Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

“B+!” seru Mr. York sambil memberi applause ketika Dow, Will, dan Tom selesai mendemostrasikan koreografi untuk festival. “Good job, kurasa koreo ini akan mendapat pujian dari penonton tapi banyak protes dari anak drama karena cukup sulit.”

Dow terkekeh, Tom yang sedang meneguk air dari botol nyaris menyemburkan minumnya sedangkan Will, menjentikan jarinya, you’re-not-wrong-sir! 

All in all, it’s amazing,” tambah Mr. York.

“Bagaimana dengan kemungkinan untuk lolos presentasi?” tanya Dow.

“Kalau kau bertanya pendapatku? Tentu lolos, tinggal menyesuaikan dengan pace, dan ceritanya.”

“Guru yang lain?” tanya Tom.

Mr. York mengangkat bahu. “Kurasa antara kagum dan takut koreonya terlalu sulit.”

“Baguslah, setidaknya kita tahu bagaimana prospeknya,” Dow terkekeh.

“Baiklah, kita akhiri latihan hari ini. Dow dan Will, jangan lupa besok presentasi. Oh Dow, jangan pulang dulu, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” pinta Mr. York. 

Dow yang sedang meneguk air putih di pinggir studio bersama anggota klub tari yang lain hanya mengangguk mendengar permintaan guru tarinya tersebut. Tidak lama kemudian satu per satu rekan-rekan satu timnya meninggalkan studio hingga yang tersisa hanyalah Dow dan Mr. York. 

“Apa kau sudah memutuskan sikap mengenai kontrak kemarin?” 

“Saya masih berpikir untuk tidak menerimanya,” aku Dow jujur. “Apa masalah ini yang ingin Anda bicarakan dengan saya?”

Nah, not entirely,” Mr. York mengangguk.

Hati Dow mencelos. Otaknya berdesing mencari jalan keluar untuk menghindari pembicaraan ini. 

“Sebenarnya ada seseorang yang ingin bertemu denganmu,” kata Mr. York sembari membuka ponselnya lalu dengan cepat mengirim pesan entah pada siapa. “Aku tahu kau tidak berencana membawa bakat tarimu ke jalur pro,” tambah Mr. York, masih dengan perhatian terfokus pada ponsel di tangannya. “Tapi Dow, aku ingin kau tetap bertemu dengan orang ini, dan sisanya? Kau bisa pilih apa yang terbaik untukmu.”

“Boleh saya tahu siapa yang akan saya temui?’ tanya Dow hati-hati. 

Mr. York memang sudah tahu dari awal jika Dow hanya menari sekedar hobi dan tidak akan berlanjut ke arena profesional. Beliau juga tahu rencana Dow mengenai kelanjutan studinya yang tidak berhubungan dengan seni, apalagi tari. Jadi, mempertemukan Dow dengan seseorang ini membuat Dow terbelah antara merasa tidak nyaman dan penasaran. Terlebih lagi, sepanjang minggu ini Dow merasa dikeroyok, dan dipojokkan oleh semua orang disekelilingnya mengenai audisi. Tapi sekali lagi, Dow mengenal Mr. York, jika melakukan sesuatu, beliau pasti sudah memperhitungkannya masak-masak, selain itu, pasti penting.

Jadi apa yang begitu penting dengan pertemuannya dengan seseorang ini?

Jawaban Mr. York terhenti oleh suara ketukan pintu studio yang terbuka lalu diikuti seorang pria berperawakan besar dan tegap, berambut pendek—mungkin seusia Mr. York—masuk ke studio. 

Rahang bawah Dow terlepas dari engselnya, meluncur jatuh ke lantai studio.

Ed Han.

Ed Han berdiri di tengah-tengah studio tari Hills High. 

Ed Han, salah satu penari terjenius abad ini. Seniman tari yang tidak hanya mengandalkan teknik yang nyaris sempurna, tapi juga hati. Dow pernah membaca sebuah artikel di mana seorang kritikus tari memuji Ed Han dengan sebuah kalimat;

When the singer was singing with their voice, then Ed Han was singing with his moves.

Kalimat yang begitu kuat pengaruhnya untuk membentuk pola pikir Dow sebagai penari. Dirinya selalu ingin bernyanyi dengan gerakan tubuhnya ketika berada di atas panggung. Menyampaikan makna cerita koreografinya kepada penonton.

 Tapi ada hal lain yang menggelitik, aura Ed Han saat ini, saat beliau berdiri kurang dari dua langkah di depannya tersebut Dow merasa semakin tidak enak, bukan dalam arti yang buruk, psycho atau semacamnya, tapi pria ini membuat Dow merasa melihat dirinya sendiri … Di atas panggung. 

Benar-benar tidak masuk akal. 

Pesona seorang Ed Han memang luar biasa. Berdiri di beberapa langkah dari Ed Han, Dow bisa memastikan jika pujian kritikus tersebut tidak berlebihan.

“Hai Ed,” sambut Mr. York seraya menjabat Ed Han dengan hangat lalu mengisyaratkan pada Dow untuk mendekat. “Ed, perkenalkan, ini siswa yang kau bilang mengingatkanmu pada seseorang, Dowell Watts,” Mr. York tersenyum pada Dow. “Kau tahu Ed Han, kan?”

Dow mengangguk malu.

Ternyata seorang Dow pun bisa malu-malu ketika bertemu dengan idolanya.

“Akhirnya aku bisa bertemu denganmu,” kata Ed Han. 

Beliau menjabat Dow erat. Senyum lebar menghiasi wajahnya. Dow berani bertaruh, ia melihat betapa Ed Han sangat antusias bertemu dengannya.

“Mungkin kau tahu penari Ed Han, atau 3 CG Ent talent and art director, tapi yang tidak kau tahu adalah Eddie Han, seorang pria biasa yang dulunya membenci tari,”

Dow ternganga. Pertama karena Ed Han adalah 3 CG Ent talent and art director, seketika perutnya berputar tidak nyaman. Kedua, Eddie Han membenci tari?

Membenci?

Yang benar saja!

“Senang bertemu dengan Anda, Mr. Han,” Dow menyambut jabat tangan Ed Han.

“Ed, cukup panggil aku Ed,” senyum lebar Ed Han masih belum meninggalkan wajahnya, ditambah lagi beliau masih belum melepaskan tangan Dow.  

“Ed adalah juri utama audisi kemarin. Dia ingin melihatmu menari secara langsung,” jelas Mr. York.

Kekaguman dan semangat Dow sontak turun dari skala 10 ke 0 dalam waktu sepersekian detik. Reaksi perutnya tidak salah.

“Maaf saya tidak tertarik dengan audisi. Ada yang salah dengan audisi saya kemarin. Saya minta maaf untuk itu, Dad memberikan video saya kepada seseorang bernama Lucas tanpa seizin saya,” jelas Dow sesopan mungkin. 

Bagaimanapun juga Mr. York tidak tahu menahu mengenai video dan seseorang bernama Lucas, rasanya tidak adil kalau ia mempermalukan gurunya tersebut.

Alih-alih tersinggung atau semacamnya, Ed Han malah tersenyum semakin lebar—kalau mungkin, plus, akhirnya beliau melepaskan tangan Dow. 

Phew! 

“Aku suka dia,” ujarnya seraya mengangguk-angguk pada Mr. York.

Dow masih berpikir untuk mengklarifikasi mengenai video audisi ketika Mr. York berkata. 

“Ed sudah tahu soal video itu,” kata Mr. York sambil mengambil tiga kursi lipat untuk mereka bertiga.

Kening Dow berkerut dalam. Sudah tahu tapi masih ingin bertemu dengannya?

“Lucas adalah bosku,” kata Ed Han ketika mereka bertiga duduk saling berhadapan.

Lucas adalah bosnya Ed Han, Dow berusaha mencerna informasi yang barusan ia terima. Untuk sepersekian detik, Dow teringat reaksi Oi ketika mengetahui dirinya lolos audisi tanpa datang ke sana. Sekarang ia pun tahu bahwa Dad berteman dengan bosnya Ed Han. Benar, dirinya adalah si bangsat yang beruntung.

“Maaf, tapi video tersebut adalah sebuah kesalahan. Saya benar-benar tidak tertarik dengan kontrak apapun sebagai penari profesional,” kata Dow.

“Keputusan yang cepat,” sekali lagi Ed Han mengangguk, entah setuju dengan ucapan Dow atau punya pemikiran yang lain, lalu kembali berkata pada Mr. York. “Tidakkah kau merasa kalau dia ini benar-benar sama sepertiku?” 

Mr. York tertawa namun tidak berkata apa-apa, jadi Ed Han kembali mengalihkan perhatiannya pada Dow. 

“Kau mengingatkanku pada diriku semasa muda dulu Anak Muda. Jadi katakan padaku apa yang membuatmu tidak tertarik menjadi penari profesional?” tanya Ed Han.

Ah, jadi itu sebabnya Dow merasa bisa melihat dirinya di dalam diri Ed Han. Bukankah tadi beliau menyebutkan jika Eddie Han membenci tari? Di satu sisi, ada rasa penasaran mulai menyeruak ke permukaan. Tapi di sisi lain, Dow benar-benar ingin jika pertemuan ini segera berakhir.

“Saya punya rencana yang lain,” jawab Dow enggan.

“Yaitu?” kejar Ed Han.

“Dokter hewan.”

“Ah,” Ed Han tersenyum penuh arti. “Cita-cita masa kecil?” 

Dow mengangguk. 

“Kau lebih masuk akal daripada aku dulu,” aku Ed Han. “Dulu, aku tidak mau menari karena bagiku menari itu sissy. Pria dan tari tidak bisa berada dalam satu kalimat, apalagi balet. Sexist? Yes, I was, tapi sejujurnya, aku tidak tahu jika hal tersebut adalah salah. Aku terlahir di lingkungan dan norma seperti itu. Bahwa pria harus menjadi pria, jadi menari sama sekali tidak ada di dalam kamusku. But the joke was on me, karena gadis yang kusukai—sekarang menjadi istriku.” Ed Han mengedipkan satu matanya. “—Adalah anak tari dan salah satu rival terberatku sampai sekarang. Bisa kau bayangkan betapa geramnya diriku. Tapi tidak mengapa, sekarang aku mendapatkan semua yang pernah kuimpikan—bahkan juga hal-hal yang tidak pernah kuimpikan sebelumnya—dari tari. Sekarang, aku tidak bisa hidup tanpa tari.”

“Aku menari karena suka. Itu saja,” aku Dow.

“Aku mengerti. Sangat-sangat mengerti,” Ed Han mengangguk-angguk. 

“Jadi Anda berdua adalah … teman?” tanya Dow seraya menatap Mr. York dan Ed Han bergantian. Berusaha mengalihkan percakapan dari topik tari.

“Nah, dulu Ed Han adalah tandemku, cedera punggung membuatku berhenti menari profesional, jadi … di sini lah aku sekarang menjadi guru tarimu,” jelas Mr. York.

Good old days,” Ed Han tersenyum bangga. “Jadi, sejak kapan kau menari?”

Ah damn, so much to say to steer the topic off. Dengan mudahnya topik pembicaraan kembali padanya dan tari, dalam hati Dow mengerang frustasi.

“Sejak aku berusia 8 tahun.”

“Wah, sudah cukup lama ya? Karena orang tua?” 

“Dad suka melihatku menari,” Dow mengangguk.

“Daddy-mu seorang penari?” tanya Ed Han lagi.

“Bukan,” Dow menggeleng. “Beliau pemilik galeri seni,”

Ketika Dow tidak bisa membayangkan Dad menari di panggung, namun yang mengherankan dirinya adalah, ia bisa membayangkan Dad berada di bisnis tari, entah itu menjadi sutradara panggung atau produser pertunjukan tari, atau bahkan musikal.

Mungkin karena bisnis Dad saat ini juga berhubungan dengan seni, hm….

“The Dream?” 

“Anda tahu galeri tersebut?” tanya Dow terkejut. 

Galeri milik Dad termasuk galeri kolektor, bukan murni komersial. Kalau dipikir-pikir lagi, agak mengherankan Dad bisa mempunyai kehidupan finansial yang stabil ketika banyak orang menganggap bekerja dibidang seni—terlebih kolektor—bukanlah pilihan yang bijak karena tidak ada kestabilan dan keamanan finansial. Tapi Dad justru membuktikan jika pendapat tersebut berkebalikan. Bisa jadi kerena itu pula Dad mendorong Dow untuk menjadi penari. 

“Boy, hanya ada dua galeri di sini. Aku mengenal pemilik salah satunya, jadi Ayahmu pemilik galeri yang lain, kan? Dan lagi, kau menyebutkan bosku berteman dengan daddy-mu.”

Ah masuk akal, Dow mengangguk. 

“Jadi Daddy-mu yang mengirimmu ke sekolah tari?” 

Dow sekali lagi mengangguk. 

“Balet?”

“Ya, balet. Seperti orang tua pada umumnya,” Dow tertawa.

“Tapi pada akhirnya kau menyukai tari karena tari itu sendiri bukan?” 

“Setelah beberapa waktu, saya yang berinisiatif belajar tari, termasuk genre yang saya pilih. Dad hanya mengurus formalitasnya. Awalnya balet, tapi kemudian saya belajar berbagai genre. Apalagi di sini, meski bukan sekolah khusus seni, tapi ekstrakurikuler tari sangat bekembang. Siswanya juga berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jadi menguntungkanku.”

So, bisakah kau menari untukku? Apa saja, freestyle atau terserah kau,” pinta Ed.

Smooth.

Sangat mulus Mister.

Sekarang ia tidak bisa keluar dari jalan mana pun.

“Saya tidak suka freestyle,” aku Dow.

 “Baiklah, terserah kau akan menari apa, yang penting aku bisa melihatmu menari,” Ed Han mengedikkan bahu. 

Dow terdiam. Dia bisa saja menunjukkan tarian yang baru saja ia tunjukkan pada Mr. York, tapi hatinya mengatakan bahwa sebaiknya ia memilih untuk menarikan tarian rahasianya. 

“Baiklah, saya akan menarikan tarian pribadi. Tarian ini mejadi dasar konsep untuk sesi solo saya di festival sekolahyang kami latih satu minggu ini. Salah satu koreografi utama untuk festival sekolah.”

Dow bisa melihat bahwa Mr. York terlihat sama antusiasnya dengan Ed Han, kedua pria tersebut menarik kursi minggir keluar garis putih yang menandai ruang tari, memberi ruang pada Dow untuk menari. Sementara Dow menyalakan musik dan bersiap-siap. 

Dow tidak punya waktu untuk memperhatikan reaksi Mr. York dan Ed Han ketika intro lagu Dizzy bergema di studio. Untuk beberapa menit selanjutnya, yang terdengar hanyalah alunan musik dan Dow yang tenggelam di dalamnya. Dengan gerakan yang luwes namun bertenaga, Dow seolah ikut bernyanyi dengan gerakan tubuhnya. Ketika musik berhenti, sontak Ed Han bertepuk tangan. Dari sorot matanya, Dow tahu jika dirinya berhasil melewati standar pria tersebut.

Bukan langkah yang bijak jika ia berniat menolak kontrak. This was more than complicated.  

Ed Han mengeluarkan amplop cokelat dari saku dalam jasnya, mengulurkannya pada Dow yang tengah mengusap keringat di dahinya dengan bagian belakang telapak tangannya. 

“Ini rancangan kontrak baru. Berbeda dengan kontrak yang kuberikan sebelumnya. Terima kasih sudah menari untukku. Dan tidak. Jangan tolak sekarang. Baca, pelajari dan pertimbangkan dulu. Kau punya waktu tiga minggu terhitung hari ini untuk memikirkannya. Dokter hewan tidak buruk, tapi menjadi artis profesional juga keren.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
TRAUMA
123      108     0     
Romance
"Menurut arti namaku, aku adalah seorang pemenang..akan ku dapatkan hatimu meskipun harus menunggu bertahun lamanya" -Bardy "Pergilah! Jangan buang waktumu pada tanaman Yang sudah layu" -Bellova
In the Name of Love
726      442     1     
Short Story
Kita saling mencintai dan kita terjebak akan lingkaran cinta menyakitkan. Semua yang kita lakukan tentu saja atas nama cinta
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1678      785     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
Kaca yang Berdebu
94      75     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
For One More Day
489      343     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Invisible
727      456     0     
Romance
Dia abu-abu. Hidup dengan penuh bayangan tanpa kenyataan membuat dia merasa terasingkan.Kematian saudara kembarnya membuat sang orang tua menekan keras kehendak mereka.Demi menutupi hal yang tidak diinginkan mereka memintanya untuk menjadi sosok saudara kembar yang telah tiada. Ia tertekan? They already know the answer. She said."I'm visible or invisible in my life!"
Stars Apart
631      440     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
Laci Meja
496      334     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
Zo'r : The Scientist
20358      3534     38     
Science Fiction
I will be inactive for some months due to the school's passing exams. [WILL BE REVISIONED] Zo'r The Series Book 2 Book 1 - Zo'r : The Teenagers Bumi selamat, tetapi separuhnya telah hancur berantakan. Zo'r yang kini hanya ber-6 kembali kehidupan lama mereka, tetapi sesuatu kembali terjadi. Terror-terror mulai berdatangan kepada mereka, mengganggu kehidupan mereka, sehingga Iustum harus ik...
TANPA KATA
18      17     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.