Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simfoni Rindu Zindy
MENU
About Us  

“Hari ini udah jualan lagi?” Rara menatap keranjang hijau yang dibawa di tangan Zindy. 

“Iya, aku mau jualan lagi. Demi masa depan, Ra. Kata Ibu harus hemat. Biar uang kuliah semester pertama bisa terkumpul.” Zindy duduk di kursi yang ada di samping Rara. 

“Aku ada alasan cuci mata lagi, hehehe. Nanti aku temenin!” Rara mulai membayangkan cowok ganteng di kelas sebelah..

“Boleh. Oh ya, aku mau melunasi sisa hutangku. Makasih, ya.” Zindy menyerahkan sebuah amplop kepada Rara. 

“Sama-sama. Eh, apaan nih, Zin!” Rara menemukan gelang tali dengan bola emas di bagian tengah kelopak bunga plastik itu. Ada sebuah surat warna pink juga. Rara membaca surat itu. Itu adalah surat tanda pembelian perhiasan emas. “Zin, kamu salah ngasih amplop ya. Ini kok ada gelang talinya? Ino mahal lho!” Rara hendak mengembalikan gelang itu. 

“Itu buat kamu, Ra!” Zindy memasangkan gelang itu ke tangan Rara. “Ini tanda terima kasih dariku. Anggap aja kita kembaran. Nih, aku juga punya.” Zindy memperlihatkan gelang tali warna pink yang sama. Gelang itu terpasang di pergelangan tangan kanannya. “Kamu yang ada waktu aku jatuh. Pinjamin modal buat jualan. Motivasi waktu aku nggak pede jadi affiliate. Sampai sekarang bisa di notice brand sekelas Emcaya. Diterima ya tanda persahabatan sederhana dari aku!” 

“Iya, aku terima!” Rara memeluk Zindy. “Kita sahabatan terus ya. Sampai nenek-nenek dan punya cucu pokoknya! Habis lulus nggak boleh lost contact.” Rara tersenyum.

Bel elektrik tanda jam istirahat sudah berbunyi. Zindy segera membereskan alat tulisnya. Nampak anak-anak di kelasnya menyerbu ke tempat duduknya. 

“Warung Zindy udah buka ya?” Sella menyapa dengan ramah. 

“Iya,nih. Udah buka. Ayok, yang lapar boleh, lho jajan.” Zindy mulai menawarkan jajan dagangannya. 

Membandingkan takdir dengan orang lain takkan ada ujungnya. Hanua akan ada ketidakpuasan, iri dan sakit hati. Lebih baik aku mengusahakan apa yang bisa diusahakan sambil terus memohon pada Tuhan. Agar takdirku cerah di masa depan. 

“Boleh, aku kebetulan malas jalan ke kantin.” Dhea nampak memborong dagangan Zindy. 

“Aku juga mau deh.” Vira menyodorkan uang dan memilih cemilan. 

“Makasih sudah melarisi warungku, Gaes. Aku mah ke tata usaha dulu ya.” Zindy beranjak keluar dari kelas. Dia menyimpan uang pemberian Ibu ke dalam keranjangnya. 

“Mau ke kelas sebelah mana dulu?” Rara penasaran. 

“Aku mau ke tata usaha dulu. Mau melunasi SPP yang menunggak.” Langkah kaki Zindy dipercepat. Dia tak ingin ads kesalahan yang bisa membuat uang sebanyak itu hilang. 

“Ya udah, aku temenin.” Rara berjalan di samping Zindy. 

Dulu ruang tata usaha adalah ruang yang paling Zindy takuti. Ada perasaan resah saat melihat ruangan itu. Perasaan akan kapan tagihan SPP-nya terbayar. Dia terus merasa dihantui perasaan itu. Beban berat itu rasanya lebih berat dibandingkan berat buku sekolah di tas gendongnya. 

“Bu, mau membauar tagihan SPP.” Ujar Zindy saat menghadap petugas tata usaha. 

“Wah, Zindy. Ibu dengar ayahmu meninggal dunia ya. Turut berduka cita ya.” Ibu itu mengecek data tagihan di komputer. Zindy mengeluarkan uang dari dalam dompetnya. Lembaran yang cukup tebal. 

“Makasih, Bu. Mohon doanya buat ayah saya.” Sahut Zindy lirih. 

Ayah, terima kasih. SPP-ku lunas berkat hasil kerjamu. Maaf dulu pernah membencimu. Zindy janji bakal sekolah yang rajin. Nggak akan pernah bolos. Ayah pasti mengumpulkan uang ini dengan susah payah. Pasti sambil menahan rasa sakit di tubuh Ayah. 

“Tagihannya sudah lunas. Besok kalo sudah kelas dua belas coba cari beasiswa buat kuliah ya. Jangan khawatir, banyak beasiswa buat jenjang perkuliahan.” Petugas tata usaha itu menyerahkan kwitansi pembayaran kepada Zindy. 

“Baik,Bu. Ini juga saya masih usaha mengumpulkan uang buat kuliah juga.” Mata Zindy terus menatap kuitansi itu. Kata lunas menjadi kata yang dia tatap berulang kali. Seolah separuh beban di hatinya bisa lega. 

“Kamu kenapa kok nangis?” Rara kaget. 

“Akhirnya bisa lunas, Ra!” Zindy tak bisa menahan rasa harunya. “SPP-ku bisa lunas. Aku bisa ikut ujian semester besok. Nggak terancam putus sekolah!” 

“Aku ikut senang. Kamu hebat. Kamu kuat. Makasih ya udah bertahan sejauh ini!” Rara memeluk Zindy. “Untung aku bawa tisu. Di seka dulu air matanya.” 

“Makasih. Aku masih nggak percaya bisa lunas. Lima juta rupiah itu jumlah yang besar. Ini berkat usaha ayah juga. Dia mengarang novel di platform online. Hasilnya dikumpulkan buat biaya sekolahku dan Zean.” Zindy menunjukkan smartphone milik ayahnya. Ada aplikasi menulis novel di smartphone itu. 

“Oh, penulis_zz namanya. Nanti aku baca juga. Biar tambah ramai yang berkunjung. Sepupuku suka baca novel. Nanti aku bantu rekomendasikan.” Rara mencari aplikasi itu untuk men-download-nya. 

“Makasih, Ra. Meski udah nggak seramai dulu tapi jika ada berkunjung, akun ayahku tetap dapat uang. Sekarang waktunya berjuang buat masa depan. Aku harus kuliah!” Tangan Zindy terkepal. 

“Iya, semangat biar lolos SNBP! Berdoa biar biru!” Rara ikut semangat. 

“Jadi anak fakultas ekonomi!” 

“Jadi anak fakultas kedokteran!” Rara tak kalah heboh. Tawa dari kedua gadis itu membawa keriangan di hati Zindy. 

Zindy menyusuri lorong kelas sambil membawa keranjang dagangannya. Dia menawarkan kepada setiap anak yang dia temui. Rara mengikuti dari samping. 

“Pacarnya Kak Leon datang!” Celetuk seorang anak. 

Zindy mendengar celoteh itu tapi berusaha mengabaikannya. “Mau beli apa Kak?” Sapa Zindy ramah. 

“Aku mau beli minuman aja, satu!” Celetuk anak lain sambil menyodorkan uang. 

“Terima kasih.” Zindy memberikan minuman botolan itu sambil memberikan kembalian. 

“Kakak pacarnya Kak Leon kan?” Tanya seorang anak lain. 

“Pacar?” Zindy bingung harus menjawab apa. 

“Iya, kemarin kan waktu di kantin udah ditembak pake coklat dan boneka. Itu so sweet banget, tahu!” Celetuk anak lain. 

Aduh, kenapa jadi ada gosip kayak gini, sih. Aku kan malu. Itu Leon cuma ngasih kado. Bukan nembak aku.

“Aku sama Leon cuma teman aja. Dia kenarjn cuma ngasih kado. Iya, kado….” Zindy berusaha mengklarifikasi kejadian itu. 

“Boleh ngomong sebentar nggak?” Seorang gadis cantik menghampiri Rara dan Zindy. 

“Wah, Kak Sofi.” Rara langsung mengenali wajah itu. Zindy termenung. Dia nampak familiar tapi juga tak kenal dengan wajah itu. 

“Dia siapa, Ra?” Zindy bingung. 

“Aku Sofi, leader tim dance sekolah kita. Kita belum pernah ketemu sebelumnya. Boleh ngomong bentar? Tapi nggak di sini…” Sofi menggandeng tangan Zindy. 

“Eh, mau dibawa kemana bestie-ku? Aku harus ikut!” Rara menghalangi. 

“Aku mau pergi jika ada temennya. Kalau sendirian, aku nggak mau. Maaf, kita nggak saling kenal, Kak…..” tolak Zindy. 

“Nggak apa-apa ngajak bestie-mu. Aku mau bilang sesuatu yang penting. Please, ikut aku sebentar saja.” Sofi memohon. 

“Kenapa nggak di sini aja?” Zindy masih ragu. 

“Ini soal Leon. Aku mau ngomong sesuatu yang penting soal dia. Terutama soal gosip kamu dan dia.” Bujuk Sofi. 

“Oke, deh. Aku ikut.” Zindy mengalah. 

Sofi membawa Zindy dan Rara ke toilet putri yang jarang dikunjungi. Mata Zindy terus menatap tajam ke arah Sofi. Berbagai prasangka memenuhi benaknya. 

“Jadi,apa tujuan kakak ngajak aku ketemuan di sini?” Zindy to the point. 

“Tolong terima Leon, aku cuma mau bilang itu saja.” Sofi menundukkan kepalanya di depan Zindy. 

“HAH?” Teriak Rara. “Astaga, berarti bener ya kabar kalo kakak ngejar-ngejar Leon. Kakak suka kan sama Leon. Kok jadi minta Zindy buat terima Leon?” Rara bingung. 

“Iya, aku suka sama dia. Aku memang mengejarnya tapi dia tak mau menerimaku. Aku pengen Leon bahagia. Dia nggak pernah bisa seceria itu. Dia selalu senyum tulus cuma buat Zindy seorang. Aku ingin Leon bahagian. Karena itu tolong terima Leon ya.” Kepala Sofi menunduk kembali. 

“Jujur, aku belum terpikirkan untuk menjalin hubungan pacaran. Leon baik tapi ehm … aku rasa hubunganku dengan dia hanya ehm … baru sebatas teman saja. Dia tidak mengungkapkan perasaan spesial. Aku tak mau berharap lebih. Cowok populer sepertinya pasti banyak yang menyukai.” Zindy bingung pada keadaan ini. 

“Dia cuma suka sama kamu. Kamu tahu boneka beruang yang dia kasih ke kamu waktu itu?” Sofi menatap Zindy. 

“Iya, dia ngasih aku boneka beruang. Kok kakak tahu?” Zindy bingung. 

“Aku yang bantu dia memilih boneka itu. Dia bilang itu untuk gadis yang dia suka. Awalnya aku kira itu aku. Ternyata aku salah. Gadis itu kamu. Aku memang suka sama Leon, tapi dia nggak suka aku. Aku cuma ingin dia bahagia. Karena itu tolong terima perasaannya!” Sofi menunduk kembali.

“Kakak lebih pantas sama Leon. Kamu cantik, manis. Leader tim dance sekolah. Kakak lebih pantas.” Zindy berusaha memberi jawaban netral. 

“Kamu jauh lebih menarik. Kamu mungkin nggak sadar, kamu itu cantik. Kamu populer di sekolah. Mandiri, cantik dan populer. Aku nggak sebanding sama kamu yang bisa viral di dunia maya. Kamu sudah sampai di-notice brand seperti Emcaya. Leon suka tipe gadis cantik yang mandiri. Aku cuma ingin dia bahagia. Maaf mengganggu waktumu!” Sofi beranjak pergi. 

“Mau terima bagaimana? Leon aja nggak pernah nembak aku kok!" Zindy bingung.

“Aku kira kamu tadi mau dilabrak. Udah dag dug dug tahu! Mau minta tolong siapa. Mana Kak Sofi cewek populer. Udah, yuk balik ke kelas!” Rara menggandeng tangan Zindy. 

Hujan deras kembali terjadi saat waktu pulang sekolah. Zindy menunggu di lobi sekolah hingga hujan reda. Dia membuka akun Toktok-nya. Tanpa sadar, dirinya tersenyum. Sudah sejauh itu dia berproses. Dari yang awalnya sepi hingga viral. Kilat nampak menyambar-nyanbar. Suaranya menakutkan. Beberapa kali Zindy menutup telinganya. 

“Nona Wirausahawan Muda belum pulang ua?” Suara itu mendekat ke arah Zindy. Saat dia membuka matanya, nampak Leon sudah memberikan jaket ke bahunya. “Kamu menunggu hujan reda lagi ya?” Leon duduk sedikit menjauh dari Zindy. 

“Iya. Aku menunggu hujan reda. Takut motorku mogok di jalan.” Zindy merasa canggung. Dia semakin menjauh dari Leon. 

“Kamu tadi ketemu Sofi ya?” Leon penasaran. 

Zindy menggangguk-angguk. “Iya, aku dan Rara tadi ketemu Kak Sofi di kamad mandi….”

“Dia bilang apa ke kamu? Dia bikin kamu sakit hati?” 

“Tidak, dia tidak bilang perkataan menyakitkan. Dia cuma ….” Zindy bingung harus menjawab apa. 

Kenapa aku harus terjebak di situasi aneh lagj sih. Pengen menghilang aja. Atau kalo nggak, ada guntur yang keras gitu. 

“Ya udah. Cuma mau memastikan kamu nggak diapa-apain. Itu bikin aku lega.” Leon tersenyum. 

“Ada gosip yang bilang aku udah jadi pacar kamu. Aku bingung harus bagaimana. Kamu cowok populer. Dua kali kamu memberiku pinjaman jaket. Memberiku hadiah coklat dan beruang. Suka borong daganganku. Aku kadang bingung, apakah aku teman atau apa? Aku takut orang semakin salah paham. Kak Sofi bilang tolong terima perasaan kamu. Padahal, aku sendiri bingung. Kita hanys teman saja kan?” Zindy mengeluarkan isi hatinya. 

“Bagaimana jika lebih dari teman? Apakah kamu mau menerimanya?” Leon dag dig dug. Dia memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya. 

“HAH? Maksudnya lebih dari teman?” Zindy makin kaget. 

“Iya, aku ingin lebih dari teman. Apakah kamu mau?” Leon tak berani menatap Zindy. 

“Maaf,  aku nggak bisa …..” Zindy tertunduk. Dia mengembalikan lagi jaket Leon yang ada di bahunya. 

“Kenapa? Apa karena kamu suka Kalib?” Leon penasaran. 

“HAH? Bang Kalib?” 

“Iya, dia protektif ke kamu. Apa kamu suka dia?” Desak Leon. 

“Aku menganggapnya kakakku. Dia yatim sepertiku. Bisa dibilang kami senasib. Dia selalu bantu aku edit video, meski sibuk praktek magang di kota ini.” Zindy tersenyum saat mengingat wajah Kalib. 

“Lalu kenapa kamu menolakku? Apa aku jelek?” Leon bingung. 

“Hatiku belum siap. Aku ingin memulihkan hati dulu. Kenyataan akan ayahku yang ternyata meninggal sudah membuatku sedih. Aku butuh waktu buat sendiri dulu, Leon. Kamu orang yang baik. Sangat baik. Terima kasih sudah perhatian padaku. Maaf, aku belum bisa lebih dari teman.” Zindy tertunduk. 

“Baiklah, aku akan menunggu lain hari. Menunggu sampai hatimu siap.” Leon memakaikan jaket itu lagi ke bahu Zindy. Dia beranjak pergi. Sopirnya sudah menunggu sambil membawa payung. 

“Hah!” Zindy menghela napas. “Apa aku secantik itu? Hingga Leon menyukaiku?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
HABLUR
683      344     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
Our Different Way
5309      2047     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
PurpLove
368      302     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...
Carnation
458      332     2     
Mystery
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Rian yang terlibat dengan teman masa kecilnya Lisa yang merupakan salah satu detektif kota. Sambil memendam rasa rasa benci pada Lisa, Rian berusaha memecahkan berbagai kasus sebagai seorang asisten detektif yang menuntun pada kebenaran yang tak terduga.
Goresan Luka Pemberi Makna
1990      1478     0     
Short Story
langkah kaki kedepan siapa yang tau. begitu pula dengan persahabatan, tak semua berjalan mulus.. Hanya kepercayaan yang bisa mengutuhkan sebuah hubungan.
The Best Gift
39      37     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Danau Toba and My English Man
672      420     0     
Romance
Tentang Nara dan masa lalunya. Tentang Nara dan pria di masa depan.
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
2016      1174     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
PUBER
2158      905     1     
Romance
Putri, murid pindahan yang masih duduk di kelas 2 SMP. Kisah cinta dan kehidupan remaja yang baru memasuki jiwa gadis polos itu. Pertemanan, Perasaan yang bercampur aduk dalam hal cinta, serba - serbi kehidupan dan pilihan hatinya yang baru dituliskan dalam pengalaman barunya. Pengalaman yang akan membekas dan menjadikan pelajaran berharga untuknya. "Sejak lahir kita semua sudah punya ras...
Monoton
559      389     0     
Short Story
Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.