Minggu pagi itu suasana rumah sudah rusuh. Zindy sibuk menyiapkan jualan buah potong. Dia ingin segera memulai usahanya. Tidak ada lelah dalam benaknya, hanya teringat dana agar dia bisa kuliah.
“Zean! Jangan makan banyak-banyak itu buat dijual!” Zindy gemas melihat Zindy terus mencomot potongan buah melon.
“Aku cuma mencoba. Siapa tahu nggak enak.” Zean mencari alasan.
“Aku juga mau ikut.” Kalib keluar dari kamarnya. Dia membawa stiker yang dipesan Zindy. “Untung di kota ini ada tempat print stiker yang buka 24 jam. Ide kayak tahu bulat dadakan mana bisa terwujud.” Kalib mulai membantu memasang stiker di cup buah yang sudah disusun rapi.
“Iya, Bang. Maaf kalo dadakan hehehe. Mau jualan sekalian refreshing. Sama jogging juga.” Zindy mulai memasang stiker juga.
“Zean mau ikut!” Rengek Zean pada Zindy.
“Kakak mau jualan. Kamu nanti belum apa-apa udah minta pulang!” Zindy cemberut nampak tak suka.
“Dia bisa jadi kameramen. Aku juga mau bikin vlog buat upload di akun Yutub-ku. Iya, kan Dek? Nanti bantu Abang take video ya?” Kalib berusaha menengahi.
“Iya, Kak. Aku nggak nakal. Janji nggak bakal minta jajan. Nggak bakal minta pulang!” Zean menyodorkan janji jari kelingking.
“Baiklah, nanti boncengan sama kakak bawa buah. Janji ya nggak nakal!” Zindy membuat janji jari kelingking dengan adiknya.
Zindy berangkat menuju ke area sunday morning. Dia berangkat dengan motor usang berboncengan dengan adiknya. Kalib juga ikut dengan membawa motornya. Suasana sunday morning sudah nampak ramai. Banyak orang lalu lalang di area itu.
“Tunggu, harus pake ini dulu biar ada penarik perhatian!” Zindy mengeluarkan bando pita fragile yang jadi ciri khasnya pada saat live. Dia memakai pita tersebut.
“Aku juga mau pake, Kak!” Rengek Zean.
“Kamu cowok. Pakenya di tangan aja.” Pergelangan tangan Zean dipakaikan pita fragile. Itu adalah pita yang pernah diberikan oleh Rara.
“Aku juga pakai deh, hihihi.” Kalib memasang pita fragile merah itu di salah satu tangannya.
“Aku gugup ini pertama kalinya jualan di sunmor (sunday morning). Laku nggak ya?” Zindy ragu.
“Usaha dulu. Rejeki pasti akan datang. Oh ya, jangan lupa berdoa!” Kalib memgingatkan.
Ya Tuhan, tolong izinkan dagangan hari ini laku. Zindy butuh uang buat masuk kuliah. Tolong mudahkan, izinkan dan wujudkan.
“Ayok!” Kalib mengajak masuk. “Ramai juga ya. Banyak pedagang makanan. Ada juga yang jualan aksesoris, tas dan pakaian.” Matanya antusias mengamati suasana pagi itu. Kalib mengabadikan suasana itu dengan kamera smartphone-nya.
“Dek, bantu Kakak ambil video buat vlog!” Zindy menyerahkan smartphone-nya pada Zean.
“Siap, Kak!” Zean nampak antusias. Dia mengarahkan smartphone itu dalam mode kamera depan. “Hay Gaes, welcome to … ah, kakakku vlog. Hari ini Kak Zindy barh jualan di sunmor. Ini Gaes, pasangan sunmor of the day. Kak Zindy dan Bang Kalib. Liat tuh …. chemistry-nya kayak sambel dan keripik! Hehehe!” Zean dengan kocak dan lantang membuat vlog itu.
“Zean!” Suara Zindy meninggi. Dia merasa canggung dengan kelakukan adiknya itu. Rasanya ingin menghilang saja dari hadapan Kalib.
“Lucu,nih. Ide bagus buat dimasukin akun Toktok. Sudut pandang yang berbeda versi adeknya. Sini, aku aja yang bantuin!” Kalib mengambil alih.
“Buah-buah. Ayo Kak yang mau sehat yang mah semangat! Ada buah potong! Harga henat nggak bikin kantong kering. Buah-buah, segar seperti diambil dari kebun!” Zindy berusaha menawarkan dagangannya.
“Wah, Kakak Pita Fragile ya!” Seseorang remaja mengenali Zindy.
“Halo Kak. Iya, aku Zindy. Si Kakak Pita Fragile. Ayo kak dibeli buahnya. Dijamin menghempas semua lelah di hati!” Zindy menawarkan dengan gaya kocaknya.
“Mau deh kak! Stikernya lucu. Buat semangat hari ini!” Remaja itu membeli dagangan Zindy. Ada stiker bertuliskan buah sehat, buat semangat.
“Makasih. Murah kok lima ribu rupiah aja! Semangat buat hari ini!” Zindy tersenyum.
“Wah, Kakak Pita Fragile. Jualan juga ya di sunmor.” Nampak remaja lain ikut menghampiri Zindy.
“Iya, Kak. Masih ada banyak pilihan untuk menghempas gundah hari Senin. Ada melon, semangka dan buah naga. Murah, Kak. Nggak bikin kantong jebol!” Zindy antusias menawarkan dagangannya.
“Aku mau, Kak. Beli tiga, deh.” Remaja itu turut membeli dagangan Zindy.
“Kayaknya kalo mau dimasukkan ke mini vlog segini aja cukup deh. Udah ada part yang beli buah. Sama scene kamu jualan pakai pita.” Kalib berhenti merekam video.
“Iya, Bang. Nanti ditambahin lagi aja. Kalo ada ide.” Zindy berhenti sejenak. Dia menatap video di smartphone-nya. “Lanjut lagi deh. Tanggung nih. Baru berapa langkah juga!”
“Iya, tapi capek juga nggak pernah jalan. Biasanya naik motor terus.” Kalib meminum air yang ada di tumblernya.
“Harus rajin olahraga sedari muda makanya!” Zindy lanjut berjalan lagi.
“Kamu nggak pernah kehabisan ide ya, Nona Wirausahawan Muda!” Terdengar suara yang familiar.
“Leon!” Zindy langsung mengenali suara itu. Nampak Leon datang dengan keringat keluar dari wajahnya. Dia datang dengan jersey abu-abu yang basah karena keringat. Senyumnya tetap menawan seperti biasanya. “Wah, takdir ya. Bisa ketemu kamu di sini. Padahal niatku cuma jogging di sunmor!”
“Zindy, kamu capek ya. Keringatmu di lap dulu!” Kalib tak menghiraukan kedatangan Leon. Dia dengan santai menyeka keringat di dahi Zindy dengan tisu.
Aih, ada saingan. Dia kayaknya cowok yang nemenin Zindy di YBL waktu itu. Siapa sih cowok ini. Sok perhatian banget.
“Makasih, Bang.” Zindy merasa dag dig dug dengan perhatian yang diberikan Kalib.
“Cie cie cie. So sweet deh, Kak. Kapan Kakak jadian sama Bang Kalib?” Goda Zean melihat peristiwa itu.
“ZEAN!” Mata Zindy melotot ke arah Zean.
Sumpah malu banget. Rasanya pengen menghilang ke dalam tanah aja. Aduh, mana ada Leon juga.
“Kamu fokus aja makan es krimmu! Nanti meleleh!” Kalib menyeka mulut Zean yang kotor penuh es krim.
“Dia adik dan kakakmu?” Tanya Leon santai.
“Iya. Dia Zean, adik kandungku. Oh ya, dia Bang Kalib, ehm … anaknya sahabat ibuku.” Zindy berusaha menjelaskan dengan kalimat paling sederhana.
“Kakak ini temennya kakakku ya?” Zean menatap Leon. “Kalo teman aku izinkan. Kalo gebetan, nggak boleh. Kakakku udah punya Bang Kalib!”
“ZEAN!” Teriak Zindy lagi. “Maaf ya, Adekku emang suka gitu. Bercanda nggak jelas.” Zindy semakin canggung.
“Namanya juga anak-anak. Buahnya manis kayak kamu kan? Aku beli, deh!” Leon menyodorkan uang kepada Zindy.
“Buahnya dijamin manis. Segar habis beli dari pasar.” Kalib mengambil uang dari tangan Leon. “Mau buah apa? Tangan Zindy baru sibuk bawa nampan.”
“Aku mau melon, semangka sama naga. Kenalin, aku Leon. Kita belum pernah ketemu. Kamu nemenin jualan ya?” Leon ingin tahu.
“Mungkin nemenin mungkin juga jagain….” Kalib memberikan uang kembalian kepada Leon.
“Oh, jagain. Jagain dari apa? Di sunmor ramai. Harusnya aman sih kalau mau jualan. Nggak bakal ada preman yang ganggu.” Leon menatap tajam Kalib.
Jagain dari cowok sok imut sepertimu. Zindy itu rapuh. Tidak cocok jika hanya jadi pelarian.
“Jagain hatinya kakakku lah. Kakakku kan cantik. Pasti banyak yang naksir!” Ujar Zean.
Astaga, mau ditaruh mana wajahku. Ingin rasanya kubawa pulang anak ini. Zean, kau membuat kakak malu!
“Adekmu lucu, Zin. Eh, ada topi lucu. Aku beliin ya buat kamu!” Leon membeli sebuah topi warna hitam untuk Zindy. “Biar nggak panas kena matahari….” Leon hendak memakaikan topi itu di kepala Zindy.
“Zindy tangannya sibuk bawa nampan. Aku udah siapin payung. Jaga-jaga kalau kepanasan.” Kalib mengeluarkan payung lipat dari dalam tasnya. Dia lalu memayungi Zindy. Makasih topinya, sini aku bantu bawain!”
Ini cuma perasaanku aja. Atau memang Leon dan Bang Kalib memperebutkanku? Ibu, Zindy pengen hilang aja.
“Makasih Leon. Aku mau lanjut jualan dulu.” Sahut Zindy netral.
“Oke, semangat jualannya. Nona Wirausahawan Muda, aku balik dulu ya. Jangan lupa makan cemilan dariku kemarin ya. Aku tunggu review-nya!” Leon mengedipkan mata sebelah kanannya pada Zindy.
“Kamu dapat apa dari Leon?” Tanya Kalib dengan tatapan tak suka.
“Hah?” Zindy begong.
“Ah, maksudku dapat berapa jualannya hari ini?” Kalib mengalihkan pembicaraan.
“Ehm, udah ada separuh lebih sih yang terjual. Makasih, Bang. Udah ngasih payung ke Zindy. Kayaknya nggak begitu terik kok.”
“Ah, ya. Kalau begitu aku lipat aja. Kamu capek kan bawa nampannua? Aku bantu bawa ya!” Kalib mengambil nampan di tangan Zindy.
“Padahal nggak terlalu capek. Abang pasti kepanasan ya? Topinya dipake aja.” Zindy memakaikan topi pemberian Leon ke kepala Kalib.
“Nanti fans kamu protes nggak?” Kalib ragu memakai topi itu.
“Nggak. Kan barangnya emang buat aku. Dia nggak bakalan protes.” Zindy memakaikan topi itu ke kepala Kalib.
“Tuh kan, bener. Pasangan sunmor of the day. Udah, Bang. Tembak kakakku sekarang!” Goda Zean.
Ini anak! Pengen aku bawa pulang aja. Malu banget sumpah.