Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ikhlas Berbuah Cinta
MENU
About Us  

"Kamu belum pulang?" 

Aku memandang ke arah sumber suara. Ternyata, Bang Randi yang sedang berdiri di pintu ruang kasir.

"Sebentar lagi, Bang," jawabku tetap fokus menatap layar komputer.

Aku sedang menghitung pemasukan hari ini. Alhamdulillah sejak kami mengunjungi panti seminggu lalu, pemasukan kafe selalu meningkat. Bahkan, Bang Rizal juga cerita kalau dari bakery juga sudah lumayan ramai. Apalagi jika ada yang mau merayakan ulang tahun dan memakai paket yang ditawarkan The Hans. Bang Rizal juga sering datang ke kafe. Bukan untuk nongkrong seperti dulu, tapi lebih mengarah diskusi. Apalagi dia punya ide baru tentang kue apa yang akan dibuat.

"Biar aku yang lanjutkan," ucapnya menawarkan diri.

Padahal, setahuku Bang Randi sendiri sedang sibuk dengan tugasnya sebagai dosen. Apalagi, aku pernah mendengar kalau dia sedang penelitian untuk menyusun buku.

"Tidak apa-apa, Bang. Sedikit lagi, kok," jawabku menolak tawarannya. 

Mungkin karena aku terlalu keras kepala, akhirnya Bang Randi membiarkanku menghitung sendirian. Kemudian, dia berlalu entah kemana.

Tidak berapa lama dia kembali.

"Siapa tahu butuh camilan," ujarnya sambil meletakkan teh, kue kering, dan beberapa jenis kue lainnya. Dia benar-benar tahu apa yang dibutuhkan seseorang saat sedang begadang.

"Terima kasih, Bang" ucapku sambil melihat ke arahnya dengan senyuman tulus. Kemudian, kembali menatap layar untuk melanjutkan pekerjaan.

Hampir dua jam berkutat dengan komputer, kali ini aku meregangkan otot-otot karena begitu pegal. Aku melipat kedua tangan dan membenamkan wajah saat ngantuk melanda. Keinginanku hanya tidur sekarang. Sengaja aku menghidupkan kipas seiring udara yang begitu panas dan gerah. Apalagi, kalau mengenakan jilbab lebar dan gamisku juga menambah hawa panas. Tanpa sadar, ternyata aku tertidur pulas.

Aku terbangun saat mendengar suara azan. Sedikit bingung karena ada sebuah selimut yang menutupiku dan kipas sudah dimatikan, bahkan sekarang aku ternyata berbaring di atas karpet. Aku heran dan bertanya dalam hati, apakah aku terjatuh dari sofa?

Astaga memalukan sekali jika aku benar-benar jatuh dari sofa dan semakin yakin saat merasakan tanganku pegal-pegal. Aku tersadar karena telah ketiduran begitu lama. Lalu bergegas bangkit dengan mengendap-endap untuk memantau keadaan sekitar. Setelah kutengok ke sana ke mari, ternyata tidak ada orang, aku memberanikan diri untuk keluar.

"Dhira!" 

Panggilan itu sungguh mengagetkan sampai aku terlonjak. Begitu menoleh, di belakangku ternyata ada Bang Randi yang tampak sudah bersiap menuju mesjid. Melihat penampilannya yang rapi dan bersih membuatku insecure dengan penampilanku yang acak-acakan khas orang bangun tidur. 

"Eh, Bang Randi. Mau ke mesjid?" tanyaku kikuk akibat menahan malu. 

"Iya. Loh, kamu mau kemana?" tanya Bang Randi. 

"Mau pulang, Bang. Maaf semalam saya ketiduran di sini," ujarku cengengesan. Bahkan entah berapa kali tidak bisa kutahan rasa menguap. 

"Ini terlalu dini jika pulang. Apalagi jalan kaki. Sholat di sini saja," ujarnya dengan ramah. 

Aku heran dengan Bang Randi sekarang. Dia kini bukan yang kukenal dulu dan makin tampak ramah akhir-akhir ini.

"Sepertinya Dhira pulang saja, Bang. Kan naik motor," paksaku lagi. 

"Jangan dulu pulang, salat di kamarku saja," ujar Bang Randi tetap memaksa. Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja tanpa menunggu jawabanku. 

Sekarang aku terduduk di kursi yang sudah ditata rapi. Aku ingin pulang karena sedang menstruasi. Selain itu, aku juga ingin mandi gerah ditubuhku terasa sangat lengket. Dengan sangat terpaksa, aku harus mandi di kamarnya Bang Randi. Lagi pula dia masih salat pasti akan lama pulang.

Kamar pribadi itu berada di dekat mushalla yang dipisahkan dengan gudang tempat penyimpanan stok barang. Tempatnya memang sedikit tersembunyi dan hanya terlihat jika melewati dapur. Bahkan, hanya pegawai yang tahu kalau di sana ada kamar pribadi. 

Aku melewati dapur yang tampak kinclong. Seperti biasa, semua harus dibersihkan terlebih dulu baru pegawai boleh pulang. Tepat di depan kamar Bang Randi, aku sedikit ragu untuk masuk karena merasa sangat lancang. Terlanjur kebelet, aku tidak punya pilihan. 

Maka kuberanikan diri untuk masuk ke kamar Bang Randi. Saat membuka pintunya, ternyata tidak dikunci dan aku langsung masuk, lalu menutup kembali pintunya. 

Saat ini aku juga bingung, apa alasan Bang Randi memintaku untuk menggunakan kamar mandi di kamar pribadinya. Aku sempat mengamati, kamar ini tidak terlalu luas. Apalagi dengan banyaknya buku sehingga mempersempit ruangan. Namun, kamar ini tampak sangat rapi. 

Tatapanku tertuju pada sebuah foto yang dipajang, terlihat seperti foto wisuda. Ternyata itu wisuda Kak Renata. Kulihat tanggalnya sama dengan tanggal wisuda Mawar. Ada juga satu foto Bang Randi yang sedang di pantai. Tatapanku fokus pada objek di belakang Bang Randi. Aku menatapnya dengan lekat, lah bukankah itu, aku? Walaupun wajahku tidak begitu jelas. Kalau tidak salah saat libur sekolah dulu, aku dan Zahra liburan ke pantai. Aku yakin itu hanyalah Poto random.

Di foto itu tanpa sadar aku sedang menatap Bang Randi. Kenapa malah foto seperti itu yang dia pajang, pasti banyak foto lain bersama mahasiswa atau rekan kerjanya. Hanya itu foto yang dipajang, yaitu foto wisuda Kak Rena dan fotonya sewaktu di pantai.

Di kamar itu, aku juga melihat sebuah buku tampak seperti buku diary di tumpukan buku kuliahnya. Sungguh aku penasaran dengan isinya, tetapi harus terhenti saat mendengar suara ponselku yang berdering. Ternyata, hanya alarm. Aku memutuskan harus segera keluar sebelum Bang Randi pulang meski penasaran dengan semua yang ada di kamarnya.

Aku cepat-cepat masuk ke kamar mandi, kemudian sadar kalau sedang tidak salat. Mana deras pula karena menstruasi di hari pertama.

Astaga, mana tidak ada pembalut, apalagi mens di hari pertama deras begini. Aku sedikit menyesal kenapa tidak langsung pulang saja tadi, dari pada bertindak seperti ini sungguh merepotkan. Sebelum mandi, aku terlebih dahulu mengirimkan chat kepada Zahra, siapa tahu dia mau bantu mengantarkan pembalut. Aku malah makin tidak enak merepotkan begini. 

Chat-ku terkirim dan tampak notifikasi centang dua. Pasti sebentar lagi dia akan membalas. Kemudian, aku menepuk jidat, baru ingat kalau Zahra akan bangun saat matahari baru muncul. Aku sudah paham dengan kebiasaannya yang sangat sulit bangun. Salat subuh sering kali dia lewatkan. Aku mengendap-endap menatap dari pintu berharap agar Bang Randi belum pulang. Aman. Akhirnya aku bisa keluar hingga sekarang sudah berada di parkiran.

"Kamu mau pulang sekarang?"

Astaghfirullah. Aku kembali terkejut dengan kehadiran Bang Randi yang tiba-tiba. Mungkin karena terlalu berjaga-jaga, pas ketahuan malah lebih terkejut.

"I-iya, Bang!"

"Perlu diantar?" tanyanya lagi. 

"Gak perlu, Bang," jawabku cepat. Aku sedikit berlari menuju parkiran. Jujur aku tidak sanggup melihatnya. Apalagi tampilan Bang Randi dengan baju Koko. Masya Allah, hatiku berdebar tak karuan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Interaksi
364      287     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Lovebolisme
148      130     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...
Broken Home
29      27     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Da Capo al Fine
275      233     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Surat yang Tak Kunjung Usai
659      444     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Epic Battle
484      377     23     
Inspirational
Navya tak terima Garin mengkambing hitamkan sepupunya--Sean hingga dikeluarkan dari sekolah. Sebagai balasannya, dia sengaja memviralkan aksi bullying yang dilakukan pacar Garin--Nanda hingga gadis itu pun dikeluarkan. Permusuhan pun dimulai! Dan parahnya saat naik ke kelas 11, mereka satu kelas. Masing-masing bertekad untuk mengeliminasi satu sama lain. Kelas bukan lagi tempat belajar tapi be...
The First 6, 810 Day
597      430     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
Liontin Semanggi
1438      869     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Sebab Pria Tidak Berduka
112      93     1     
Inspirational
Semua orang mengatakan jika seorang pria tidak boleh menunjukkan air mata. Sebab itu adalah simbol dari sebuah kelemahan. Kakinya harus tetap menapak ke tanah yang dipijak walau seluruh dunianya runtuh. Bahunya harus tetap kokoh walau badai kehidupan menamparnya dengan keras. Hanya karena dia seorang pria. Mungkin semuanya lupa jika pria juga manusia. Mereka bisa berduka manakala seluruh isi s...
Monokrom
91      78     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...