Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lost & Found Club
MENU
About Us  

Percakapanku dengan Bang Damian sore itu membuatku tidur larut akibat terus memikirkannya. Aku membayangkan seekor kuda poni tiba-tiba muncul dari dalam loker, atau keberadaan terowongan menuju dunia lain yang tersembunyi di balik pintunya, sampai-sampai gambaran itu muncul di mimpiku. Tapi, kalau itu yang jadi kejutannya, seharusnya klub tersebut sudah terkenal seseantero SMA Mentari.

Cahaya matahari yang masih gemilang, membuat benakku kembali pada saat ini. Selasa sore, aku berdiri bermandikan panas matahari alih-alih duduk santai di dalam ruangan klub bersama Arya dan Bang Jovin. Di hadapanku, Kak Mela dan Bang Damian sedang menjelaskan tentang kegiatan menyisir yang akan kami lakukan.

“Singkatnya, daerah yang kita sisiri adalah seluruh lingkungan sekolah kecuali ruangan seperti kelas, kamar mandi, dan laboratorium. Kalau kamu menemukan benda yang kehilangan pemiliknya, kamu harus memfoto dulu sebagai dokumentasi, lalu mencatat waktu dan tempat ditemukannya, jenis bendanya, serta nama bendanya,” simpul Kak Mela.

“Jenis benda itu seperti perhiasan dan alat tulis, ya, Kak?” Aku ingat sempat membaca label pada kardus-kardus yang ada di meja panjang, jadi kuduga label itu didasarkan pada jenis barang yang berbeda-beda.

“Betul sekali,” sahut Kak Mela. “Setelah mengumpulkan benda-benda itu, kita akan kembali ke ruangan untuk mendatanya. Setelah didata, benda-benda tersebut baru akan disimpan di dalam kardus sesuai dengan jenisnya dan menunggu di sana sampai pemiliknya datang untuk mengambilnya.”

“Tapi, bukan berarti kita betul-betul harus keliling ke setiap sudut sekolah, loh,” tambah Bang Damian. “Karena waktunya juga singkat, kita hanya menyisiri tempat-tempat yang sempat kita datangi saja. Kalau hari ini hanya bisa memeriksa koridor gedung utama, besoknya gantian ke taman belakang, begitu.”

Aku mengangguk paham. Ternyata, kegiatan menyisir itu cukup mudah. Mungkin yang sulit adalah staminaku yang tidak seberapa ini.

“Ayo berpencar sekarang. Tapi, karena ini hari pertama Windi, Kak Mela temani dia dulu, ya,” saran Bang Damian.

Kami pun berpisah jalan. Bang Damian pergi ke arah gedung utama, sedangkan aku dan Kak Mela menuju lapangan upacara.

Lapangan upacara SMA Mentari berada di halaman depan sekolah. Pohon ketapang dan pohon mangga yang berselang-seling di sekelilingnya, membuat pinggiran lapangan menjadi lebih teduh dibandingkan bagian tengahnya. Meskipun di bawah pepohonan terdapat bangku-bangku dengan sandaran dan meja panjang, hampir tidak ada murid yang menongkrong di sana. Mereka biasanya lebih suka duduk di taman tengah atau taman belakang yang lebih sejuk dan dekat dengan kantin maupun kedai.

Aku dan Kak Mela berjalan mengitari sisi yang berseberangan dengan arah gedung utama. Kami berjalan di bawah naungan pepohonan, menghindari panas matahari.

Sambil menunduk menatapi rumput pendek, aku mengayunkan kaki pelan-pelan, mencari-cari seuatu yang mungkin terjatuh. Kudengar tawa ringan dari Kak Mela yang membuatku mendongak menatapnya, mempertanyakan apakah dia menemukan sesuatu yang lucu.

“Ada apa, Kak?”

“Ah, tidak. Maaf,” jawabnya. “Kamu serius sekali sampai menunduk begitu, menurutku itu agak lucu. Aku tidak bisa menahan tawaku.”

Aku menggaruk tengkuk yang lembab oleh keringat. Ini pengalaman pertamaku dan aku berpikir harus menemukan sesuatu, setidaknya satu benda, di hari pertamaku menyisir ini.

“Aku suka melihatmu bersemangat melakukan kegiatan ini, tapi kamu tetap perlu melihat-lihat sekitar, menikmati pemandangan sekolah. Jangan sampai kamu menabrak seseorang atau tersandung batu saking fokusnya mencari sesuatu. Kadang-kadang, kamu justru menemukan benda-benda itu ketika kamu tidak sengaja melihatnya.” Kak Mela tersenyum dan menepuk pundakku dua kali. “Jadi, santai saja, ya.”

Aku tidak menyangka dia akan mengatakan bahwa aku tampak bersemangat, sedangkan aku sendiri tidak merasa begitu. Tapi yang dikatakannya benar juga, aku terlalu fokus pada rumput-rumput sampai leherku pegal menunduk.

“Begitu, ya, Kak,” sahutku. “Aku agak gugup karena ini hari pertamaku melakukan kegiatan menyisir.”

Mulut Kak Mela membuka lagi, aku menunggunya mengatakan sesuatu, tapi dia justru menoleh ke arah belakangku dan berjalan cepat ke sana. Aku yang kebingungan, segera mengikutinya.

Di dekat salah satu bangku yang catnya masih mengilap, Kak Mela berhenti. Dia menunjuk ke kaki bangkunya sambil tersenyum senang.

“Lihat, Windi! Ada benda yang terjatuh di sini.”

Ketika Kak Mela berjongkok untuk memfoto dan mengambilnya, sepasang murid dengan seragam olahraga berjalan melewati tengah lapangan. Kulihat mereka melirik ke arah sini, lalu berbisik satu sama lain, kemudian pergi setelah sekali lagi melayangkan tatapan penuh tanya.

“Ternyata ini gantungan kunci akrilik. Lucu sekali!” Kak Mela sudah berdiri kembali. Dia memperlihatkan gantungan kunci bergambar jeruk dengan hiasan rantai dan bandul bulat jingga itu kepadaku.

Gantungan kunci itu memang imut, tapi ada pertanyaan yang mengambil alih perhatianku dari keimutan benda kecil itu.

“Kak Mela, ada yang mau kutanyakan,” ucapku. Begitu Kak Mela menatapku, aku menyambung, “Pernah tidak, sih, ada murid yang mencurigai kegiatan menyisir ini? Misalnya, mereka berpikir kalau anggota Klub Lost & Found ini lagi mencuri?” Aku tidak tahu apakah murid-murid tadi memikirkan hal itu, tapi mereka kelihatan penasaran.

Seusai menyimpan gantungan kunci, Kak Mela menjawab, “Pernah. Bahkan sampai ada yang melaporkannya ke pihak sekolah.” Dia tersenyum meringis, mungkin sedang mengingat sesuatu.

Aku pun ikut meringis mendengarnya. “Lalu, apa yang terjadi, Kak?”

“Pihak sekolah jelas sudah tahu apa saja kegiatan setiap ekskul dan klub di sekolah ini, jadi mereka menganggapnya sebagai kesalahpahaman saja. Kami pun memutuskan untuk memperlihatkan apa saja yang dilakukan di klub ini supaya mereka tidak salah paham lagi. Semuanya berakhir dengan baik. Sisi bagusnya, klub ini jadi agak terkenal, jadi lumayan menguntungkan juga.”

“Syukurlah, kesalahpahamannya teratasi,” sahutku pelan.

Ada begitu banyak ekstrakurikuler di sini, dan menurutku wajar saja kalau ada yang tidak tahu tentang salah satu atau beberapa kegiatannya, karena aku sendiri juga begitu. Tapi, jika aku mengalami hal yang sama dengan yang diceritakan Kak Mela, aku akan lebih senang kalau orang-orang yang curiga itu bertanya langsung kepadaku daripada melaporkannya ke sekolah.

Cahaya matahari sudah agak meredup, tidak sepanas tadi. Aku melihat jam tangan yang menunjukkan bahwa sudah setengah jam berlalu sejak kami keluar dari ruangan klub.

“Kak Mela, bagaimana kalau sekarang kita berpencar?” saranku. “Aku sudah paham apa-apa saja yang dilakukan di kegiatan menyisir ini. Jadi kurasa sebaiknya kita berpencar supaya mencari bendanya jadi lebih maksimal.”

Kulihat Kak Mela terdiam sejenak, sepertinya sedang mempertimbangkan perkataanku. “Bagus juga. Tapi, kamu tidak apa-apa sendiri?”

“Tidak apa-apa.” Aku mengangguk untuk meyakinkannya.

“Baiklah. Kalau ada apa-apa kabari, ya. Jam lima nanti kita kumpul lagi di ruangan. Oke?”

“Oke, Kak.”

Aku kembali menyusuri pinggiran lapangan begitu Kak Mela pergi ke arah taman belakang berada.

Ketika aku sampai di sisi lain lapangan, aku mengistirahatkan diri di salah satu bangku. Sembari menghirup napas dalam-dalam, aku mengelap keringat di dahi yang terus mengucur meskipun awan-awan sudah menghalangi panas matahari.

Sebenarnya, alasan lain yang membuatku menyarankan untuk berpencar adalah karena aku agak segan untuk beristirahat kalau ada Kak Mela. Dia kelihatan senang saat menjelaskan dan menunjukkan ini-itu kepadaku, meskipun aku yakin Kak Mela akan mengijinkan jika aku bilang ingin duduk sebentar unttuk merehatkan kaki.

Tiba-tiba, aku dapat membayangkan Shila yang sedang mengomel. Dia pasti akan mengatakan sesuatu tentang stamina yang lemah, berolahraga ringan, dan sebagainya jika dia melihatku saat ini.

Angin berembus pelan, meniup kering keringatku. Saat aku sedang kehausan dan menyesal tidak membawa sebotol air minum, aku melihat ada sesuatu yang berkilaun di kejauhan.

Aku coba memperhatikannya dengan lebih teliti, dan menemukan bahwa kilauan cahaya itu berasal dari dahan pohon mangga di seberangku. Penasaran, aku pun berjalan ke sana.

Sesampainya di bawah pohon mangga itu, aku mendongak. Sepertinya ada sesuatu yang menyangkut di ranting atas itu. Sebenarnya, aku bisa saja mengabaikannya, tapi mengingat aku belum menemukan apa-apa dan ada kemungkinan kalau itu adalah benda yang penting, aku pun memberanikan diri untuk memanjat.

Aku memijakkan kaki pada dahan-dahan rendah, kemudian perlahan-lahan memanjat cukup tinggi. Mataku mencari-cari, lalu menemukan sebuah sarang burung. Di dalamnya, agak tersembunyi di balik telur-telur kecil, terdapat benda yang janggal. Sebuah cincin permata. Sepertinya berlian bulat di tengah-tengah cincin itu yang memantulkan cahaya sampai membuat mataku kesilauan.

Aku memegang batang kayu erat-erat dengan tangan kiri, sebelum mengambil ponsel dengan tangan satunya dan memfoto cincin itu. Setelah menyimpan ponsel beserta cincin itu ke dalam kantong rok, aku menghadapi satu masalah.

Bagaimana caranya turun dari sini?

Mendadak, aku lupa di mana saja letak dahan-dahan yang tadi kujadikan pijakan untuk naik. Aku melihat ke bawah, baru menyadari bahwa aku memanjat lumayan tinggi.

Sekarang keringatku meluncur lagi, karena kepanasan dan juga gugup memikirkan nasibku saat ini. Kucoba menggerakkan kaki kananku turun mencari dahan terdekat. Kemudian menyusul kaki kiri. Aku melakukannya satu-satu, memastikan bahwa aku memijak dahan yang tepat.

“Oke, bagus. Satu dahan lagi,” gumamku menyemangati diri. Tapi ketenangan yang baru kudapat itu membuatku lengah.

Aku terburu-buru ingin sampai di bawah sehingga melewatkan keberadaan ranting kecil yang mencuat. Ujung rokku tersangkut pada ranting itu saat kakiku sudah bersiap untuk melompat ke tanah, membuatku kehilangan keseimbangan. Tanganku tidak sempat meraih pegangan, dan aku pun terjerembap.

Aku cepat-cepat berdiri dan melihat sekeliling, kemudian mendesah lega ketika mendapati lapangan yang sepi. Setelah memastikan bahwa ponsel dan cincinnya aman, aku menepuk-nepuk seragam yang kotor. Aku baru tahu bahwa kulitku terluka ketika kurasakan perih di bagian lutut dan siku.

Di hari kedua mengikuti ekskul, aku sudah mendapatkan luka. “Bagus sekali,” sarkasku.

Besoknya, aku tidak masuk sekolah gara-gara demam dan pegal-pegal.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Konfigurasi Hati
552      378     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Senja di Balik Jendela Berembun
23      23     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Spektrum Amalia
802      539     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
The Savior
4432      1593     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?
SURAT CINTA KASIH
592      427     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Time and Tears
302      234     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Blue Island
146      123     1     
Fantasy
Sebuah pulau yang menyimpan banyak rahasia hanya diketahui oleh beberapa kalangan, termasuk ras langka yang bersembunyi sejak ratusan tahun yang lalu. Pulau itu disebut Blue Island, pulau yang sangat asri karena lautan dan tumbuhan yang hidup di sana. Rahasia pulau itu akan bisa diungkapkan oleh dua manusia Bumi yang sudah diramalkan sejak 200 tahun silam dengan cara mengumpulkan tujuh stoples...
Let Me be a Star for You During the Day
1062      582     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Dunia Saga
5892      1529     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
Ethereal
1286      633     6     
Romance
Ada cowok ganteng, imut, tingginya 173 sentimeter. Setiap pagi, dia bakalan datang di depan rumahmu sambil bawa motor matic, yang akan goncenging kamu sampai ke sekolah. Dia enggak minta imbalan. Dia cuma pengen lihat kamu bahagia. Lalu, ada cowok nggak kalah ganteng dari sebelumnya, super tinggi, cool, nyebelin. Saat dideket kamu dia sangat lucu, asik diajak ngobrol, have fun bareng. Ta...