namun karena naskah yang sudah setengah jadi maka Anne tinggal menyempurnakan cerita, plot, dan pengembangan karakter.
Anne merapikan semua barang barang yang ada di hadapannya. Kertas berserakan disatukan dalam buku khusus, Anne melipat laptop dan berdiri dari duduk nya. Sudah waktu nya untuk mandi karena Anne ada janji temu. Sebenarnya Anne hendak menolak ajakan bertemu itu, namun Anne harus melawan hantu hantu penghalang itu.
tok-tok. Anne mendengar suara ketukan pintu, berjalan menuju sumber suara itu dan membuka perlahan. Didapati nya Ibu dengan setumpuk baju baju sehingga cukup menghalangi wajah nya. Anne menyingkir sedikit dan membiarkan Ibu masuk, hendak membantu tapi Ibu menolak. Ibu menyimpan lipatan itu di atas kasur Anne.
“Kenapa gak minta tolong Anne aja bu? kan jadi nya merepotkan.” Anne sedikit protes.
Ibu hanya tersenyum simpul “Ibu tinggal anterin ke kamar kamu aja, lagian udah dikerjain sama Mba. Jadi gak papa.”
Anne memeluk ibu dari pinggir. “Makasih ya, Bu. Oh iya! Anne hari ini mau ke kantor tempat magang dulu. Anne diundang makan siang bareng, udah kangen juga sama temen temen disana.”
“Bagus kalo begitu, mau diantar apa sendiri saja?”
“Sendiri aja ah! Anne kan sudah besar, sudah bisa bawa mobil sendiri.” Anne menolak manja.
“Ibu kan khawatir aja Nak. Yasudah kalo begitu, mandi dan dandan yang cantik. Jangan lupa bawa buah yang Ibu siapkan untuk berbagi ya.”
Ibu perlahan berjalan meninggalkan Anne yang masih menatap nya. “Iya Bu. Makasih banyak.” Jawab Anne sambil tersenyum.
Langkah Ibu terhenti, “Bagaimana sejauh ini proses pembuatan naskah nya?.” Tanya Ibu di ujung pintu.
Anne menoleh sebentar ke arah meja belajar nya. “Aman kok Bu. Sore ini mau ke rumah nya tante Mirna.”
Ibu hanya melemparkan senyum manis lalu menutup pintu perlahan. Anne merasa khawatir jika dia tidak bisa menyelesaikan naskah itu dengan baik. Entah kenapa ada perasaan itu, perasaan takut dia tidak mencapai ekspektasi tante Mirna. Apalagi teater karya tante Mirna semua nya sukses, Anne merasa ada beban dari hal itu.
“Oh tidak! gue bisa telat nih.” Anne melirik jam dinding nya dan tersadar jika dia sudah membuang waktu berharga nya. Buru buru Anne memasuki kamar mandi dengan cepat dan rusuh karena kalau tidak dia akan telat.
—
“Terus kenapa tiba tiba ikut teater? random amat hidup lo.” Ucap Sekala, teman dekat nya di kantor magang dan juga kampus.
Anne mengangkat bahu, “Gue juga gatau, tiba tiba aja Ibu nyuruh, belum lagi tante Mirna yang ngajak langsung. Mana bisa gue tolak.”
Sekala hanya mengamati namun tangan nya tak henti memutar sedotan di dalam gelas tinggi isi minuman manis itu. “Namanya juga life after breakup, semua di cobain. hahaha” Ucap Sekala sambil sedikit tertawa.
Anne terlihat sedikit kesal. Namun ada benar nya juga apa kata Sekala. Setelah putus dari hubungan sial itu, Anne jauh lebih mengeksplor banyak hal dalam hidup nya. Bukan kah ini hal yang baik?.
“Lo sendiri kenapa masih disini?.” Tanya Anne pada perempuan berhijab pink di hadapan nya itu.
“Karena betah dong! lagian gue juga udah naik pangkat, dapat gaji juga jadi yaudah.” Jawab Sekala dengan enteng. “Tadi, lo di tawarin buat kerja lagi kan? itu mereka emang butuh orang. Apalagi mereka tahu lo kerja nya bener. Ambil aja, kesempatan, daripada nunggu semua hasil wawancara lo. Mending yang pasti pasti aja.”
Anne terdiam seketika. “Iya, gue melihat karir ini di depan mata gue. Tapi kayaknya, gue gak ambil dulu deh. Mau fokus selesai in teater nya dulu.”
Sekala terlihat kecewa, karena usaha merayu Anne untuk kembali kerja sia - sia. “Nanti Bokap lo bisa tidur tenang anak nya udah keterima kerja, di tempat elite juga.” Sekala masih berusaha membujuk Anne.
Anne membuang pandangan nya ke jendela kafe, terlihat nya orang orang berlalu lalang dengan setelan rapi khas karyawan. Identitas diri nya seolah terlihat dari sebuah lanyard yang menandakan status kerja dan reputasi nya dimana. Anne juga merindukan ada di posisi itu, tapi kali ini Anne mau mencoba hal yang baru.
“Tapi ya Kal, justru Bokap gue yang mendukung gue untuk cari karir lain. Dia yang memberi gue semangat untuk menemukan hal yang hilang dalam diri gue. Kembali menjadi penulis, setelah puluhan tahun.”
Ucapan Anne sedikit mengejutkan Sekala, karena sebagai teman dekat dirinya tahu jika Ayah Anne itu sangat keras dalam mendidik dan mengarahkan anak-anak nya.
“Wow, ajaib. Apa mungkin Bokap lo udah sadar anak nya segala apa apa terpaksa?.”
Anne sedikit tertawa, “Mungkin bisa jadi, Itulah kenapa Ayah nyuruh aku untuk coba hal baru.”
Sekala mengangguk pelan dan menghargai keputusan Anne kali ini. Mungkin memang belum saat nya untuk Anne kembali bekerja dan mengulang masa lalu di kantor yang sama tapi pasti apapun yang Anne pilih, Sekala akan selalu mendukungnya.
—-
Anne menepikan mobil nya di sebuah trotoar jalan. Tak jauh dilihat nya ada halte bus tempat tujuan Sekala untuk pulang.
“Sorry ya, gabisa anterin lo balik. Gue ada janji sama tante Mirna.”
Sekala mengemasi barang barang nya dan membuka sabuk pengaman nya. “Santai aja, lagian bentar lagi juga gue sampe kok. By the way, thanks for the ride!” Sekala mengamati jalan terlebih dahulu sebelum membuka pintu, dan perlahan keluar dari mobil sedan warna putih itu. Anne masih mengamati punggung itu yang kian menjauh dari pandangan, perlahan Anne menancap gas dan melaju menuju rumah tante Mirna.
25 menit berlalu Anne akhirnya sampai di rumah tante Mirna. Rumah nya selalu ramai, banyak yang berkunjung. Selain untuk latihan, banyak kerabat tante Anne yang selalu sengaja menghabiskan waktu di tempat ini. Begitu tentram dan nyaman itulah alasannya kenapa orang suka datang ke sini.
Anne keluar dari mobil nya. Membawa laptop dan sekotak buah di tangan nya. Jujur saja Anne merasa tangan nya terlalu penuh memegang barang maka dia berjalan dengan hati hati agar tidak ada satupun yang jatuh.
“Sini gue bantuin,” Kata seseorang yang tiba tiba saja ada di hadapan nya. Menahan langkah dan Anne tidak punya pilihan lain.
Langit membawa kotak buah itu, jujur kotak ini berat dan Langit merasa tidak enak tidak membantu dari awal.
“Repot repot bawa ini, lihat tuh! yang di meja ruang tamu aja belum dimakan.” Ucap Langit sambil menaruh kotak buah itu di meja makan.
Anne menyelipkan helai rambutnya ke telinga, tak sempat dia merapikan rambut karena kedua tangannya penuh barang. Anne terduduk sebentar, “Itu titipan dari Ibu, kan bisa dibagi bagi juga sama yang lain.” Ucap Anne sedikit ketus.
Langit menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal, suasana canggung ini kembali hadir. “Mana tante Mirna? gue mau nanyain tentang naskah.” Tanya Anne sambil mengedarkan pandangan mencari tante Mirna di ruangan itu.
“Katanya, 10 menit lagi sampai.” Jawab Langit sambil melirik jam di tangan nya untuk memperkirakan waktu.
“Sini coba gue liat, penasaran sama naskah nya.” Langit menggeserkan badan nya agar Anne bisa duduk di sofa sebelah nya.
Anne duduk berjarak, membuka laptop dan memberikan nya kepada Langit. Sementara waktu, Anne menyenderkan badan nya.
Langit membaca dengan cepat, wajah nya penuh fokus pada tulisan di depan nya. Sesekali menyipitkan mata, sesekali mengangguk membaca semua naskah itu.
“Wih keren juga! ini udah selesai kan?.” Tanya Langit sambil mengembalikan laptop nya kembali ke Anne.
Anne sembari melanjutkan bagian yang belum selesai, “Belum, masih harus ditanyakan ke tante Mirna nih.”
Langit mengangguk kecil. “Eh gue masih gak enak sama bahasan kemarin. Sorry ya.” Nada Langit merendah, begitu hati hati dalam melontarkan ucapan barusan.
Anne terdiam seketika, “Iya gak apa apa. Mulai sekarang gak usah bahas lagi.”
Langit menyalurkan tangannya untuk berjabat dengan Anne, “Janji gak bakal bahas lagi.” Anne meraih jabatan tangan Langit dan tersenyum kecil.
Anne kembali sibuk mengembalikan fokus pada naskah dan Langit dengan game online nya. Sesekali Anne protes karena reaksi Langit yang berlebihan, berteriak, dan melontarkan kata kasar. Anne merasa terganggu untuk menulis, namun Langit seolah mengacuhkan permintaan Anne.
“Ini baru kenalan apa gimana? sibuk masing masing banget.” Tiba tiba Athala ada di hadapan mereka, dan duduk di sofa bagian lain.
Anne tersenyum menyambut. “Langit sibuk gak jelas, lihat tuh! gue jadi gak fokus.” Anne menggerutu dan sedikit cemberut.
Langit hanya melirik dan membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegak. “Iya deh maaf, bu script writer.”
Langit menyadari keberadaan Athala, “Hei! lo datang kelamaan jadi gue main duluan.” Rangkul Langit yang tiba tiba berpindah di posisi dekat Athala.
“Macet banget di jalan parah. Eh ngomong-ngomong mana tante Mirna? mobil nya gak ada di depan.”
“Tadi sih, Langit bilang 10 menit lagi nyampe. Tapi ini udah hampir setengah jam.” Ucap Anne, lagi lagi menyalahkan Langit.
Langit buru buru memeriksa notifikasi pesan di handphone nya, dan benar saja ada pesan masuk 27 menit yang lalu sedangkan diri nya sibuk main game.
“Aduh mom, sorry banget hehe. Langit keasikan main game jadi ga tau ada notif masuk tadi.” Langit memberi alasan.
Anne dan Athala memperhatikan Langit yang tiba tiba panik sendiri karena lupa membalas pesan tante Mirna. Bola mata itu saling bertemu sepersekian detik, tak begitu lama kembali pada fokus masing masing. Ada degup kencang di hati Athala, yang dia kira sudah menghilang. Anne menundukan pandangan nya, kembali terfokus pada naskah dan laptop yang ada di pangkuan nya.
“Iya Mah, hati-hati di jalan.” Langit menutup telepon dengan cepat. Dirinya menjadi tontonan Anne dan Athala, “Nyokap gue, ga bisa pulang sekarang. Jadi kemungkinan, Anne, lo ga bisa ketemu dan ngobrol tentang naskah hari ini.”
“Oh, iya gak apa apa kalo begitu. Masih bisa besok.” Anne menutup laptop nya untuk berkemas. Agenda utama nya adalah pulang ke rumah.
“Gue nginep disini ya, mager balik.” Athala merebahkan badan nya dengan santai di sofa.
“Silahkan, rumah gue terbuka untuk kalian semua.” Ucap Langit dengan bangga.
Anne tidak tertarik dengan apa pun kecuali pulang, berendam air hangat dan marathon drama Korea favorit nya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kebahagian itu, sebuah rencana yang menyelamatkan semua mood nya.
Langit menahan tas Anne, “Ngapain lo?!.” Anne reflek, karena tiba tiba Langit menahan tas nya.
“Gimana kalo kita makan di luar, ada nasi goreng paling enak di komplek ini. Mau gak?.” Ajak Langit pada Anne dan Athala.
“Boleh tuh! gue udah laper dari tadi, untung lo peka.” Athala beranjak bangun dan merapikan baju dan rambutnya yang berantakan karena posisi rebahan tadi.
Anne masih tidak menjawab, dia kan punya agenda khusus yang sudah di rencana kan. Anne tidak boleh membatalkan rencana sempurna itu, apalagi menghabiskan waktu dengan dua laki laki aneh ini. Jika memang tidak ada kepentingan untuk bertemu tante Mirna, diri nya tidak akan berkunjung kesini.
“Gue ga bisa, harus balik cepet nih.”
“Ayo lah! ini jadi hangout pertama kita sebelum nanti hectic latihan.” Langit masih bersikukuh untuk mengajak Anne.
Athala berdiri dari duduk nya, berjalan melalui mereka berdua yang masih duduk di sofa. Dirinya tidak tertarik dengan hal itu, tapi akan lebih baik jika Anne ikut makan bersama.
“Lo pasti mau nonton drakor kan? sekali aja, dijamin lo nanti ketagihan deh.”
Anne terkejut Langit bisa mengetahui niat diri nya, “Lain kali aja ya, guys.” Anne tetap menolak ajakan Langit.
“Gue tunggu di luar ya. Siapa pun yang ikut karena gue udah laper banget.” Athala melengos berjalan.
Anne berdiri hendak mengambil kunci mobil miliknya yang tadi dia simpan di atas meja makan. Dia tidak menemukan nya, tapi dia yakin tadi dia menyimpan nya di sini. “Eh ada yang lihat kunci mobil gantungan pink, gak ya?” Anne mulai panik karena dia belum menemukan nya.
Suara familiar itu, Anne berlari kecil ke luar dan melihat Athala sudah berdiri di depan mobil miliknya dengan kunci mobil nya. Anne menepuk jidatnya pelan, dia gagal untuk kabur dari ajakan dua pria ini. Dia yakin Athala tidak akan memberikan kunci mobil itu, yang ada Anne harus menuruti keinginan mereka untuk makan nasi goreng itu.
“Hahaha, good job Thal! kalo begini kan dia gak bisa nolak.” Langit bergabung dengan Athala di depan dan menyisakan Anne. Dengan kesal, Anne menghampiri mereka dan duduk di kursi belakang. Athala yang mengambil kemudi, Langit yang mengarahkan jalan dan Anne masih kesal karena rencana nya gagal.
—
Anne tidak bisa berhenti tertawa karena obrolan lucu dari mereka berdua. Setiap kalimat yang terucap, Anne tidak bisa menahan nya bahkan nasi goreng nya masih utuh dan mulai dingin. Suasana malam yang cerah, udara yang panas dan bising kendaraan tidak menghilangkan kenikmatan ini. Abang nasi goreng tidak pernah berhenti melayani setiap pelanggan, tidak pernah sepi, saling berganti datang dan pergi. Namun hanya mereka yang cukup menghabiskan waktu hanya untuk sebatas makan nasi goreng.
“Coba kalian punya stand-up comedy aja! orang orang pasti ketawa.” Ucap Anne memberi ide.
Athala menggeleng cepat, “It’s called privilege to know our humor.” Ucap Athala sambil menyendokkan nasi goreng ke mulut nya.
Langit mengangkat tangan nya sebagai tanda memanggil abang nya untuk mendekat.
“Dia mau nambah lagi? padahal udah dua piring.” Ucap Anne lirih namun terdengar oleh Athala dan dia tersenyum sedikit.
Abang nasi goreng mendekat, “Kenapa Mas?.” Tanya nya sambil siap dengan pensil dan kertas kecil untuk mencatat pesanan.
“Ini total berapa, sama kerupuk nya, sama minuman nya dijumlah jadi berapa. Ini uang nya.” Langit mengeluarkan uang yang cukup banyak hanya untuk membayar 5 piring nasi goreng.
Abang nasi goreng bingung dengan jumlah uang yang dia terima. “Maaf mas, ini kebanyakan uang nya.” Abang nasi goreng mengembalikan sisa uang itu pada Langit.
“Ini kan kembalian nya masih banyak, buat orang orang yang beli nasi goreng kamu jadi mereka ga usah bayar, karena sudah ini uang nya.” Ucap Langit sambil menyeruput teh panas.
Raut muka Abang nasi goreng berubah drastis, “MasyaAllah Ini mah rezeki. Makasih banyak ya.” Abang nasi goreng meraih tangan Langit untuk salam sebagai tanda terima kasih.
“Bilangin kalo ada yang nanya dalam rangka apa, menang lomba marathon.” Ucap Langit pada Abang nasi goreng, bak kenalan lama mereka berdua tertawa bahagia dan Abang nasi goreng kembali ke depan melayani para pembeli.
“Terima kasih pak bos! makan enak, perut kenyang, dompet pun aman.” Thala berterima kasih pada Langit.
Anne tertarik untuk bertanya, “Emang dalam rangka apa?.” Anne menoleh pada Langit yang juga menoleh pada nya.
Langit mengambil jeda sebelum menjawab, “Ada satu nilai yang gue ambil dari Bokap gue, dia pernah bilang gini, kalo kita punya kelebihan materi misal berupa uang, maka disimpan nya disini.” Langit mengangkat tangan kanan nya sebagai simbol sebelum kembali menjelaskan.
“Karena yang kita punya itu pasti ada hak orang lain, karena yang punya itu bisa diambil kapan aja. Jadi kita gak bisa menggenggam itu terlalu lama, harus dilepaskan dengan cara yang baik.”
Anne dan Thala menatap penuh kagum, sosok Langit yang jarang diketahui oleh banyak orang. Sisi yang memberikan kebahagian kepada orang orang di sekitar nya.
“Karena kalo disimpan disini-” Thala mengangkat sedikit kaki kanan nya, “Jadinya sepak takraw. hahaha” Thala tertawa dengan guyonan nya sendiri, disusul dengan Anne dan Langit yang juga ikut tertawa.
Tidak pernah ada dalam ekspektasi nya jika bergabung dengan dua pria aneh ini akan menjadi titik kebahagian yang sudah lama tak dirasa. Anne tidak lagi kesal dengan rencana nya untuk pulang cepat, bahkan sengaja dia melewatkan makan malam di rumah hanya untuk bisa berlama lama bercengkrama dengan mereka. Seolah ada potongan puzzle yang saling terisi di hati masing-masing. Menggantikan hal yang lama, dan memberi kehangatan.
“Ini pertama kalinya gue gak ikut malam di rumah bareng, dan lupa ngabarin Ayah.” Ucap Anne dengan pelan. Langit dan Thala saling tatap, dan dengan kompak memeriksa jam masing masing.
“yaudah ayo! kita anter pulang.” Langit berdiri dari duduk nya.
“Gausah, gue bisa sendiri.” Anne berusaha menolak.
Thala menunjukan kunci mobil Anne yang masih ada di tanganya. “Kita harus ngadep sama Ayah lo, gak enak karena kita yang ngajak.” Ucap Thala sambil berjalan menuju mobil dan di ikuti Anne.
“Bokap lo suka martabak gak?.” tanya Langit dari belakang.
“Emang nya lo mau apel? gak usah, pasti dia udah makan.”
Thala tertawa karena mendengar jawaban Anne.
“Alamat rumah nya masih sama?.” Tanya Thala sambil menoleh ke jok belakang.
Anne terpaku sebentar, “Iya. Lewat toll aja biar gak macet.”
Anne membuang pandangan pada jendela, menikmati lagu dari playlist Langit. Lagu yang membuat nya bernostalgia sedikit. Cause you have to by Lany, lagu favorit nya. Anne perlahan memejamkan mata nya. Tak ada obrolan sama sekali di antara mereka, dan hanya menikmati perjalan malam yang lengang dengan kenyamanan.