Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

Ada pemandangan menggelikan di ruang istirahat siang ini. Seseorang terbenam diantara dua tumpukan buku, dan kertas-kertas bertebaran di seluruh permukaan meja.

Oi yang sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah, mendesain kostum drama, dan mengerjakan jurnal ilmiah untuk lomba. Gadis itu harus mempresentasikan semua sketsa desainnya lusa. Hanya desain-desain yang disetujui yang akan dikerjakan bersama pemeran masing-masing karakter.

Sebuah proses yang panjang.

Sedangkan mengenai jurnal ilmiah, tenggat waktunya masih terbilang lama, satu bulan. Tapi untuk beberapa hal, menulis hampir sama seperti mendesain, ada kalanya semuanya berjalan seperti air sungai yang mengalir deras, ada kalanya seperti sungai yang sedang kekeringan.

Sedangkan bagi Oi saat ini adalah fase air sungai mengalir deras.

Ide untuk membuat desain begitu kuat hingga dengan mudah ia menyelesaikan beberapa sketsa sekaligus. Sedangkan yang tidak ideal adalah, disaat otak, dan tangannya sibuk mencoret-coret kertas untuk membuat sketsa, tiba-tiba ide dan kalimat-kalimat yang semula terkunci rapat kini tidak henti-hentinya meluncur dari otak. 

Itu pula yang menjadi salah satu alasan di balik pemandangan aneh di ruang istirahat siang ini. 

Cosplay film Paperman.

Kalau boleh memilih, sebenarnya akan lebih baik jika ide-ide di dalam otaknya ini memutuskan untuk keluar ketika Oi sudah berada di rumah. 

Kenapa? 

Karena beberapa alasan, diantaranya:

Makanan tersedia. Makanan yang ia bawa tadi pagi sudah ludes, sedangkan kantin sekolah tidak menyediakan makan ringan semacam itu. Mereka hanya menyediakan sandwich atau jus buah.

Ada laptop. Jadi dia tidak perlu bekerja dua kali, menulis di kertas lalu diketik ulang di laptop.

Bisa mencari tempat atau posisi duduk yang paling nyaman, tidak seperti karyawan kantor sedang bekerja seperti sekarang.

Tapi bukan Oi namanya jika tidak idealnya suatu tempat menjadi penghalang menyelesaikan tugas. Bahkan ketika ia lupa membawa laptop pun, ia masih bisa melanjutkan menulis jurnal.

Itulah gunanya manusia menemukan kertas dan pena—pulpen dalam kasus Oi—bukan?

Lagipula, ruang istirahat bukannya tidak ideal, jika mengabaikan masalah makanan saja. Sekali lagi, tidak ada salahnya memaksimalkan segala potensi yang ada ketika ide datang tiba-tiba, perlu dicatat, ide-ide cemerlang tidak datang setiap hari.

Terlebih dengan situasi yang sepi, teman-teman sekelasnya memilih untuk pulang ketika jam terakhir diumumkan sebagai jam bebas karena Mrs. Yang hari ini absen. Siswa dari kelas lain mungkin masih di dalam kelas, termasuk Dow. 

Yes, tentu saja, cowok itu menjadi salah satu alasan kenapa Oi bersembunyi di ruang istirahat daripada di kamarnya. Hampir selalu bersama Dow, membuat Oi terkadang merasa aneh jika harus berangkat atau pulang sekolah sendirian. Bahkan rasanya bukan hanya dirinya tapi Dow juga. Cowok itu biasanya memilih untuk menunggunya ketika ia harus pulang terlambat karena rapat bersama anggota tim drama.

Apakah ini semacam membalas budi?

Tidak juga. 

Ketika kau punya teman yang rumahnya bersebelahan, bukankah lebih baik menanti teman saripada naik bus sendirian? Oh ya, hari ini mereka berdua meninggalkan sepedanya lagi dan memilih naik bus. 

Penyebabnya? Ban sepeda Oi kempes sebelum mereka sampai di halte bus, jadi mereka kembali ke rumah, meninggalkan sepeda, dan naik bus.

Nah.

Sekarang, sudah mengerti, kan apa yang terjadi?

“Hei.” 

Oi terlonjak di kursinya, ia tidak mendengar suara langkah kaki tapi tiba-tiba sebuah suara berat mengagetkannya. Sialnya lagi sikunya menyenggol tumpukan buku, membuatnya jatuh berserakan. Beruntung mereka tidak sedang berada di perpustakaan, atau mereka berada dalam masalah. Mrs. Smith, si penjaga perpustakaan yang sama sekali tidak mentolerir kegaduhan di wilayahnya.

“Bisa nggak kalau mau mengganggu orang pakai alarm dulu?” gerutu Oi seraya membungkuk, mengambil buku-bukunya lalu mengembalikan ke meja dengan suara debam keras. 

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Oi. Gadis itu berkacak pinggang dengan mata menyipit curiga. “Kau bolos?”

“Apa yang kau kerjakan?” mengabaikan pertanyaan Oi, Dow menjatuhkan tasnya ke lantai lalu menarik kursi dari meja seberang karena kursi jatahnya meja tersebut terisi oleh tas milik Oi. 

Oh no, kau nggak akan mengabaikanku. Aku tanya apa yang kau lakukan di sini Mister,” ulang Oi.

“Aku tidak bolos oke? Anak-anak tim tari dibebaskan,” jelas Dow. “Aku heran, kau bukan Mom tapi lagakmu sudah melebihi induk ayam,” 

Oi nyengir lebar, seolah bangga dibilang sebagai induk ayam.

“Ini apa?” tanya Dow seraya menyapukan pandangannya ke seluruh meja. 

Sangat berantakan. Oi sadar betul akan hal itu.

“Jurnal,” jawab Oi singkat. Ia kembali duduk di kursinya, siap kembali berperang.

“Yang berhubungan dengan desain kostum panggung?” tanya Dow sambil melambaikan satu lembar sketsa desain.

Dengan cepat, Oi merebut kembali kertas sketsanya. Menjulurkan lidah, Oi kembali mengambil pulpen, siap untuk kembali menuangkan kalimat-kalimat di dalam otaknya ke kertas di hadapannya.

“Bukankah lebih baik kalau kau fokus akan satu hal? Seingatku desainmu akan dirapatkan besok. Kurang berapa desain lagi?” 

Sepertinya Dow tidak tahu caranya menutup mulut, atau cowok itu memang sengaja tidak mau mengunci mulutnya. Ia mengambil sebuah buku ditumpukan, membuka halamannya dengan suara keras.

Grr…

Mencoba untuk mengabaikan suara-suara menyebalkan di sekelilingnya, Oi memaksa otaknya untuk fokus menulis. Setidaknya menyelesaikan satu bab. 

“Kau sudah selesai membuat desain untukku?” Dow mulai lagi. 

Oi diam, hanya tangannya yang tidak berhenti menulis. 

“Ini mungkin tahun terakhir aku menari sebagai siswa sini, aku mau desain yang spesial,” tambah Dow menyebalkan. 

Kali ini Dow mengambil satu buku lagi, melakukan juggling dengan dua buku.

Oi meletakkan pulpennya, menatap Dow datar, namun sepertinya cowok itu tidak sadar, ia masih asyik bermain-main dengan buku di tangannya.

Kenapa lah Dow ini menyebalkan sekali? Iya, iya, dirinya sedang dikejar deadline untuk mengerjakan desain kostum drama akhir tahun. Tapi ketika sebuah ide, dan Oi harus menekankan, karena ini ide untuk bagian dari jurnal yang benar-benar telah membuatnya frustasi selama berhari-hari, jadi bukan sekedar ide biasa mendadak melintas di otaknya, bagaimana mungkin Oi melepasnya begitu saja? 

Lomba jurnal ilmiah ini penting, super penting malah, jika ia benar-benar berniat untuk mewujudkan impiannya menjadi Indiana Jones versi perempuan. Tapi bukan berarti mendesain kostum drama tidak penting. Ketika Oi diberi sebuah tanggung jawab, ia akan berusaha mengerjakannya sebaik mungkin.

Oh, sue her for not being able to focus on one assignment. 

Sebagai catatan, ini bukan kali pertama Oi mengerjakan dua tugas sekaligus. Jadi seharusnya tidak masalah kan? Memang hanya Dow saja yang suka ikut campur.

“Jangan ikut campur,” semprot Oi.

Dow mencebik. “Kau tidak suka orang lain ikut campur urusanmu, tapi kau enteng sekali mencampuri urusanku,”

Karma indeed.

Oi menelungkup di meja. Dow sialaaaaaaan. Sekarang otaknya jadi amburadul. Kalimat-kalimat yang tadinya mengalir sempurna sekarang jadi semacam muncratan air keran. Awal kalimat bagaimana, akhirnya bagaimana.

“Tidak bisakah kau membiarkanku sendirian?” tanya Oi dengan suara teredam buku.

No,”

Jerk,” Oi mengangkat kepalanya, cemberut. 

Oi mengangguk-angguk pada dirinya sendiri. Baiklah, kalau Dow ke mari untuk menganggunya, kenapa dirinya tidak menganggu Dow lagi saja? Nanti ia bisa melanjutkan mendesain di rumah. Untuk rapat besok, dirinya masih kurang lima kostum. Tinggal menanti mana yang disetujui dan perlu revisi, setelah itu tugasnya selesai karena bagaimanapun juga, merealisasikan desain menjadi sebuah kostum siap pakai itu lebih mudah daripada menciptakan konsep dan desainnya. Lalu ia bisa fokus dengan lomba jurnal ilmiah, kalau beruntung ia bisa sekalian mengajukan beasiswa. Yay!

So, what’s new?” tanya Oi. 

Ia mulai memberesi buku-buku dan kertas sketsa. 

“Tentang?” Dow bertanya balik. 

“Dilema kontrakmu,” Oi merebut buku di tangan Dow, memasukkannya ke dalam tas.

“Kau akan memasukkan semua buku-buku ke dalam tas?” tanya Dow. Ia memperhatikan setiap gerak-gerik Oi dengan tatapan setengah takjub setengah geli, terlebih ketika melihat tas Oi yang penuh sedangkan masih ada setumpuk buku ujung meja

Oi mengangguk ke arah buku yang tersisa. 

“Nah, aku akan mengembalikannya ke perpus.”

“Jurnalmu selesai?” tanya Dow lagi.

Oi menatap Dow datar. Ini cowok polos atau tolol? Bukannya dia yang mengacaukan semuanya? Berani sekali bertanya begitu!

“Kalau belum selesai, kenapa beberes?” terkadang Dow memang tidak tahu kapan harus berhenti dan tutup mulut.

Oi berdiri dengan kedua telapak tangan di meja, menatap Dow tajam. 

“Kau yang mengacaukan semuanya jadi jangan pura-pura bodoh.”

Dow nyengir, melambaikan tangan acuh tak acuh. 

“Nah, 1-1. Apa ini berarti kau nggak akan ngotot membicarakan masalah audisiku?”

Oi mengangkat jari telunjuknya. 

Oh, we’re on different case Mister. Jangan dikira dengan begini kau bisa lolos dariku, kau sengaja mengalihkan perhatianku agar nggak menjawab pertanyaanku,” tuduh Oi.

Dow tengadah seraya mengerang sementara Oi mengacungkan tinjunya ke udara penuh kemenangan.

“Kau nggak akan menang melawanku. Lagipula, aku nggak mengacaukanmu, aku hanya membantumu membuat keputusan yang terbaik,” ujar Oi. Senyum lebar tidak meninggalkan wajahnya. “Aku ke perpus dulu,” pamit Oi seraya meraup setumpuk buku di meja.

Tanpa banyak omong Dow bangkit bermaksud meraih tas Oi ketika gadis itu berkata. 

“Nggak perlu, aku nanti kembali lagi,” tolak Oi.

Dow mendengus. “Kenapa harus bolak-balik kalau bisa sekali jalan—“ Dow mendelik ketika mengangkat tas Oi. “—Kau mengisinya dengan batu?” 

Oi sontak merengut. 

“Kubilang nggak perlu membawanya!”

Sekali lagi, Dow mengabaikan Oi dan menyelempangkan tas milik gadis itu di bahunya.

Damn, bagaimana bisa kau membawa tas seberat ini setiap hari?”

“Nggak setiap hari,” bantah Oi.

“Pernah dengar internet? Atau E-book?” tanya Dow.

“Pernah dengar aroma buku? Lagipula, seberapa tua usia internet dibandingkan dengan buku?” Oi balas bertanya.

“Baiklah, baiklah, terserah kau. Aku hanya kasihan dengan tasmu.”

Oi menoleh ke belakang dengan kedua alis terangkat tinggi-tinggi.

“Aku sih masa bodoh dengan punggungmu, tapi kalau selempang setipis ini?” Dow menunjuk selempang di bahunya. “Aku kasihan kalau sampai putus.”

Oi mengatur buku untuk dipeluk satu tangan, sedangkan tangan lainnya mengacungkan jari tengahnya ke wajah Dow.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Titik
355      237     0     
Romance
Ketika semua harapan hilang, ketika senyummu menjadi miliknya. Tak ada perpisahan yang lebih menyedihkan.
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
508      352     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Contract Lover
12818      2716     56     
Romance
Antoni Tetsuya, pemuda mahasiswa kedokteran tanpa pengalaman romansa berusia 20 tahun yang sekaligus merangkap menjadi seorang penulis megabestseller fantasy komedi. Kehidupannya berubah seketika ketika ia diminta oleh editor serta fansnya untuk menambahkan kisah percintaan di dalam novelnya tersebut sehingga ia harus setengah memaksa Saika Amanda, seorang model terkenal yang namanya sudah tak as...
love is poem
1769      994     4     
Romance
Di semesta ini yang membuat bahagia itu hanya bunda, dan Artala launa, sama kaki ini bisa memijak di atas gunung. ~ ketika kamu mencintai seseorang dengan perasaan yang sungguh Cintamu akan abadi.
Sepi Tak Ingin Pergi
665      402     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Imajinasi si Anak Tengah
3078      1654     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5940      1590     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
THE DARK EYES
732      414     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
PATANGGA
919      623     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Yu & Way
190      153     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...