Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelah Hati
MENU
About Us  

“Jadi, siapa Alfian itu, Kanaya?” Pertanyaan Mama, membuatku membeku ditempat. Tak jadi melanjutkan kakiku yang akan menaiki tangga. Mama menatapku penuh selidik. Aku berbelok ke dapur, minum air putih. Mama duduk dihadapanku. Masih menyilangkan tangan di dada.

Barusan Alfian mengantarku pulang, setelah Rifa merengek ingin mengajakku makan es krim. Sore tadi, mereka menjemput di kantor. Untungnya tadi pagi aku bareng Sasi. Jadi aku tak meninggalkan mobil di kantor.

Kebetulan Mama ada di teras saat kami datang. Jadilah Alfian dan Rifa turun dan berkenalan dengan Mama.

“Teman kuliah dulu, Ma. Kemarin kebetulan ketemu di Cimory.”

Mata Mama memicing. Lalu memainkan sendok teh madunya. “Kok Mama lihat dia sering merhatiin kamu?”

“Merhatiin gimana, Ma?”

“Ya, kayak flirting gitu, Mama cuma kasih warning sama kamu.”

Warning?” jelas aku terbelalak. Baru kali ini Mama was was begini.  

“Masih banyak yang single, Kan.” Kata Mama dalam.

“Ma, apaa sih, kita cuma teman. Anaknya tadi sore ngerengek minta ketemu aku. Kita cuma makan es krim. Itu aja.”

“Kenapa harus kamu, Kan? Kenapa engga Ibunya aja?”

Aku menghela nafas. “Ma, Rifa engga punya Ibu lagi.”

“Astaga!” Mama menutup mulutnya refleks.

“Saat melahirkan Rifa, Ibunya meninggal.” Dan Mama tampak bersalah sekarang.

“Kapan-kapan ajaklah kemari. Mama bikinkan brownies double coklat buatnya.” Mama mengerling.

 

>..<

 

Alfian : Ha? Serius?

Kanaya : Duarius

Alfian : Rifa pasti gembira sekali

Kanaya : Go on

Alfian : soon, thanks Kan, xoxoxo

Kanaya : what xoxoxo?

Alfian : :D

 

“Siapa? Duren ya?” Sasi melirikku dari mejanya.

Aku menimpuknya dengan potongan kertas.

“Ih, bener kan, awas CLBK lho, Kan,” Sasi terkikih senang.

CLBK apanya. Kami hanya tergosipkan.

Praja calling…

Kenapa dia telepon?

“Halo, Aya.” Nadanya masih seperti biasa. Dia bahkan tak tahu aku menangisinya.

“Iya, Kak?”

“Di kantor?”

“Iya,”

“Aku di lobby gedung kantormu.” So?

“Iya, ada apa, Kak?” Aku berusaha bicara sedingin mungkin.

“Bisa ketemu sebentar?”

Aku melihat jam dinding kantor. Masih jam tiga.

“Maaf, Kak, aku masih banyak pekerjaan.”

“Oh, baiklah. Maaf ya.” Aku memutus telepon begitu saja. Mungkin yang seharusnya dari dulu aku lakukan. Menjauh darinya.

“Praja?” Sasi menoleh padaku. Aku hanya mengangguk. “Good,” Sasi memberi jempol nya padaku.

Good for me, I wish.

 

>.<

 

Kupikir dengan menolak bertemu dengan Praja sekali, akan membuatnya mengerti, bahwa aku tak ingin bertemu muka dengannya. Nyatanya salah. Malamnya, aku mendengar suaranya tertawa bersama Mama, saat memasuki ruang tengah. Dia membawa piring kecil berisi brownies andalan Mama ditangannya.

“Hai, Aya.” Ia menyapaku, tanpa tahu aku dongkol melihatnya tampak menikmati ngobrol dengan Mama.

“Hei, ini yang ditunggu baru dateng.” Mama menyambutku dengan lambaian tangannya. Tentu maksudnya salim. “Kok telat pulangnya?”

“Macet, Ma.” Alasan sepanjang masa.

“Itu lho ditunggu Praja dari maghrib. Sampe maghriban sama Papa segala.” Mama mengerling pada Praja. Orangnya senyam senyum aja.

“Papa pulang?” Seingatku, Papa bilang pulang dari dinas ke Makassar akhir minggu.

“Iya, tadi sore pulang, kumat darah tingginya.”

“Duh, gimana sih, pola makannya Papa pasti sebabnya.” Aku sering sekali mengingatkan Papa soal penyakitnya itu, tapi Papa tetaplah Papa yang kadang seenaknya sendiri.

“Yauda, Mama tengokin dulu ya ke atas, itu Praja ditemenin.” Mama menepuk bahuku. Lalu melenggang kearah tangga.

Aku meletakkan tasku diatas meja pantry, mencuci tangan. Dan –apa bole buat- menghampiri Praja, yang tampak asik menonton channel national geographic. Yang kulihat, dua panda berlarian, kemudian bertabrakan dan bergulingan.

“Kok engga kabarin mau ke rumah?” basa-basiku. Aku menjaga jarak aman. Satu space kursi melompong diantara kami.

Ia tersenyum tipis. “Sengaja. Aku merasa, kamu menjauhiku.”

See? Seketara itu?

Aku tertawa sumbang. “Perasaan dari mana itu?”

“Benarkah itu?” Kini ia memiringkan badannya ke arahku. Menatapku dengan intens. Tampak berusaha memperoleh jawaban dariku.

Belum sampai aku berkata apapun. Kami dikejutkan dengan teriakan Mama. Kontan kami naik ke lantai atas. Papa pingsan. Dengan sigap, Praja memanggul Papa. Membawa ke mobil Praja yang terparkir diluar pagar. Mama masih sempat misuh soal Erlan yang entah ada dimana jam segini, sebelum aku menyeretnya masuk mobil Praja.

 

>.<

 

Papa divonis stroke ringan oleh dokter. Karena tekanan darah tinggi ditambah kolesterol yang menanjak. Mama hanya bisa pasrah, saat mendengarkan keterangan dokter. Aku berusaha menguatkan dengan elusan di lengannya.

Mama berkeras menunggui Papa sampai sadar. Akhirnya kami sepakat menunggui setelah Papa masuk ruangan.

Cukup besar untuk ruangan VIP. Satu set sofa dengan meja kecil dan satu single bed tambahan. Aku bisa menemani Mama disini.

“Terima kasih untuk bantuannya, Kak.” Aku mengantarkan Praja sampai loby rumah sakit.

“Mau dibantu bawa perlengkapan dari rumah?”

“Nanti Erlan yang bawa, tadi aku udah telepon. Kak Redho juga bentar lagi kesini.” Praja mengangguk-angguk.

“Mau makan dulu?” tawarnya lagi, seraya melihat kearah jam tangannya. Sudah jam sepuluh malam ternyata. 

“Nanti dibawakan makan Kak Redho kok, tenang saja, Kak.”

“Kalau ada yang mau dibantu, katakan saja ya,”

“Iya, makasih ya Kak,” Terlepas dari kasus dengan Bella, aku sangat menghargai bantuannya. Sudah terbayang kalau tadi tak ada Praja. Pasti repot sekali.

Tak disangka, ia menepuk rambutku pelan, “Jaga kesehatan ya.” Aku hanya mengangguk.

Tolong, jangan terlalu baik padaku…

 

>.<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Perjalanan Tanpa Peta
52      47     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...
Fragmen Tanpa Titik
42      38     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Me vs Skripsi
1851      764     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
MANITO
1071      761     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Mimpi & Co.
920      611     2     
Fantasy
Ini kisah tentang mimpi yang menjelma nyata. Mimpi-mimpi yang datang ke kenyataan membantunya menemukan keberanian. Akankah keberaniannya menetap saat mimpinya berakhir?
Solita Residen
1458      807     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Sendiri diantara kita
927      570     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Yu & Way
134      109     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Our Perfect Times
913      650     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Trust Me
58      51     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...